JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terkait meningkatnya infeksi Covid-19 hampir dua kali lipat.
PB IDI melihat, kenaikan kasus tersebut disebabkan oleh "lengahnya pelaksanaan dan pengawasan protokol kesehatan, lemahnya perlindungan bagi kelompok berisiko tinggi seperti lanjut usia, dan lambatnya vaksinasi dosis ketiga".
Ditambah lagi, munculnya varian baru mutasi dari Omicron yang perlu diwaspadai, seperti varian XBB yang kini telah memasuki Indonesia dan juga varian XBC.
Akhir Oktober lalu, Kementerian Kesehatan mengumumkan, terdapat setidaknya delapan kasus varian XBB yang terdeteksi di Indonesia, di mana Jakarta lima kasus dan masing-masing satu kasus di Lampung, Kalimantan dan Bali.
Walau demikian, Kemenkes mengatakan, dari 24 negara yang melaporkan varian XBB belum ada yang informasi tentang kematian ataupun keparahan akibat virus ini.
Meningkat dua kali lipat
Jumlah angka kasus dan kematian akibat Covid-19 mengalami peningkatan dua kali lipat jika dibandingkan beberapa pekan lalu, kata Ketua Satuan Tugas Covid Ikatan Dokter Indonesia, dokter Erlina Burhan.
Pada 20 Oktober 2022 lalu, kasus Covid berjumlah 2.307 orang dengan 19 pasien meninggal dunia.
Empat hari kemudian, jumlah kasus sempat mengalami penurunan menjadi 1.703, namun jumlah yang meninggal dunia meningkat tajam dari 13 pasien pada hari sebelumnya menjadi 25 pasien.
Pada awal November ini, jumlah kasus dan kematian meningkat tajam. Selasa (01/11) jumlah kasus mencapai 4.707 dan terus meningkat menjadi 4.873 kasus keesokan harinya.
Angka kematian juga terus meningkat hingga mencapai 34 orang pada akhir Oktober dan masing-masing 32 orang dalam dua hari di awal November sehingga total kematian mencapai 158.695 jiwa.
“Ini harus kita waspadai, jangan terus meningkat kasus dan angka kematiannya,” kata Erlina dalam konferensi pers virtual, Kamis (03/11).
“Rekomendasi dari IDI adalah pemerintah melakukan antisipasi kenaikan kasus, terutama menjelang libur Natal dan tahun baru. Meningkatkan cakupan vaksinasi booster,” kata Erlina.
“Memperbaiki distribusi atau logistik untuk obat dan vaksin, dan menggalakkan program perilaku hidup bersih dan sehat,” tambahnya.
‘Terinfeksi Covid saat pesta di kampung’
Sahma, 60 tahun, Jumat (28/10) lalu bersama saudaranya pulang ke kampung halamannya di Sumatera Utara.
Perempuan yang memiliki penyakit penyerta seperti gula tinggi dan jantung itu tak menyangka perjalanan itu membuatnya terinfeksi Covid-19.
Sahma pulang ke kampungnya untuk menghadiri pesta dari pagi hingga malam hari. Saat acara berlangsung, dia mengatakan hampir seluruh tamu tidak menggunakan masker.
“Kata [orang di kampung] sudah tidak ada Covid. Rata-rata orang di kampung kalau ke pesta tidak ada yang pakai masker,” kata Sahma.
Usai menghadiri pesta, esok harinya, Sahma dan keluarga jalan-jalan untuk memetik buah jeruk. Ia pun terkena hujan saat itu.
“Malamnya saya kena flu dan meriang bersama saudara lain, saya pikir karena hujan. Lalu hari Minggu, kami berobat di kampung dan dikasih obat flu, demam, dan antibiotik. Tidak ada cek antigen,” katanya.
Kemudian, Sahma dan saudaranya kembali ke rumah mereka di Jakarta pada hari Senin, menggunakan transportasi udara. Di pesawat, ia tidak perlu menunjukkan hasil tes Covid-19.
Setibanya di Jakarta, saudara Sahma memutuskan melakukan tes Covid dan hasilnya positif.
“Hasilnya keluar hari Selasa, saya dikasih tahu bahwa dia positif. Lalu saya ke RS dan hasilnya juga positif. Saya dikasih nomor telepon untuk menghubungi dokter secara online,” ujarnya.
“Saya WA dan telepon nomor itu, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya saya ke RT dan puskesmas. Dikasih obat dan kini sedang isolasi mandiri,” ujar Sahma.
Terkait peningkatan kasus Covid-19, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, adanya kenaikan kasus menunjukkan meningkatnya penularan, apapun varian virus yang beredar.
“Virus bisa menular apabila kita tidak terlindungi dengan baik. Maka dalam kondisi seperti ini, pastikan masyarakat melindungi diri dengan kembali menerapkan protokol kesehatan 3M dengan baik, benar dan disiplin,” kata Wiku.
“Selain itu pastikan sudah vaksinasi booster dan selalu menjaga tingginya imunitas dengan istirahat yang cukup, olahraga teratur, menjaga asupan makanan bergizi dan selalu bahagia,” ujarnya
Mengapa terjadi peningkatan?
Dokter Erlina Burhan mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kasus Covid mengalami peningkatan hampir dua kali lipat.
Pertama karena semakin longgarnya pelaksanaan dan pengawasan protokol kesehatan.
“Belakangan kasus menurun jadi masyarakat lupa melindungi diri dan aktivitas kehidupan nyaris normal. Orang sudah berkumpul, beramai-ramai, berkegiatan offline di mana-mana dan lupa dengan protokol kesehatan,” katanya.
Kedua adalah lemahnya perlindungan bagi kelompok berisiko tinggi seperti lanjut usia.
“Kita lupa mengawasi dan melindungi orang berisiko tinggi, yaitu orang lansia. Risiko mereka terinfeksi lalu dirawat dan meninggal itu besar, dan juga orang dengan komorbid,” katanya.
Ketiga adalah lambatnya vaksinasi dosis ketiga. Data pemerintah, Rabu (02/11), masyarakat yang menerima vaksin penguat atau booster yaitu sekitar 65,1 juta atau 27,7%.
Angka itu jauh di bawah vaksin dosis pertama sebanyak 205 juta (87,4%) dan vaksin dosis kedua 171,9 juta (73,2%).
“Masyarakat perlu segera mendapatkan vaksin ketiga di tengah kenaikan kasus dan mendorong pemerintah memfasilitasi vaksin dengan cepat. Saya mendengar keluhan masyarakat, sentra vaksin di daerah stok vaksinnya tinggal sedikit dan ada yang kehabisan,” katanya.
“Kita tidak tahu apa menipis atau kesalahan di distribusi dan logistik. Benang kusutnya di mana, apakah di Kemenkes atau pemda. Yang menyediakan vaksin Kemenkes, tapi yang mendistribusikan adalah pemda,” katanya.
Di Kupang, NTT (16-21 November 2022) terlihat stok vaksin Covid-19 di sana dan sekitarnya telah habis.
Bahkan beberapa puskesmas yang dihubungi mengaku, ketidakadaan stok vaksin telah berlangsung berminggu-minggu.
Apakah peningkatan kasus terkait varian baru?
Saat ditanya, apakah peningkatan kasus terkait dengan varian baru, Erlina tidak bisa memastikan karena belum ada buktinya dan kasus varian itu masih sedikit di Indonesia.
“Jumlah varian baru yang dilaporkan masih di bawah 20 kasus. Tapi kita juga tidak tahu berapa banyak orang sakit batuk, pilek dan demam tidak diperiksa, cuma isolasi mandiri. Jadi kita tidak tahu varian XBB atau varian apa yang menginfeksi,” katanya.
Apa itu varian XBB dan XBC?
Varian Omicron menyebar di masyarakat sejak November 2021 lalu. Virus ini kemudian berkembang dan melakukan mutasi yang memunculkan varian baru, yaitu XBB dan XBC.
Erlina mengatakan, varian XBB adalah rekombinan subturunan Omicron BA.2.10.1 dan BA.2.75. Bukti laboratorium, ujarnya, menunjukkan XBB adalah varian dengan kemampuan tertinggi untuk menghindari antibodi.
“Meskipun terdapat risiko gejala klinis yang ditimbulkan dapat lebih berat, belum ada bukti ilmiah mengenai perbedaan keparahan gejala,” ujar Erlina.
Omicron XBB pertama kali ditemukan Agustus lalu di India. Merujuk data WHO, Erlina menyebutkan bahwa sejak 17 October 2022, XBB sudah dilaporkan ada di 26 negara, seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, dan Amerika Serikat.
“XBB merupakan subvariant yang predominan di Singapura, mencapai hingga 54% kasus pada minggu kedua Oktober 2022, yang pada minggu sebelumnya hanya 22%,” katanya.
Sementara XBC adalah rekombinan Delta (B.1.617.2) dan omicron BA.2 dan dilaporkan telah menyebar di Inggris dan Filipina dengan kasus mencapai 193 orang.
Bagaimana derajat keparahan XBB dan XBC?
Erlina mengatakan, hingga saat ini, gejala XBB dan XBC mirip gejala Covid secara umum, seperti demam, batuk, lemas, sesak, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pilek, mual dan muntah, dan diare.
“Meskipun belum ada laporan bukti ilmiah resmi, mengingat XBC merupakan kombinasi varian Delta, gejala anosmia dan ageusia yang merupakan gejala khas varian delta mungkin dapat terjadi,” katanya.
Erlina menambahkan, hingga saat ini, belum ada laporan ilmiah resmi yang menyatakan XBB dan XBC menyebabkan gejala yang lebih berat dibanding varian sebelumnya.
Namun, varian itu memiliki tingkat penularan yang sangat cepat. Selain itu, Erlina melanjutkan, merujuk data dari Singapura, varian XBB lebih tinggi menyerang orang yang tidak pernah terinfeksi Covid sebelumnya.
“Varian ini juga banyak menyerang kelompok usia muda tapi lebih aman, dan tidak perlu perawatan. Namun bagi mereka yang terinfeksi di atas 70 tahun mendapatkan perawatan di RS. Artinya hati-hati pada masyarakat lansia,” katanya.
Erlina juga membantah anggapan yang menyebut varian XBB tidak terdeteksi lewat pemeriksaan antigen dan PCR.
Apa yang perlu diwaspadai dari XBB dan XBC?
Erlina mengatakan, berdasarkan penelitian, varian baru ini memiliki kemampuan penurunan reaksi antibodi yang lebih berat.
Kombinasi dengan varian Delta, katanya, berisiko menimbulkan gejala yang berat disertai penularan yang lebih tinggi, namun hal ini perlu dibuktikan dengan uji laboratorium.
Di balik itu, katanya, penelitian menunjukkan bahwa antivirus Covid-19 saat ini, yaitu remdesivir, molnupiravir, nirmatrelvir, bebtelovimab dan tixagevimab, cilgavimab masih efektif melawan varian baru ini.
“Penelitian menunjukkan dosis vaksin booster meningkatkan kemampuan antibodi untuk menetralisir subturunan Omicron,” ujarnya. (*)
Tags : Virus Corona, Indonesia, Vaksin, Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia,