LEBARAN tahun ini [2021] terasa sangat berat bagi Heru, pekerja swasta di Kota Pekanbaru yang tidak bisa pulang ke kampung halamannya di Malang, Jawa Timur. Dia menilai, momen, dan kehangatan dari perayaan Idul Fitri tahun ini hilang.
Heru melaksanakan salat Idul Fitri sendirian di kamar kosnya. Setelah itu menghabiskan momen-momen Lebaran dengan bersilaturahmi secara virtual melalui video telepon dengan keluarga. "Sekarang benar-benar sendiri di perantauan. Merayakan Lebaran sendiri dan rasanya seperti tidak ada Lebaran, seperti hari-hari biasa saja. Ini pengalaman pertama karena tahun sebelumnya pasti pulang kampung dan bareng keluarga salat Id di masjid, lalu silaturahmi ke rumah teman. Sedih, sedih banget," kata dia, Minggu (24/05).
Pemerintah memutuskan melarang masyarakat melakukan salat Idul Fitri di masjid ataupun lapangan secara bersama-sama di ruang publik. Adapun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan salat Idul Fitri di lapangan dan masjid. Syaratnya, salat itu dilakukan di kawasan terkendali atau yang bebas Covid-19. Salat Idul Fitri, menurut MUI, juga boleh dilaksanakan di rumah secara berjamaah, bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), jika umat berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali.
Sementara itu, di beberapa daerah, masih ada orang yang melaksanakan salat Id secara berjamaah di masjid ataupun lapangan walaupun berada di zona merah atau rawan penyebaran Covid-19.
'Sedih sekali: Salat Id dan Lebaran sendirian di kos'
Tahun 2021 merupakan tahun yang berat bagi Heru, seorang pekerja swasta di Kota Pekanbaru. Laki-laki kelahiran Malang, Jawa Timur itu merupakan anak Yatim. Belakangan, virus corona juga membuatnya tidak bisa bertemu dengan keluarganya di Malang, untuk merayakan Lebaran. Heru menghabiskan waktu perayaan Lebaran sendirian di kos. Ia mendengar suara takbir, melaksanakan salat Idul Fitri, dan bersilaturahmi dengan keluarga secara virtual di dalam kamar.
"Sedih, merasa sepi. Biasanya berkumpul, makan, saling cerita dengan keluarga, salat bersama-sama. Sekarang kegiatanya seperti biasa saja di kos. Tidak ada perbedaan, seperti tidak merasakan Lebaran, benar-benar sendiri, di perantauan sendiri," ujarnya.
'Salat Id di rumah mengurangi esensi Lebaran'
Sementara itu, bagi Irwan yag juga pekerja swasta di Kota Pekanbaru, salat Idul Fitri berjamaah di masjid atau lapangan adalah ritual penting di setiap perayaan Idul Fitri. Namun tahun ini Irwan dan keluarganya menjalaninya di rumah di tengah pandemi virus corona. "Seumur hidup saya, melaksanakan salat Id itu di masjid atau lapangan berjamaah. Tapi, kali ini jadi di rumah, sedih banget. Rasanya itu ada satu elemen penting Lebaran yang sakral hilang. Esensi Lebaran jadi sangat berkurang," kata Irwan rumahnya disekitar Masji Annur Jalan Hangtuah Pekanbaru.
Irwan berkata, di lingkungan tempat tinggalnya juga melaksanakan salat Id di rumah masing-masing. "Rukun tetangga di rumah saya menyepakati untuk salat Id di rumah, dan masjid-masjid semua meniadakan salat Id," katanya.
Pemerintah larang salat Id di masjid dan lapangan
Presiden Joko Widodo melalui akun Instagramnya juga turut merasakan beratnya beban yang dihadapi masyarakat dalam merayakan Lebaran. "Tak ada gelar griya (open house), mudik, atau salat Id di lapangan pada hari Lebaran tahun ini. Memang ini berat, tapi kita alami dan hadapi bersama-sama. Semoga pandemi ini segera berlalu agar kita dapat bertemu dan saling melepas rindu," tulisnya.
Pemerintah melarang pelaksanaan salat Id secara bersama-sama di masjid ataupun lapangan, dengan merujuk Peraturan Menteri Kesehatan 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Wilayah. "Kegiatan keagamaan yang mengumpulkan orang banyak (seperti Salat Id) termasuk yang dilarang atau dibatasi," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
PP Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) meminta masyarakat mematuhi larangan pemerintah tersebut. Terdapat beberapa daerah yang tetap melaksanakan salat Id berjamaah di masjid atau lapangan, walaupun pemerintah telah berkali-kali menyampaikan larangan tersebut.
Dari pemantauan dilapangan, ratusan jemaah melaksanakan salat Id berjamaah sejak pukul 6.10 WIB khususnya dilapangan Masjid Annur. Terdapat beberapa orang yang tidak mengenakan masker, dan tidak mematuhi aturan jaga jarak. Begitu juga shalat Id di lapangan BatreQ Jalan Bangkinang.
Lalu, di Masjid Darul Amal di Jalan Sukarno Hatta juga tampak beberapa jemaah yang tidak menggunakan masker dan berdiri saling berdempetan dengan jemaah lainnya saat salat Id. Di wilayah Kota Pekanbaru dan sekitarnya yang menjadi pusat penyebaran virus corona, masih ada masjid yang melaksanakan salat Id berjamaah seperti di Masjid Al-Ikhlas di komplek BRI Jalan Adi Sucipto.
Sementara itu Masjid Raya Pekanbaru resmi tidak menggelar salat Id berjamaah mengingat jumlah kasus Covid-19 di Kota Pekanbaru masih terus bertambah. Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Riau, Mimi Yuliani Nazir menyebutkan ada sebanyak 4.041 kasus aktif konfirmasi Covid-19 di Riau sampai dengan tanggal 19 Mei 2021. "Sampai dengan tanggal 19 Mei 2021, Riau terdapat 4.041 kasus aktif konfirmasi Covid-19. Dan 4.041 kasus aktif tersebut tersebar di 12 kabupaten/kota di Riau," kata Mimi.
Adapun 4.041 kasus aktif tersebut, terangnya, terdapat di Pekanbaru sebanyak 1.739 kasus aktif, Dumai 418 kasus aktif, Kampar 293 kasus aktif, Siak 285 kasus, Bengkalis 269 kasus, Kuansing 231, Inhu 156, Pelalawan 127, Rohil 95, Meranti 94, Inhil 83, Rohul 80, dan luar Provinsi Riau sebanyak 171 kasus aktif. Disamping itu, Mimi juga menyampaikan ada lima kabupaten/kota di Riau yang memiliki kasus terkonfirmasi Covid-19 paling tinggi dari bulan Maret 2020 hingga 19 Mei 2021.
"Ada lima kabupaten/kota di Riau yang memiliki kasus terkonfirmasi Covid-19 paling tinggi dari bulan Maret 2020 hingga 19 Mei 2021, di antaranya yaitu Pekanbaru dengan jumlah 24.114 kasus, posisi kedua Dumai dengan jumlah 4.955 kasus, Siak 3.997 kasus, Kampar 3.698 kasus, dan Bengkalis 3.389 kasus," ungkap Mimi.
Sementara itu, ucapnya lagi, untuk kasus terkonfirmasi Covid-19 Riau yang meninggal dunia keseluruhan berjumlah 1.380 orang. Kalau dilihat berdasarkan jenis kelamin, dari 1.380 orang, 793 berjenis kelamin laki-laki, dan 587 perempuan. "Dipersentasekan jenis kelamin laki-laki yang meninggal dunia tersebut sebesar 57,5 persen, dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 42,5 persen," ujarnya.
'Tidak pakai masker kami imbau pulang'
Salah satu pengurus masjid di kawasan Jalan Adi Sucipto yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengatakan, masjidnya tetap melaksanakan salat Idul Fitri. Namun ia mengklaim telah menekankan kepada jamaah untuk menaati aturan kesehatan yaitu mengenakan masker, membawa sajadah sendiri, tidak berjabat tangan, dan tidak melakukan komunikasi yang berlebihan dengan sesama jamaah.
"Saling menjaga dirilah. Nanti kita umumkan kalau (jemaah) tidak bawa masker atau sajadah kita imbau untuk pulang. Kita saling menghormatilah," ujar pengurus masjid Darul Amal itu.
Sementara Oyon, warga di kawasan Jalan Adi Sucipto, mengungkapkan bahwa dirinya dan keluarganya memilih untuk melakukan salat Id di rumah dengan pertimbangan keputusan pemerintah dan anjuran ulama. "Ya memang kita harus prihatin, mungkin lebaran saat ini tidak sama dengan lebaran-lebaran sebelumnya. Karena sebelumnya tidak ada wabah, tidak ada pandemi Covid-19 ini. Jadi kita bebas salat di luar ya. Itu lebih afdal."
"Kan kita juga karena musim pandemi ini, kita menghindari mudarat yang lebih besar. Dan kita juga punya pemimpin yang wajib kita patuh", ujarnya.
Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Riau, Indra Yovi, menyatakan Pemerintah Kota Pekanbaru bekerja sama dengan TNI-Polri untuk memantau dan mengawasi masjid-mesjid yang melaksanakan Salat Id dalam menjalankan protocol kesehatan. "Petugas medis kita tetap di Posko terpadu. Ada Posko yang siap 24 jam. Personel keamanan, polisi maksimal, TNI juga maksimal, termasuk Satpol PP dan Linmas kita juga maksimalkan," ujarnya.
Di sisi lain, MUI Riau tidak melarang umat Muslim untuk menyelenggarakan salat Id berjemaah di masjid atau lapangan. Namun MUI memberikan sejumlah catatan. "Untuk pelaksanaan salat Idul Fitri bisa kondisional. Apabila diselenggarakan di masjid atau di musalah, maka perlu ada satu keseriusan untuk menegakkan disiplin protokol Covid-19," kata Sekretaris Umum MUI Provinsi Riau, Abunawas.
"Kami mengimbau, di satu sisi kita bisa menegakkan syiar Islam, tapi satu sisi kita tetap menjaga diri dari bahaya penyebaran Covid, karena itu juga bagian dari ajaran agama", tuturnya.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi Riau mengizinkan pelaksanaan salat Idul Fitri berjemah di Masjid. Namun, Masrul Kasmy, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, mencabut kembali surat izin tersebut.
Fatwa MUI: Zona merah, salat Id di rumah
Prof Dr H Ilyas Husti MA, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau menjelaskan mengenai isi dari Fatwa MUI tentang salat Id di tengah pandemi virus corona. "Fatwa MUI itu isinya kalau seandainya di daerah kita tidak mungkin melaksanakan salat Id di lapangan, maka dilaksanakan di rumah dengan keluarga, dan diatur bagaimana cara sembayang di rumah," katanya.
Mengapa salat Id dianjurkan di rumah? Ilyas Husti berkata, dalam Islam terdapat lima filosofi utama, yaitu agama Islam itu sendiri, jiwa manusia, akal manusia, keturunan dan harta. "Menyelamatkan diri dan jiwa itu hukumnya wajib dan menghindari bahaya harus didahulukan dibanding mengambil manfaat. Jadi jangan pergi dan berkumpul-kumpul di tengah virus corona yang akan mengancam keselamatan kita dan orang lain" katanya.
Ilyas Husti juga merasakan kesedihan dari banyak umat Islam yang melaksanakan Salat Id di rumah, bahkan harus jauh dari keluarga karena tidak bisa mudik. "Kesedihan kita akan mendapatkan nilai besar di sisi Allah, menjadi pahala yang besar, karena kita punya keinginan baik dan terbaik tapi situasi kondisi menghalangi itu," katanya.
Mengapa salat Id di lapangan berbahaya?
Mengutip seperti disebutkan Dokter spesialis paru yang juga guru besar dari Universitas Indonesia, Faisal Yunus mengatakan kegiatan di ruang publik yang melibatkan banyak orang, seperti salat Id, berpotensi besar meningkatkan secara tajam penyebaran virus corona. "Kita tidak tahu orang di sebelah kita terkena virus, kan ada orang tanpa gejala. Walaupun pakai masker, apalagi yang dipakai masker kain, bukan masker bedah yang perlindungan bagus, dan juga maskernya kadang tidak benar dipakainya, tidak efektif."
"Salat Id mungkin bisa diatur jaraknya berjauhan, tapi sebelum dan sesudah Salat kan ada bisa sampai ratusan orang yang mondar-mandir dan pasti bersinggungan. Di situlah penyebaran berpotensi terjadi," kata Faisal.
Jika yang tertular adalah mereka yang masih muda dan memiliki imun kuat, kata Faisal, mungkin tidak akan bermasalah. Namun, ketika virus itu menempel di baju lalu dibawa pulang ke rumah atau bersilaturahmi dengan keluarga yang berusia lanjut atau memiliki penyakit dasar maka akan berbahaya. "Proses dia berjalan, bertemu banyak orang, tidak pakai masker dengan benar, atau ada yang bersin, batuk, dan berbicara, lalu virus terhirup atau menempel ke baju yang bisa bertahan lama, dibawa ke rumah lalu menularkan ke orang tua yang selama ini melakukan isolasi mandiri. Itu yang ditakutkan," katanya. (*)
Tags : Idul Fitri 2021, Lebaran Ditengah Pandemi Covid-19, Pekanbaru, Riau, Gara-gara Wabah Corona Seperti Tidak Terasa Lebaran,