
"Sejumlah jemaah haji Indonesia menilai pelayanan haji pada tahun ini kacau dan lebih buruk dibanding tahun lalu"
ara jemaah haji banyak yang memprotes pelayanan transportasi bus hingga jadwal kegiatan yang dinilai amburadul, malah Kemenag mengeklaim pelaksanaan haji tahun 2025 ini "lebih baik", walaupun masih ditemukan masalah.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi membagikan momen perjuangan jemaah haji Indonesia saat perjalanan dari Muzdalifah ke Mina.
Ia memperlihatkan ribuan jemaah berjalan kaki lantaran bus yang seharusnya mengangkut mereka mengalami kemacetan parah.
Momen ini dibagikan Imam Nahrawi di Instagram.
Dalam video yang diunggahnya, Imam Nahrawi yang juga melaksanakan ibadah haji terlihat ikut jalan kaki bersama jemaah haji lainnya.
"Inilah penampakan di Muzdalifah, pagi ini jam 5. Seluruh jamaah Indonesia jalan kaki dari Muzdalifah ke Mina karena bis yang ngangkut jamaah ini sudah stuck," ujar Imam, Minggu (8/5).
Kondisi ini membuat jemaah harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dengan berjalan kaki di tengah kepadatan dan kelelahan setelah menjalani wukuf di Arafah.
Imam Nahrawi juga menyampaikan doa dan harapan bagi seluruh jemaah haji Indonesia.
"Ya Allah, ridhoi kami, ikhlaskan kami. Lindungilah kami, selamatkan, sehatkan, dan panjangumurkan seluruh jamaah haji Indonesia," doa Imam saat merekam kondisi di lapangan.
Dalam video berdurasi singkat itu, tampak lautan manusia berjalan di sepanjang jalur Muzdalifah menuju Mina.
Imam menyebut bahwa tidak ada opsi lain karena kendaraan tidak bisa melanjutkan perjalanan.
"Karena bis berhenti, stuck, tidak ada angkutan. Kalau tidak ada angkutan, tidak bisa berjalan. Maka seluruh jemaah haji ini memutuskan turun dari bis dan melanjutkan dengan jalan kaki," tuturnya.
Perjalanan dari Muzdalifah ke Mina menjadi bagian penting dari rangkaian ibadah haji.
Jamaah biasanya menempuh jarak sekitar 5-7 kilometer, baik menggunakan kendaraan maupun berjalan kaki, tergantung kondisi di lapangan.
"Musim Haji 2025 ini banyak cerita dan berita, semoga jamaah haji Indonesia sabar, ikhlas dan mabrur semuanya. Semoga tahun depan ada perbaikan mendasar, agar keikhlasan jemaah haji Indonesia ini disertai dengan kualitas diplomasi yang lebih terhormat," beber Imam Nahrawi.
"Terima kasih kepada seluruh petugas haji Indonesia yang pengorbanan dan perjuangannya benar-benar kami rasakan. Oiya, apakah akan ada Pansus di DPR-RI ? Kita tunggu saudara-saudara. Allahumma Sholli Alaa Sayyidina Muhammad," tukasnya.
Unggahan Imam Nahrawi ini menuai perhatian warganet.
Mereka turut mendoakan keselamatan dan kesehatan seluruh jamaah haji Indonesia yang tengah menjalani puncak ibadah haji.
'Pelayanan haji pada tahun ini kacau'
Masalah ini muncul ke permukaan setelah sebagian jemaah haji Indonesia mengeluhkan berbagai masalah yang mereka hadapi di media sosial.
Salah satu yang dimasalahkan adalah pelayanan transportasi bus.
Mereka mengaku ada jemaah haji Indonesia yang "terpaksa turun dari bus dan berjalan kaki" lantaran macet parah di jalur Muzdalifah menuju Mina.
Selain pelayanan bus dan jadwal itu tadi, sebagian jemaah mengaku tidak kebagian tenda saat hendak melaksanakan wukuf di Arafah.
"Pelayanan pelaksanaan hajinya ini jadi kacau," kata Ivo Kristanto, salah seorang jemaah haji asal Sragen, Jawa Tengah.
Komisi Nasional Haji (KNH) mengaku pihaknya juga menemukan persoalan yang sama pada pelaksanaan haji pada 2025 ini.
Ketua KNH, Mustolih Siradj menilai "kualitas pelayanan [haji] ini mengalami kemunduran yang sangat jauh" dibanding tahun-tahun sebelumnya yang merugikan jemaah.
"Nah kenyamanan ini saya kira hilang," katanya.
Ia menilai pangkal masalah pelayanan itu ada pada sistem multi perusahaan atau multi syarikah.
Mustolih menagih pertanggungjawaban pemerintah Indonesia sebagai pihak yang berkontrak dengan perusahaan lokal yang memfasilitasi para jemaah.
"Pemerintah sebagai pihak yang berkontrak dengan syarikah apakah cuma statement-statement doang, atau kemudian ada tindakan konkret?" katanya.
Pemerintah Indonesia tidak menutup mata ada masalah pada ketersediaan bus yang mengantar para jemaah dari Muzdalifah ke Mina.
Mereka juga tidak memungkiri ada persoalan tenda saat hendak melaksanakan wukuf di Arafah, yang merupakan puncak ibadah haji.
Namun, secara umum Kementerian Agama mengeklaim bahwa pelaksanaan haji tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
"Alhamduillah secara umum pelaksanaan ibadah haji tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya, dilihat dari segi fasilitas yang disiapakn Saudi Arabia termasuk kemah, dan juga air, lalu jumlah kematian berkurang, karena bertambah rumah sakit dan klinik-klinik di beberapa tempat," kata Menteri Agama Nazarudin Umar , Sabtu (07/06), seperti dikutip dari Antara.
Rebutan bus
Jemaah haji Indonesia menunggu bus shalawat di terminal.
Salah seorang jemaah haji asal Indonesia, Ivo Kristanto, mengaku awalnya perjalanan ibadah ini berjalan lancar.
Namun, ia menceritakan masalah muncul ketika dirinya dan jemaah lain masuk ke Muzdalifah.
Muzdalifah adalah tempat di antara Mekkah dan Mina. Muzdalifah merupakan wilayah yang wajib didatangi, selepas jemaah melaksanakan wukuf yang merupakan puncak ibadah haji di Arafah.
Di sini para jemaah melaksanakan salat Maghrib dan Isya yang digabung dan bermalam.
Di Muzdalifah para jemaah mengumpulkan batu yang akan digunakan untuk melempar jumrah – sebagai simbol melawan godaan setan - di Mina.
Ivo mengaku bahwa para jemaah saat hendak pergi ke Mina dibebaskan memilih bus tanpa aturan yang jelas.
"Mau keluar [Muzdalifah] itu rebutan [bus] itu," kata Ivo yang merupakan kelompok terbang atau kloter asal Sragen, Jawa Tengah, Minggu (08/06).
"Nah terjadilah sampai di Mina itu berpisah-pisah antara kelompok," tambahnya.
Ivo mengaku dirinya termasuk beruntung lantaran dapat naik bus untuk menuju Mina.
Namun dia sempat menyaksikan sebagian jemaah lain yang memilih jalan kaki karena tak kebagian kendaraan angkut.
Jarak antara Muzdalifah ke Mina sekitar tiga hingga lima kilometer, tergantung jalur yang ditempuh.
Dalam perjalanan, Ivo juga mengaku bahwa supir bus yang ia tumpangi sempat ditegur oleh petugas syarikah atau perusahaan pelayanan haji, kala terjadi kemacetan parah.
"Antara supir dengan petugas syarikah itu cek cok disitu. Saya tidak tahu bahasanya apa akhirnya tetap diarahkan untuk putar-putar saja di [sekitar] situ karena memang jalannya macet," katanya.
Dihadapkan masalah kemacetan ini, Ivo dan sejumlah jemaah memilih melanjutkan perjalanan ke Mina dengan berjalan kaki.
Ia bercerita para jemaah lansia dan mereka yang tergolong berisiko karena kondisi fisik atau memiliki riwayat penyakit bertahan di bus yang terkena macet selama berjam-jam.
Ivo mengatakan seorang jemaah berusia 60-an tahun dari kloternya, yang menurutnya hanya memiliki masalah di kaki, akhirnya meninggal dunia saat sampai di Mina setelah terjebak macet selama berjam-jam.
"Sampai ke tenda itu dia harus mengalami fase kedaruratan sehingga meninggal dunia," kata Ivo yang belum mengetahui penyebab jelas kematian sang jemaah.
Apakah pangkal masalahnya ada pada sistem Syarikah?
Justru masalah lain yang juga dihadapi oleh parah jemaah, menurut Ivo, adalah ketidakejelasan jadwal kegiatan.
Ivo menjelaskan bahwa pemberitahuan soal jadwal kegiatan sedianya disampaikan syarikah kepada jemaah lewat petugas haji yang disiapkan Kementerian Agama.
Namun, informasi seputar jadwal kegiatan syarikah kerap kali tanpa rincian waktu yang jelas. Kondisi semakin runyam ketika syarikah sewaktu-waktu mengubah jadwal kegiatan.
"Komunikasi antara kloter dengan syarikat itu tidak bagus, jadwalnya tidak pasti, berubah-rubah, sehingga kita sebagai jemaah itu juga merasa tidak ada pegangan," kata Ivo.
"Pelayanan pelaksanaan hajinya ini jadi kacau," tambahnya.
'Petugas lapangan pasti kewalahan'
Lia yang ikut membantu pelaksanaan haji juga mengungkapkan masalah yang dialami para petugas haji.
Lia bukan nama sebenarnya dan ingin namanya tak diungkap demi keamanannya.
Dia mengaku permasalahan sudah terjadi sejak jemaah haji tiba di Arab Saudi.
Ia menceritakan bagaimana para jemaah yang mendapati koper-koper mereka tidak sampai di sektor mereka menginap.
"Akibatnya petugas di Makkah mesti membuat satgas koper. Satgas khusus yang bagi-bagikan koper jemaah yang tertinggal," kata Lia.
Jamaah calon haji Indonesia berjalan menuju bus yang akan membawa mereka ke Arafah di Makkah, Arab Saudi.
Di Mekkah, tempat bermalam para jemaah haji ini dibagi dalam 10 sektor.
Selain itu, banyak pula jemaah haji yang hadir di Mekkah tidak sampai di sektor penginapan mereka menginap.
Ini yang membuat petugas lapangan Indonesia harus mengantar para jemaah ke sektor penginapan yang sudah ditentukan
'Kemunduran dibanding tahun sebelumnya'
Ketua Komisi Haji Mustolih Siradj menilai pelayanan haji 2025 mengalami "kemunduran yang sangat jauh dibanding tahun-tahun sebelumnya."
"Biasanya pemberangkatan dari tanah air menuju Tanah Suci itu dalam beberapa tahun terakhir itu hampir tidak ada [masalah]," kata Mustolih, Minggu (08/06).
Mustolih mengungkapkan masalah mulai terjadi saat pemberangkatan.
Menurutnya, banyak jemaah yang seharusnya berada dalam satu kelompok, namun terpecah karena mendapat jadwal penerbangan yang berbeda.
"Bahkan antara anak dan orang tua itu yang tadinya harusnya bersama-sama dalam prakteknya itu kemudian terpecah ada yang berangkat duluan, ada yang belakangan," kata Mustolih.
"Sehingga sampai di sana namanya jemaah haji kan ada yang baru ke luar negeri bahkan baru sampai di Arab Saudi mereka panik," ujarnya.
Multisyarikah
Salah satu pangkal masalahnya, menurut Mustolih, terletak pada pelaksanaan sistem multisyarikah atau multi perusahaan yang membantu fasilitasi para jemaah.
Seperti diketahui sistem multisyarikah ini diterapkan pertama kali digelar tahun ini.
Dalam sistem ini, pemerintah Indonesia menggandeng delapan perusahaan fasilitator lokal dari Arab Saudi.
Kementerian Agama sempat menyatakan sistem multisyarikah ini dipakai untuk memudahkan pengendalian, koordinasi, dan memberi respons cepat terhadap kebutuhan jemaah.
Namun, masalahnya ketika sistem ini dijalankan justru bermasalah di lapangan.
Ia mendeskripsikan bahwa masalah multisyarikah ini di lapangan terjadi ketika dalam satu keluarga yang bisa tercerai berai karena masing-masing anggotanya dilayani syarikah yang berbeda.
Ini menyebabkan anggota keluarga bisa menginap di hotel yang berbeda, karena ditangani syarikah yang berbeda.
"Kondisi itu kemudian berpengaruh pada kenyamanan dan konsentrasi jemaah menghadapi puncak ibadah," kata Mustolih.
Mustolih mengatakan pihak pemerintah perlu bertindak tegas atas permasalahan yang dialami para jemaah.
Ia mencontohkan bahwa pemerintah seharusnya menuntut kompensasi atau wanprestasi atas kelalaian yang disebabkan oleh para syarikah.
Pertanggungjawaban ini menurutnya penting karena para jemaah sudah mengeluarkan uang untuk melaksanakan haji.
Petugas membantu seorang calon haji masuk ke dalam bus.
"Kita sudah mempercayai pemerintah kan untuk berkontrak dengan syarikah," katanya.
Menurutnya penting agar pemerintah mengajukan nota keberatan, somasi, atau bahkan langkah hukum guna meminta pertanggungjawaban jemaah yang sudah dirugikan.
"Pemerintah sebagai pihak yang berkontrak dengan syarikah apakah cuma statement-statement doang, atau kemudian ada tindakan konkret?" katanya.
Di tengah gelombang masalah yang mengemuka, Menteri Agama Nazarudin Umar sempat mengeklaim bahwa pelaksanaan haji 2025 "lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya".
Menurutnya fasilitas yang disediakan bagi jemaah memadai.
Meski begitu, sebelumnya pemerintah Indonesia sempat meminta maaf perihal masalah ketersediaan bus yang membawa jemaah dari Muzdalifah menuju Mina. Hal ini yang menyebabkan keterlambatan jemaah sampai di Mina.
"Sebagai penanggung jawab Petugas Penyelenggara Ibadah Haji, kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan jemaah," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief di Mekkah (07/06).
Sementara itu, petugas penyelenggara ibadah haji Indonesia di Mekkah juga sempat meminta maaf atas para jemaah yang tidak kebagian tenda saat wukuf di Arafah.
"Atas nama Ketua PPIH [Petugas Penyelenggara Ibadah Haji] Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jemaah haji Indonesia," terang Muchlis M Hanafi di Makkah, Sabtu (07/06).
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad akhir Mei 2025 lalu sempat menyatakan "perlunya peninjauan ulang terhadap sistem yang kini digunakan."
Ribuan jemaah haji muslim berjalan melalui lembah Mina.
Ratusan jemaah haji wafat
Musim haji 1446 Hijriah kembali menyisakan duka bagi umat Muslim Indonesia.
Hingga Minggu, 8 Juni 2025, Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat sebanyak 175 jemaah haji Indonesia wafat selama menjalankan ibadah haji di Tanah Suci.
Dari jumlah tersebut, 170 jemaah merupakan peserta haji reguler, sementara lima lainnya berasal dari jemaah haji khusus.
Para jemaah yang meninggal dunia telah dimakamkan sesuai prosedur yang berlaku di Arab Saudi.
Sebagai informasi, enam jemaah haji asal Riau dilaporkan wafat selama pelaksanaan ibadah haji, termasuk pada hari pertama tasyrik.
Jemaah terbaru yang menghembuskan napas terakhir adalah Irfanuddin bin Mahmud Syukur (82 tahun), yang meninggal dunia pada Sabtu, 7 Juni 2025, pukul 16.15 Waktu Arab Saudi.
Almarhum wafat di tenda K.004, Maktab BTG 63 Mina. Ia berasal dari Desa Alah Air, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan tergabung dalam Kloter BTH-09 dengan nomor porsi 04000100791.
Berikut daftar lengkap tujuh jemaah haji asal Riau yang telah wafat di Tanah Suci hingga hari ini:
Pihak penyelenggara haji Indonesia melalui petugas kloter dan tenaga kesehatan terus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah, termasuk dalam penanganan jemaah yang wafat.
Pemerintah juga mengimbau agar seluruh jemaah tetap menjaga kondisi kesehatan, mengingat padatnya aktivitas ibadah di tengah suhu tinggi selama puncak haji.
Masalah pelayanan ibadah haji yang terus berulang saban tahun seperti tenda yang kelebihan kapasitas tidak bisa dimaklumi lagi dengan dalih apapun, menurut cendekiawan Islam Lies Marcoes.
Menurutnya pemerintah Indonesia harus menghitung ulang daya tampung dengan kemampuan dalam melayani para jemaah sehingga tidak kolaps.
Di media sosial viral sebuah video yang memperlihatkan sejumlah jemaah dari Jawa Barat memprotes kondisi tenda di Mina, Arab Saudi.
Disebutkan tenda itu tidak mampu menampung jumlah jemaah hingga akhirnya beberapa terpaksa tidur di lorong-lorong di antara tenda.
Juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie, mengakui adanya persoalan itu, namun klaimnya hal tersebut tak bisa terhindarkan lantaran wilayah Mina yang terbatas.
Seorang jemaah haji, Fauziah, mengatakan alangkah baiknya jika fasilitas diperbaiki. Pasalnya dia menyaksikan sendiri banyak jemaah yang pingsan di Mina gara-gara sesak dan kepanasan.
Apa saja persoalan dalam pelayanan haji tahun ini?
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 mendapat sorotan setelah video viral di sosial media X memperlihatkan sejumlah jemaah haji dari Kota Bogor, Jawa Barat, protes soal kondisi tenda di kawasan Mina.
Pasalnya di dalam tenda berukuran 10x12 meter itu para jemaah nampak berdesak-desakan. Mereka tidur saling berhimpitan satu dengan yang lain.
Saking tidak muatnya, puluhan jemaah akhirnya tidur di lorong di antara tenda beralaskan kasur tipis.
Ditambah lagi air conditioner (AC) yang tidak berfungsi di beberapa tenda.
Selain soal tenda yang kelebihan kapasitas, tim pengawas haji DPR juga menemukan persoalan lain seperti banyak toilet yang mampet dan tidak ada air.
Kemudian adanya makanan untuk jemaah yang dianggap kurang layak karena tak diberi sayuran dan hanya ada lauk ikan sebagai protein.
'Jemaah banyak yang pingsan karena sesak dan kepanasan di tenda'
Seorang jemaah dari Jakarta, Fauziah, membenarkan kondisi tersebut.
Ia bercerita perjalanan haji tahun ini adalah pengalaman pertamanya ke Mekkah.
Sesampainya di sini, dia bersama suami mengaku harus beradaptasi dengan cuaca panas yang luar biasa menyengat.
Itu kenapa para jemaah disarankan oleh petugas medis agar sering-sering minum air demi menghindari heatstroke.
"Karena sering minum itu, saya jadi lebih sering ke kamar mandi," ucap perempuan 52 tahun ini, Selasa (18/06).
Hotel yang ditempati Fauziah di Mekkah cukup nyaman.
Satu kamar diisi lima orang.
Fasilitas seperti air bersih dan pendingin udara atau AC semuanya berfungsi.
"Mulai ada kendala itu di Arafah, jadi karena berangkatnya pagi-pagi belum sempat sarapan karena dibilang nanti sarapan di Arafah, eh tahunya sampai di sana siang jadi tidak sempat sarapan."
"Sampai siang, juga belum ada makanan. Kami nungguin makan baru dapat malam, jadi orang-orang di tenda pada lapar."
Di Arafah, sambungnya, tenda untuk kloternya yang berjumlah 300 orang lebih, terbilang bagus. Satu orang dapat satu kasur.
Meskipun untuk urusan toilet, selalu saja mengantre panjang dan kurangnya tempat sampah sehingga kotoran bertebaran di mana-mana.
"Sampai ada yang enggak tahan, kencing di luar. Untungnya kami siapkan pampers dewasa. Jadi ke toilet untuk ganti pampers dan bersih-bersih."
"Mau siang atau malam, sama saja antrenya lama."
Ketika hendak ke kawasan Muzdalifah, Fauziah dan rombongan harus mengantre bus jemputan. Satu kloter, katanya, hanya disediakan dua bus.
Waktu menunggu bus itulah, memakan waktu cukup lama kira-kira sampai satu jam. Saking lamanya dia sempat mencari tempat untuk duduk.
"Kalau bisa busnya ditambah," harapnya.
Lelah dalam perjalanan dan menjalani ibadah, Fauziah tiba di Mina.
Namun sesampainya di tenda, rupanya sebagian sudah terisi oleh jemaah dari kloter wilayah lain -terutama yang lansia atau sakit.
"Jadi begitu datang, sudah sempat terisi. Padahal kapasitas tenda di Mina lebih kecil, jadi numpuk-numpuk, bahkan ada yang tidak dapat [kasur]."
Petugas yang menjaga para jemaah, katanya, sampai menganjurkan agar dua kasur dipakai untuk tiga orang. Sementara satu kasur saja, hanya muat untuk satu orang.
Karena sudah kelebihan kapasitas, ada jemaah yang terpaksa tidur di luar tenda.
"Banyak yang tidur di lorong dan banyak juga yang pingsan karena kepanasan di tenda, soalnya penuh banget."
"Saya kebetulan langsung tidur, berusaha tidur, sudah malam juga. Badan enggak bisa kayak bolak-balik, jadi selonjoran aja."
Secara keseluruhan, Fauziah bilang pelayanan ibadah haji memuaskan. Meskipun jika fasilitas diperbaiki akan lebih baik lagi.
Sebelum berangkat, katanya, dia diajarkan untuk banyak bersabar, tidak banyak mengeluh, atau protes bahkan marah. Sebab haji merupakan perjalanan spiritual yang menempa jiwa agar tidak mudah emosi.
"Kalau ada perbaikan, silakan ditambah lagi, Tapi Insyaallah kami merasa ini yang terbaik dalam menyelenggarakan rangkaian haji dan Insyallah puas dengan pelayanan yang diberikan."
Apa penyebabnya?
Juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie, tak membantah adanya persoalan dalam pelayanan ibadah haji tahun ini seperti makanan yang disebut basi dan kelebihan kapasitas di dalam tenda.
Soal makanan, dia menjelaskan itu disebabkan jemaah tidak mengonsumsi makanannya tepat waktu.
"Tiap makanan biasanya ada waktu konsumsinya. Kalau pagi dari jam 07:00 sampai 09:00 waktu setempat. Ada jemaah yang makan setelah waktu itu, akhirnya dibilang basi..." ujar Anna Hasbie, Selasa (18/06).
Sementara soal AC yang tidak berfungsi, diakuinya ada yang karena rusak dan ketidaktahuan jemaah menggunakan barang tersebut.
"Ada yang mengeluh tenda panas, ternyata blowernya mati, tapi AC nyala. Kemudian di Mekah, jemaah mengadu AC mati, ketika dikonfirmasi ada jemaah yang salah menyetel remote. Itu banyak, jadi jemaah sudah emosi, tapi ada kesalahpahaman."
Mengenai dua hal tadi, Anna mengeklaim masalahnya bisa diselesaikan saat itu juga alias tidak merembet ke banyak tempat.
"Objektifnya ada 241.000 jemaah, kalau makanan betul basi semua, pasti ramai. Ini kan kasuistik. Begitu juga AC masalahnya bukan tidak dibetulkan dan tidak berhari-hari mati... tapi langsung ditangani."
Tapi terkait kelebihan kapasitas di sejumlah tenda di kawasan Mina dan Arafah, dia bilang persoalannya tak sesederhana itu.
Kelebihan kapasitas di Mina, menurutnya tak bisa terhindarkan lantaran wilayah yang sempit dan hanya bisa menampung sekitar 1,4 juta jiwa.
Itu mengapa tenda yang didirikan pun lebih kecil daripada di Arafah dengan kapasitas maksimal 100 orang untuk satu tenda.
Belajar dari tahun lalu, Kemenag pun memutuskan untuk mendirikan tenda-tenda untuk jemaah di dalam area Mina, bukan di perbatasan wilayah lain agar aktivitas ibadahnya sah secara fiqih.
"Di Mina daerahnya dipotong jalur jalanan, itu sebabnya tendanya lebih kecil. Apakah tidak bisa bikin tenda lain? Bisa, tapi apakah sah secara fiqih kalau dibikin tenda di luar Mina? Sementara sunnahnya, magrib harus di Mina."
"Kami bukan sedang membela diri, tapi kenyataan di lapangan seperti itu. Tiap tahun kami berusaha memperbaiki pelayanan, kayak transportasi dibilang terlambat, tapi dibanding tahun lalu, kali ini lebih tepat waktu."
Namun dugaannya, mengapa kelebihan kapasitas terjadi kemungkinan ada jemaah dengan visa non-haji "menyusup" di antara jemaah resmi.
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menduga hal yang sama.
Pihaknya menerima laporan dari jemaah bahwa tenda mereka dimasuki jemaah yang tidak dikenal dan tidak berdokumen resmi.
"Ini kami duga yang pakai visa non-haji berhasil menyusup ke arena haji dan dari negara lain juga bisa menerobos."
"Karena jemaah kita terkenal sopan, sehingga tidak ada sejarahnya ada orang asing mengusir."
"Jadi kalau ada orang Indonesia berhasil menggunakan visa non-haji dan masuk ke arena Arafah atau Mina, zalim itu, karena menyerobot tenda dan makanan yang resmi."
Terlepas dari itu semua, Komnas menilai penyelenggaraan ibadah haji tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
Dia pun mewanti-wanti sejak awal agar tragedi Muzdalifah di tahun 2023 tidak terjadi lagi -di mana ribuan jemaah kepanasan sehingga menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.
Adapun panitia penyelenggara di lapangan, klaimnya, cukup tanggap merespon keluhan para jemaah.
"Misalnya AC bocor, ada laporan kami terima dan kami adukan ke kepala daker, tertanggulangi sejauh ini."
"Sederhananya, persoalan AC rusak atau toilet antre, pasti akan ditemukan. Itu masalah khas, ketika ada ribuan bahkan jutaan orang berkumpul di satu waktu, ada kendala... tapi pandangan kami sepanjang tidak ada kasus kelaparan atau tragedi Muzdalifah, belum relevan."
"Kecuali ada unsur kelalaian atau keteledoran."
Umat Islam memanjatkan doa menjelang wukuf di Jabal Rahmah, Arafah, Makkah, Arab Saudi.
'Hitung ulang daya tampung dan kemampuan pemerintah'
Akan tetapi, cendekiawan Islam Lies Marcoes menilai masalah pelayanan ibadah haji yang terus berulang saban tahun seperti tenda yang kelebihan kapasitas tidak bisa dimaklumi lagi dengan dalih apapun.
Sebab bagaimanapun, pelayanan untuk jemaah harus diutamakan.
Pengalamannya berhaji, ada semacam keyakinan yang ditanamkan bahwa apa yang dialami di Tanah Suci adalah balasan atas apa yang dilakukan selama hidupnya.
Sehingga dampaknya, jemaah cenderung pasrah.
"Pemakluman itu masih langgeng, padahal ini soal pelayanan. Tidak ada hubungannya dengan nasib baik atau buruk," ujar Lies Marcoes.
Menurutnya sikap pemerintah yang terus menerus meminta penambahan kuota haji kepada pemerintah Arab Saudi, harus ditinjau ulang apakah sepadan dengan pelayanan yang diberikan.
Dan bukan untuk kepentingan bisnis semata.
Kalau permintaan ibadah haji yang semakin tinggi itu tak dibarengi dengan pelayanan yang maksimal, maka akhirnya muncul keluhan-keluhan dari jemaah.
"Jadi pemerintah harus menghitung ulang kebutuhan atau kemampuan pemerintah Saudi dalam melayani, dengan daya tampung tempatnya. Jangan minta tambahan kuota terus, tapi akhirnya kolaps."
"Ini kan seperti tidak ada solusi tapi terjadi setiap tahun. Maka pemerintah harus tegas, jatah kita sekian, dan jangan distop tapi buka pintu lain karena bisa bayar tinggi, enggak adil."
Ketua DPR, Puan Maharani, mengatakan pihaknya menyiapkan panitia khusus (Pansus) untuk mengevaluasi pelaksanaan ibadah haji 2024-2025.
Kata Puan, pansus dibentuk untuk mengevaluasi pelayanan kualitas haji.
Meskipun pelaksanaan ibadah haji tahun ini disebut lebih kondusif dibandingkan tahun lalu.
Akan tetapi, evaluasi secara komprehensif tetap diperlukan agar kualitas ibadah haji ke depannya semakin baik.
Apalagi Timwas Haji DPR masih menemukan banyak kebijakan yang perlu perbaikan guna meningkatkan kualitas pelayanan haji.
Beberapa aspek yang menjadi perhatian Timwas Haji DPR, di antaranya terkait dengan manajemen kuota haji, petugas haji, dan anggaran haji.
Staf Khusus Menteri Agama Bunyamin M. Yafid (kedua kiri) didampingi Kabid Pelindungan Jemaah (Linjam) PPIH Arab Saudi Harun Arrasyid (kedua kanan) berbincang dengan petugas Syarikah di kompleks tenda yang akan digunakan jemaah calon haji Indonesia di Mina, Makkah, Arab Saudi, Kamis (15/05)
"DPR RI akan mendengar laporan resmi dari Timwas Haji. Dan tentunya kami DPR akan mendukung langkah-langkah yang harus dilakukan sepanjang untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan efisiensi pelaksanaan ibadah haji," kata Puan seperti dilansir dari Antara.
Menanggapi pansus ini, Juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie, mengatakan bakal mendukung asalkan masalah-masalah yang ditemukan timwas "tidak kasuistik" saja.
"Itu hak DPR kalau ada pansus, tapi levelnya harus kebijakan, misalnya kuota atau masalah ada jemaah yang visanya non-haji. Enggak kasuistik kayak makanan yang hanya satu atau dua kasus."
"Kalau AC mati kan kasuistik."
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, juga menilai pembentukan pansus belum mendesak dilakukan kecuali ada peristiwa besar yang menyebabkan ratusan jemaah meninggal seperti tragedi Muzdalifah pada tahun lalu.
Untuk diketahui, jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di musim haji 2024 mencapai 136 orang. Tiga di antara jemaah yang meninggal dunia karena heatstroke.
Sementara jemaah haji yang sakit pada tahun ini cenderung menurun dibandingkan tahun lalu. (*)
Tags : jemaah haji, jemaah haji keluhkan pelayanan, pelayananan haji lebih buruk dibandingkan tahun 2024, islam, muslim, arab saudi, indonesia, mekah, kesehatan, tgransportasi, tenda haji, agama,