
PEKANBARU - Besaran iuran sampah sebesar Rp20 ribu dikeluhkan sebagian masyarakat Pekanbaru menjadi sorotan.
"Iuran sampah Rp 20 ribu dirasakan mencekik leher."
"Jadi yang dipungut sama masyarakat itu, itu iuran. Iuran itu apa, iuran itu, itu yang disepakati sama masyarakat. Nah yang disepakati sama masyarakat itu apa, sudah disetujui RT RW nya dan tokoh masyarakatnya. Kalau dia tidak disetujui RT RW, berarti itu bisa dibilang tidak ada mufakat mereka," kata Plt Kepala DLHK Kota Pekanbaru, Reza Aulia Putra.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru menjelaskan bahwa besaran iuran tersebut, yang dipungut langsung oleh Lembaga Pengelola Sampah (LPS), sebelumnya telah disepakati oleh RT/RW beserta tokoh masyarakat setempat.
Reza Aulia Putra, menegaskan bahwa pungutan yang dilakukan oleh LPS bukanlah retribusi, melainkan iuran.
Reza mengungkapkan bahwa selama ini, pungutan sampah banyak dilakukan oleh angkutan mandiri, dan uang tersebut tidak masuk ke Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru.
"Permasalahannya kan begini, selama ini banyak mandiri yang mengambil (iuran sampah), bukan LPS. Selama ini mandiri yang mengambil, mereka (masyarakat) bayar berapa, Rp15 ribu sampai dengan Rp20 ribu, kurang lebih sama kan," jelas Reza.
"Jadi mandiri yang mengambil itu, itu tidak masuk sedikitpun atau satu rupiah pun ke retribusi, ke pemko. Nah LPS inilah yang memungut iuran itu, nanti merekalah yang membayarkan retribusi kepada Pemko," sebutnya.
Dengan adanya LPS, menurut Reza, akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di kelurahan, serta meningkatkan retribusi kota Pekanbaru.
Anggaran dari retribusi tersebut nantinya akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan berbagai infrastruktur.
Menanggapi isu liar yang beredar, Reza kembali menegaskan perbedaan antara iuran dan retribusi.
"Nah, banyak isu-isu liar diluar, dibilang LPS memungut retribusi terlalu tinggi, bukan retribusi yang dia (LPS) pungut, itu iuran yang dibayar diakhir bulan, bukan dimuka di bayar. Itu salah persepsi. Kalau retribusi itu sudah ada ketetapannya. Kalau LPS yang mengambil retribusi itu salah, mereka itu mengambil iuran," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa yang membayarkan retribusi kepada Pemko bukanlah warga secara langsung, melainkan LPS berdasarkan hitungan tonase sampah.
"Jadi yang membayarkan retribusinya itu bukan warga, tetapi LPS lah yang membayarkan retribusinya. Nanti kita siapkan tonase, hitungan tonase dia, 100 rupiah perkilonya," imbuhnya.
Reza menegaskan bahwa tugas LPS diatur dalam Permendagri Nomor 33 Tahun 2010 tentang tugas pokok dan fungsi LPS.
"LPS ini resmi, ada dasar hukumnya. Disitu ada Perwako, ada Perda dan Permendagri Nomor 33, disitu jelas tugas LPS itu seperti apa," jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Nurul Ikhsan, mengimbau masyarakat untuk mulai beradaptasi dengan sistem baru pengelolaan sampah yang akan dijalankan oleh LPS Kelurahan dalam waktu dekat.
“Kami minta masyarakat tidak lagi menumpuk sampah di tempat pembuangan sementara (TPS) liar atau pinggir jalan. Cukup letakkan kantong plastik sampah di pagar rumah, agar mudah dijangkau petugas,” ujar Nurul, Minggu (15/6).
Menurutnya, LPS akan segera beroperasi penuh untuk melayani pengangkutan sampah dari rumah ke rumah warga di seluruh kelurahan yang ada di Kota Pekanbaru.
Langkah ini diyakini akan memudahkan kerja petugas dan mengefisienkan waktu serta tenaga, sekaligus menjaga lingkungan tetap bersih dan bebas dari bau tidak sedap akibat penumpukan sampah.
Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru telah membentuk 83 LPS, sesuai jumlah kelurahan yang ada. Awalnya, operasional penuh LPS direncanakan mulai 2 Juli 2025. Namun, seiring diputusnya kontrak dengan pihak ketiga, PT EPP, seluruh LPS akan segera berfungsi.
Sesuai ketentuan, wilayah kerja LPS mencakup seluruh kawasan permukiman warga. Sementara sampah dari jalan protokol, ruko, dan area komersial tetap menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru.
“Jika sistem ini berjalan baik, maka persoalan tumpukan sampah dan keberadaan TPS ilegal bisa teratasi. Tidak perlu lagi TPS liar karena sampah langsung diambil dari rumah masing-masing,” kata Nurul.
Meski masa transisi masih berjalan, tumpukan sampah masih terlihat di sejumlah titik. Namun DPRD menilai progres penanganan sudah menuju arah yang lebih baik. Nurul juga menekankan pentingnya DLHK Pekanbaru untuk lebih fokus pada aksi nyata ketimbang terlalu banyak membuat konsep.
“Petakan wilayah kerja dan susun jadwal dengan cermat, agar semua kelurahan terlayani dengan optimal. Masyarakat tinggal mengikuti panduan dari LPS atau DLHK,” tutupnya. (rp.elf/*)
Editor: Elfi Yandera
Tags : sampah, pengelolaan sampah, iuran sampah, pekanbaru, iuran sampah mencekik leher, warga keluhkan iuran sampah, News Kota,