PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Riau Edy Natar Nasution, 31 Desember 2023, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, SF Hariyanto, mengajak seluruh masyarakat Riau agar tetap tenang dan menjaga kondusifitas, agar tidak terbawa isu-isu tentang penunjukan Penjabat (Pj) Gubernur Riau.
Beberapa hari belakangan ini, di Kota Pekanbaru, Riau, isu calon Pj Gubernur Riau, sempat menjadi perbincangan hangat di beberapa kalangan media massa. Menurut Sekda SF Hariyanto, siapapun yang terpilih menjadi Pj Gubernur Riau harus sama-sama dihormati.
"Mari kita sama-sama menjaga kondusifitas di Riau. Jangan gara-gara Pj Gubernur kita terpecah belah. Siapapun yang ditunjuk pemerintah pusat, mari kita hormati dan dukung untuk pembangunan Riau lebih baik. Mari kita jaga kondusifitas di negeri kita ini," ujar SF Hariyanto, Kamis (21/12).
Dijelaskan Sekda SF Hariyanto, Pemerintah Pusat tentu sudah memiliki penilaian dan menisme terhadap masing-masing calon Pj Gubernur yang diusulkan. Perbedaan pandangan maupun dukungan terhadap calon Pj Gubernur Riau, merupakan hal yang wajar. Namun ia mengingat jangan hanya persoalan perbedaan pendapat masyarakat terpecah belah.
"Pemerintah pusat pasti sudah penilain dan kreteria calon Gubernur Riau. Karena itu, masyarakat harus tetap sabar dan tunggu proses dari pusat. Perbedaan pilihan wajar. Kita sebagai orang Melayu Riau harus saling menghargai, dan menghormati perbedaan," kata Sekda.
Lebih jauh dikatakan SF Hariyanto, Riau masih banyak tantangan ke depan yang harus dibenahi. Untuk itu, ia mengajak tokoh masyarakat dan masyarakat untuk saling menjaga dan menyejukan.
"Kalau kita saling gaduh bagaimana kita mau membangun Riau kedepan. Apalagi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Riau 2024 sebentar lagi akan dilaksanakan. Kemudian kita juga akan menghadapi Pemilu Serentak 2024," sebutnya.
Sementara Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Tingkat I, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Riau, Larshen Yunus berpendapat syarat menjadi kepala daerah yang pasti adalah orang tersebut harus Warga Negara Indonesia, selain itu tentu harus memenuhi persyaratan lainya.
"Bagi kita, siapapun yang ditunjuk sebagai Penjabat [PJ] Gubri, itu adalah pilihan yang terbaik. Karena memang sudah melalui spesifikasi dan ketentuan.
Menurutnya, siapapun nantinya terpilih PJ Gubri maka berhak memimpin suatu daerah.
Haruskah calon kepala daerah putra daerah?
Larshen Yunus menjawab pertanyaan ini bahwa, pelu dipahami terlebih dahulu mengenai arti dari kepala daerah.
"Kepala daerah adalah kepala pemerintahan daerah, untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut wali kota," kata dia.
Menurutnya, untuk menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati maupun wali kota dan wakil walikota, diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum [KPU].
"Calon perseorangan ini hendaknya didukung oleh sejumlah orang sebagaimana diatur di dalam Pasal 41 UU 10/2016 jo. Putusan MK No. 54/PUU-XIV/2016," kata Larshen Yunus yang juga menjabat sebagai Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik [HMPB] Satya Wicaksana ini.
Jadi selain syarat menjadi kepala daerah yang pasti adalah orang tersebut harus Warga Negara Indonesia. Tetapi calon kepala daerah yang dipilih ini harus memenuhi persyaratan antara lain;
Jadi menurutnya, berdasarkan syarat menjadi kepala daerah yang disebutkan di atas, tidak disebutkan satu ketentuan pun mengenai kewajiban calon kepala daerah merupakan putra daerah. Sehingga, secara umum, kepala daerah tidak harus putra daerah.
Menurutnya, putra daerah artinya seseorang yang dilahirkan dari daerah tersebut dan mereka yang tidak lahir di daerah tersebut tetapi memiliki orang tua yang berasal dari daerah tersebut.
"Ada aturan khusus mengenai syarat kepala daerah harus putra daerah, terutama di daerah dengan otonomi khusus dan diatur secara spesifik dalam undang-undang."
Dasar Hukum:
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang dan diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemeirntah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XIV/2016;
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XIV/2016;
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019.
(*)
Tags : jabatan gubri, jelang berakhir jabatan gubri, sekdaprov sf hariyanto, News,