News Daerah   2025/11/28 16:46 WIB

INPEST Duga Dua Lokasi Perkebunan Sawit Berada di Kawasan Hutan Beroperasi Tanpa Izin

INPEST Duga Dua Lokasi Perkebunan Sawit Berada di Kawasan Hutan Beroperasi Tanpa Izin
Ilustrasi perkebunan sawit di kawasan hutan

PEKANBARU - Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) menduga ada perkebunan sawit berada di kawasan hutan yang beroperasi tanpa izin.

"Perkebunan sawit berada di kawasan hutan beroperasi tanpa izin."

"Kami siap melaporkan aktivitas perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 1.200 hektare yang berada di dalam kawasan hutan negara di Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau itu," kata Ketua Umum (Ketum) INPEST, Ir Marganda Simamora SH M.Si tadi ini Jumat.

"Perkebunan sawit tersebut berada di areal eks PT Sari Hijau Mutiara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi," sebutnya.

Menurutnya, salah satu perkebunan yang berada di kawasan hutan itu diduga milik SWD dan dikelola oleh anaknya bernama Acai dengan luas sekitar 800 hektare, terdiri atas (400 ha lahan produktif, 150 ha tanaman baru dan 250 ha dalam tahap pengembangan di lahan bekas kebakaran).

Aktivis yang akrab di panggil Ganda Mora ini, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil investigasi lapangan, pembangunan perkebunan sawit dilakukan tanpa izin dari Menteri Kehutanan, sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.

Di lokasi ditemukan pembangunan blok kebun, parit, jalan akses, hingga perumahan karyawan, yang menunjukkan adanya pengelolaan aktif dan terstruktur.

Produksi tandan buah segar (TBS) mencapai 400 ton setiap 15 hari, atau sekitar 800 ton per bulan, dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai Rp 2,4 miliar per bulan.

Sedangkan perkebunan sawit yang berada di area bersepadan diperkirakan milik ASF, juga dikelola oleh Acai, dengan luas sekitar 500 hektare.

Produksinya mencapai 500 ton per 15 hari, atau sekitar 1.000 ton per bulan, dengan potensi pendapatan sebesar Rp 3 miliar per bulan.

INPEST menlai, aktivitas perkebunan tersebut melanggar sejumlah regulasi, di antaranya:
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Pasal 50 ayat (3) huruf a dan b, yang melarang penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dan merambah kawasan hutan.
- Pasal 78, yang mengatur sanksi pidana bagi pihak yang menguasai atau menggunakan kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah.
2. UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (perubahan dari UU No. 18/2004 dan meneruskan UU 39/2009)
Pasal 105, yang melarang pengusahaan perkebunan tanpa izin usaha perkebunan (IUP).
3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Pasal 36, yang mensyaratkan izin lingkungan bagi setiap kegiatan yang berdampak besar pada lingkungan.
- Pasal 98–103, tentang sanksi pidana pencemaran lingkungan dan perusakan ekosistem.
4. PP No. 45 Tahun 2025 tentang Sanksi Administratif di Bidang Kehutanan
- Menetapkan denda Rp 25 juta per hektare bagi kegiatan pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin.

Berdasarkan aturan tersebut, kata Ganda Mora, Swandi berpotensi dikenai denda administratif sebesar Rp 25 juta x 800 ha = Rp 200 miliar. Sedangkan Ali Sati Firman berpotensi dikenai denda Rp 25 juta x 500 ha = Rp 125 miliar.

INPEST akan ajukan gugatan ke PN Tembilahan. Selain melaporkan ke pihak berwenang, Ia juga menyiapkan gugatan legal standing ke Pengadilan Negeri Tembilahan.

"Langkah ini penting demi menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerugian negara akibat pengelolaan hutan tanpa izin," sebut Ganda yang juga dari Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) ini.

ASF dan SWD sampai hari ini belum bisa di konfirmasi.

Ganda Mora mengaku sudah memberikan konfirmasi dan mengajukan beberapa pertanyaan ke Kepala Gakkum Sumatera Kementerian Kehutanan, untuk meminta klarifikasi terkait SK Datin yang diterbitkan bagi beberapa pengusaha itu, "tetapi pihak Kementerian Kehutanan belum memberikan jawaban atas pertanyaan kami," kata dia. (*).

Tags : perkebunan kelapa sawit, riau, perkebunan sawit di kawasan hutan, perkebunan sawit beroperasi tanpa izin, lingkungan, alam, News Daerah,