JAKARTA - Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Bobby Gafur Umar berpendapat, sektor perkebunan pada kuartal pertama tahun ini tertekan karena harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang masih melanjutkan pelemahan seiring melemahnya permintaan akibat sejumlah negara tujuan ekspor seperti China melakukan karantina wilayah.
"Industri perkebunan menghadapi tantangan yang cukup berat akibat penurunan harga komoditas minyak sawit mentah dan merebaknya wabah virus Corona. Tak hanya menggerus laba bersih, pendapatan emiten perkebunan juga anjlok pada periode kuartal I di tahun ini. Emiten di sektor perkebunan masih akan terdampak dari gejolak harga komoditas," katanya dalam keterangan pers, Rabu kemarin (10/6) kemarin.
Menurutnya, sebagai dampaknya, ekspor produk CPO beserta turunannya mengalami penurunan dan berimplikasi terhadap laju pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan menjadi 2,97% pada kuartal I-2020. Dia menyebut, tekanan ini diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan kedua tahun ini. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menguat setelah data stok minyak nabati Negeri Jiran itu dirilis. Stok bulan Mei mengalami penurunan sehingga mendongkrak harga naik.
Rabu (10/6/2020) harga CPO kontrak untuk pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivative Exchange (BMDEX) menguat 0,25% ke RM 2.394/ton. Kini harga semakin mendekati level psikologis RM 2.400/ton. Dari sisi kinerja, penurunan itu tercermin dari laporan keuangan beberapa emiten sawit di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) misalnya, mencatatkan kerugian bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 143,12 miliar, turun 77,53% dari periode yang sama tahun sebelumnya rugi Rp 254,09 miliar.
Sepanjang periode 3 bulan ini, BWPT membukukan pendapatan Rp 738,42 miliar, naik 15,74% dari sebelumnya Rp 637,99 miliar. Beban pokok penjualan berhasil diturunkan menjadi Rp 596,16 miliar dari Rp 632,55 miliar. Kinerja kurang menggembirakan juga terlansir dari emiten perkebunan milik Grup Sampoerna, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yang mencatatkan penurunan laba bersih hingga 88,19% menjadi Rp 423 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 3,58 miliar.
Pada kuartal pertama 2020, perseroan membukukan pendapatan Rp 903,87 miliar, atau mengalami kenaikan 19,36% dibanding tahun sebelumnya Rp 757,25 miliar. Produk kelapa sawit masih memberikan kontribusi pendapatan terbesar yakni Rp 875,55 miliar. Sementara itu, emiten sawit Grup Astra, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) masih mencatatkan kinerja operasional dan finansial cukup positif. Laba bersih Astra Agro meningkat 892% menjadi Rp 371,06 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Pada periode yang sama, pendapatan bersih Astra Agro naik 13,3% dari Rp 4,23 triliun menjadi Rp 4,80 triliun.
Meski demikian, Presiden Direktur Astra Agro Lestari, Santosa mengatakan, industri sawit masih menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama terkait dengan pandemi Covid-19 dan penurunan harga CPO (minyak sawit mentah, crude palm oil). "Harga CPO (crude palm oil) turun sebagai dampak melemahnya harga minyak mentah yang cukup signifikan," katanya.
Pada periode tiga bulan pertama tahun ini, produksi tandan buah segar (TBS) Astra Agro tercatat turun sebesar 8,5% dari 1,21 juta ton menjadi 1,1 juta ton. Produksi minyak sawit mentah (CPO) turun 14,6% dari 415 ribu ton menjadi 354 ribu ton. Produksi olein meningkat 20,9% dari 83,6 ribu ton menjadi 101,1 ribu ton.
Dalam menghadapi tatanan normal baru, kata Santosa, kegiatan operasional di kebun dan pabrik kelapa sawit tetap berjalan normal dengan menerapkan protokol covid-19 yang ketat. Sementara itu, bagi para karyawan di kantor pusat sejak Maret hingga awal Juni 2020, telah melaksanakan kebijakan bekerja dari rumah. (*)
Tags : astra agro lestari aali sampoerna agro saham cpo sawit covid-19,