
PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) mendatangi kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), DPR RI dan Kementerian Sekretaris Negara (Kemensekneg) untuk minta memercepat pengusutan dugaan korupsi di BUMD Rokan Hilir (Rohil), Riau.
"Dana Particing Interest (PI) dikelola oleh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPHR) senilai Rp488 miliar pada tanggal 18 Februari 2024 kemarin."
"Kita sudah mendatangi Jamwas Kejagung dan menyerahkan surat resmi agar Jamwas dapat mengawsi dan mendesak penyidik pidana khusus Kejagung untuk lebih serius dan transparansi dalam mengungkap kasus dugaan penggunaan dana PI sebesar Rp488 miliar ini," kata Ketum INPEST, Ir Marganda Simamora, Selasa (18/2).
"Kami laporkan pada tanggal 5 Juli 2024 dengan nomor surat No: 78/lap-INPEST/VII/2024 tentang dugaan korupsi dan penyalahgunaan dana PI sebesar Rp488 miliar oleh BUMD Rohil," sebutnya.
"Kami juga telah melaporkan Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong, Direksi PT SPHR," katanya.
Tetapi perkembanganya, kata Ganda Mora (panggilan sehari harinya) itu menyebut, pihak Pidsus Kejagung telah memanggil Dirut PT Riau Petroleum untuk diambil keterangan sebagai Perusahaan Induk yang menyerahkan PI 10 persen kepada PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir sebesar Rp488 miliar.
Kemudian pihak pidsus juga telah memanggil komisaris utama, Dirut, Dirkeu, Dir Pengembangan PT SPHR, Sekretaris Daerah Rokan Hilir dan kepala BKAD Rokan Hilir juga turut diperiksa.
"Sampai saat ini belum ada peningkatan status dari lidik menjadi sidik, itu sebabnya kami mendatangi Jamwas, Komosi III DPR RI dan Sekneg untuk nenyampaikan surat kami ke Presiden Prabowo," kata dia.
Ganda Mora menilai, persoalan ini bukan persoalan kecil, masyarakat Rohil sudah marah dan gerah atas masalah ini.
"Masyarakat dipertontonkan dengan beberapa kejanggalan seperti ralisasi CSR sebesar Rp19 miliar yang diduga ada unsur perlakuan janggal dengan pemaksaan dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban (LPJ) untuk dana yang ditanda tangani di kwitansi.
"Namun dana yang di kirim jauh lebih kecil, sehingga penggunaaan CSR rawan di korupsi."
Selain itu, kata Ganda, adanya pembelian kebun seluas 600 Ha dengan harga Rp50 miliar, tetapi tidak transparan dan tidak diketahui kapan dan dimana perkebunan kelapa sawit tersebut dibuka.
Selain itu adanya penyertaan modal Rp30 miliar untuk Rumah Sakit diluar Kabupaten Rohil, Pembelian SPBU tidak sesuai dengan nilai kelayakan yakni Rp14 miliar, namun di RKA di besarkan menjadi Rp20 miliar, sehingga penggunaan dana tersebut dinilai ugal ugalan.
"Kami juga menyayangkan hingga saat ini Bupati Afrizal Sintong tidak pernah dipanggil oleh Pidsus sebagai Pengguna Anggaran," sebut Ganda Mora.
Ganda minta agar Bupati terpilih segera melakukan RUPS dan membatalkan RKA Perubahan yang dipaksakan dan juga mengevaluasi jajaran Komisris dan Direksi di tubuh PT SPRH tersebut, "tetapi masalah itu jika perlu dibekukan dalam rangka audit BPKP agar semua transparansi dan progres kedepanya lebih terpola dan tidak ada beban masa lalu. (rilis)
Tags : particing interest, pi, dana pi 10 persen, migas, indenpenden pembawa suara transparansi, inpest, kejagung, dpr, kemensekneg, penuntasan kasus pi di rohil,