Riau   2024/05/26 10:56 WIB

Jembatan Panglima Sampul yang Dibangun Sejak Kepulauan Meranti Dimekarkan Ambruk, 'Warga Mulai Kesulitan Selusuri Sungai Perumbi'

Jembatan Panglima Sampul yang Dibangun Sejak Kepulauan Meranti Dimekarkan Ambruk, 'Warga Mulai Kesulitan Selusuri Sungai Perumbi'

MERANTI, RIAUPAGI.COM - Jembatan Panglima Sampul yang menghubungkan Desa Alai dengan Desa Gogok Darussalam di Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti, roboh pada Rabu sekitar pukul 11.10 WIB.

"Sebelum ambruk, terdengar suara retakan jembatan hingga memutus akses utama warga antara kedua desa."

"Sebelum ambruk, jembatan berbunyi. Kami langsung melarang warga agar tak melintas di atasnya," kata Kepala Desa Alai, Jonnedy, kepada wartawan.

Jonnedy menjelaskan bahwa beberapa saat sebelum jembatan ambruk, terdengar bunyi pecah atau retak yang menarik perhatian warga sekitar.

Ia menambahkan, pergeseran antara badan jembatan dengan akses penghubung ke bagian sisi kiri dan kanan semakin melebar setelah bunyi tersebut. Akhirnya, jembatan itu ambruk ke laut.

"Beruntung tak ada korban jiwa. Cuma, akses kita ke kota menjadi sangat jauh," ujar Jonnedy.

Dengan robohnya jembatan ini, warga Desa Alai kini harus mengambil rute yang lebih panjang untuk mencapai Desa Gogok Darussalam dan kota Selatpanjang.

Rute alternatif ini melibatkan perjalanan melalui lima desa yakni Batangmalas, Tenan, Maini Darul Aman, Mantiasa, dan baru kemudian ke Desa Gogok.

Perjalanan yang biasanya memakan waktu satu jam kini menjadi lebih lama.

Jembatan Panglima Sampul merupakan jalur penting bagi warga setempat untuk melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk bekerja dan bersekolah.

Dengan putusnya akses ini, warga dihadapkan pada tantangan logistik yang signifikan.

Otoritas setempat diharapkan segera mengambil tindakan untuk memperbaiki jembatan dan memulihkan akses antara kedua desa. 

Jembatan yang terletak di Sungai Perumbi Kecamatan Tebingtinggi Barat itu merupakan akses terdekat menuju kota ataupun sebaliknya.

"Itu jembatan di kabupaten meranti yang berada di ruas jalan provinsi. Namun kontruksinya dikerjakan oleh kabupaten bengkalis beberapa puluh tahun lalu," kata Pj Gubri menanggapi hal itu.

Pj Gubernur Riau, SF Hariyanto mengaku prihatin, karena jembatan tersebut merupakan akses yang digunakan masyarakat di beberapa kecamatan.

Pj Gubri menjelaskan, kenapa Jembatan Panglima Sampul tersebut dibangun Pemkab Bengkalis, sedangkan letak jembatan berada di Kabupaten Meranti.

"Jadi jembatan itu dibangun kabupaten bengkalis sebelum pemekaran kabupaten meranti. Tapi jembatan itu sekarang berada di ruas provinsi," terangnya.

Atas peristiwa itu, Pj Gubri menyatakan telah mengarahkan Dinas PUPRPKPP Riau untuk mengecek jembatan dan segera mencarikan solusi.

"Nanti kita lakukan tanggap darurat di sana. Karena surat tanggap darurat dari kabupaten meranti sudah keluar. Jadi segera kita laksanakan pembangunan jembatan baru. Karena ini sifatnya darurat. Jangan sampai masyarakat di sana tidak bisa lewat dan terisolir," katanya.

Untuk diketahui, Jembatan Panglima Sampul ini dibangun sekitar tahun 2002 saat Kepulauan Meranti masih jadi Bagian dari Kabupaten Bengkalis.

Tak hanya masyarakat Kecamatan Tebingtinggi Barat yang menggunakan akses ini. Masyarakat dari tiga kecamatan lain, Pulau Merbau, Merbau dan Tasikputri Puyu pun memanfaatkannya

Jembatan Panglima Sampul yang menghubungkan Desa Alai dengan Desa Gogok Darussalam di Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, runtuh pada Rabu 22 Mei 2024 siang.

Insiden ini memaksa pemerintah daerah untuk segera mencari solusi alternatif.

Pembangunan jembatan kempang penyeberangan di Sungai Perumbi kini dikebut sebagai jalur sementara.

Ruslan, pengelola proyek jembatan kempang, menjelaskan bahwa meskipun belum ada kepastian kapan jembatan ini bisa digunakan, pihaknya berusaha agar bisa selesai dalam waktu secepatnya.

"Bahan sudah masuk dan targetnya seminggu, namun kita upayakan secepatnya sudah bisa difungsikan. Kita fokus ke jembatannya saja dulu, karena kalau untuk armada kempangnya sudah ada," ujarnya pada Jumat (24/5).

Dinas Perhubungan (Dishub) Kepulauan Meranti mengambil langkah cepat dengan membangun dermaga sementara dari material kayu.

"Jangka pendeknya akan dibangun dermaga transportasi penyeberangan kempang dari dua sisi, yakni di Desa Gogok dan Alai, sebagai alternatif akses masyarakat saat ini," kata Agusyanto Bakar, Kepala Dishub Kepulauan Meranti, melalui Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Gilang Wana Wijaya Cendikia.

Untuk memfasilitasi penyeberangan, tiga unit kempang disediakan oleh warga setempat. Gilang menegaskan pentingnya biaya yang terjangkau bagi warga.

"Kita hanya memfasilitasi, nantinya armada kempang disediakan oleh warga setempat. Tentunya ada biaya yang dikeluarkan, hanya saja kita meminta untuk ongkosnya tidak terlalu mahal," jelasnya.

Tarif penyeberangan ditetapkan sebesar Rp5.000 sekali jalan.

"Kami juga menekankan agar keselamatan penumpang jadi prioritas. Sambil menunggu proses pembuatan dermaga penyeberangan ini selesai, masyarakat bisa menggunakan jalan alternatif lewat Desa Tenan," tambahnya.

Tetapi disebutkan Jonnedi, Kades Alai, mengungkapkan bahwa beruntung tidak ada korban jiwa dalam insiden ambruknya jembatan.

"Sekitar setengah jam sebelum ambruk, kami bersama pihak Polsek Tebingtinggi Barat sudah berjaga-jaga dan mengingatkan warga agar berhati-hati di jembatan ini," katanya.

Jonnedi menjelaskan bahwa jembatan yang sudah berusia sekitar 21 tahun tersebut sempat bergeser sebelum ambruk, sehingga aktivitas warga di atas jembatan dihentikan.

Dengan percepatan pembangunan jembatan kempang diharapkan dapat segera mengembalikan kemudahan akses bagi masyarakat antar desa di Kecamatan Tebingtinggi Barat. 

Sementara Pemprov Riau akan melakukan pembangunan ulang Jembatan Panglima Sampul, Kepulauan Meranti pasca ambruk.

"Karena itu tidak mungkin diperbaiki, jadinya memang harus dibongkar. Tahun ini kita laksanakan DED-nya dan tahun 2025 pembangunannya," kata Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, M Arief Setiawan, Sabtu (25/5).

M Arief Setiawan menyebutkan kondisi jembatan saat ini tidak memungkinkan akan diperbaiki, mengingat rangka yang sudah rapuh dan goyang.

Jembatan dengan panjang 180 meter itu akan dikerjakan secara menyeluruh oleh Pemprov Riau, mengingat letaknya yang berada pada ruas jalan provinsi.

"Panjangnya 180 meter dengan bentang bajanya ada 60 - 60 - 60. Walaupun yang roboh itu di rangka baja 60 bagian tengah, namun rangka baja kanan kirinya juga sudah goyang-goyang, makanya kita ubah DED dan akan dilakukan pembangunan ulang," ucap Arief.

Disebutkannya, solusi sementara untuk mobilitas masyarakat sekitar ialah penggunaan pompong. Dimana untuk pembangunan dermaga akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Penggunaan pompong. Kawan-kawan di kabupaten yang akan membuat dermaga. Namun ada jalan elak (alternatif) sepanjang 16 kilometer, dan dari hasil rapat terakhir akan dikerjakan Pemkab meranti," ungkapnya.

Disinggung mengenai kondisi jembatan yang terbilang masih baru, Arief menyebutkan pihaknya tidak mengetahui pasti apa penyebab ambruknya.

"Dulu kan ini masih kecamatan, tak terpikir juga akan menjadi jalan lintas yang dilalui truk truk besar," pungkas Arief.

"Kita belum liat DED-nya, jadi kurang tahu juga bagaimana bisa roboh padahal waktunya masih sekitar 20 tahunan," Sebut Arief

Jembatan Panglima Sampul dibangun sekitar tahun 2002 saat Kepulauan Meranti masih jadi Bagian dari Kabupaten Bengkalis.

Tak hanya masyarakat Kecamatan Tebingtinggi Barat yang menggunakan akses ini. Masyarakat dari tiga kecamatan lain, Pulau Merbau, Merbau dan Tasikputri Puyu pun memanfaatkannya.

Kini pasca runtuhnya Jembatan Panglima Sampul, pemerintah daerah Kepulauan Meranti telah menyarankan warga dan pengguna jalan untuk melewati jalan alternatif sepanjang kurang lebih 15 kilometer melewati jalan utama Desa Tenan.

Namun, jalan alternatif ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi para pengguna.

Jalan alternatif yang dimaksud merupakan peninggalan pembangunan dari era Pemerintah Daerah Bengkalis pada tahun 1999.

Dengan lebar hanya 2.5 meter, jalan ini belum pernah sama sekali mendapatkan perbaikan signifikan dari pemerintah sejak Kepulauan Meranti memisahkan diri dan menjadi kabupaten sendiri 15 tahun silam.

Sejumlah pengguna jalan mengeluhkan kondisi jalan ini yang sempit dan rusak, yang menyebabkan perjalanan menjadi lambat dan berbahaya, terutama bagi kendaraan bermotor dan angkutan barang.

"Kondisi jalan ini sangat memprihatinkan sekali. Banyaknya jalan rusak dan berlubang sehingga keluarnya besi cor pada jalan membuat perjalanan menjadi sulit," ungkap Ridwan salah satu warga yang kerap menggunakan jalan tersebut.

Sebagai warga yang sering melintasi jalan tersebut, ia cukup khawatir karena kerusakan tidak hanya mengancam keselamatan pengendara namun juga mengancam rusaknya kendaraan yang digunakan.

Menghadapi kondisi jalan yang rusak itu, warga setempat telah berulang kali melakukan perbaikan secara swadaya.

Dengan menggunakan material base, mereka berusaha menutup lubang-lubang yang menganga di jalan.

Namun, usaha ini terkendala oleh faktor alam yang menyebabkan material tersebut habis tergerus debu panas dan air hujan seiring musim yang berganti.

"Kami gotong royong mengumpulkan material base dan menutup lubang-lubang di jalan. Ini sudah beberapa kali kami lakukan," ujar Umar salah satu tokoh masyarakat setempat.

Warga berharap ada perhatian lebih dari pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan yang lebih permanen. Mereka menyebutkan sudah terlalu lama jalan ini dibiarkan tanpa perbaikan.

"Kami sudah berusaha semampu kami, namun kami juga membutuhkan bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki jalan ini secara permanen. Sekali lagi kami memohon kepada pemerintah untuk segera turun tangan," katanya lagi.

Selain rusak parah dan sempit, jalan alternatif ini hanya dimungkinkan dilalui oleh kendaraan roda dua. Hal ini menimbulkan masalah besar, terutama saat kondisi jalan sedang ramai.

Satu kejadian yang menggambarkan buruknya kondisi jalan ini adalah ketika sebuah ambulans harus melintas membawa pasien yang akan dirujuk dari Puskesmas Alai ke RSUD.

"Ketika itu jalan sedang ramai, sehingga ambulans kesulitan untuk melaju dengan cepat. Jalan yang sempit dan rusak memperburuk keadaan, dimana ada mobil bermuatan barang juga yang seakan tidak ingin mengalah, membuat kami sangat khawatir dengan kondisi pasien," ungkapnya.

Warga setempat merasa sudah cukup bersabar dan kini mengancam akan memblokir jalan bagi mobil dan gerobak yang membawa barang dengan tonase berat yang akan berlalu lalang.

"Kami tidak punya pilihan lain. Mobil-mobil barang dan gerobak yang lewat dengan muatan berat hanya menambah kerusakan jalan. Jika tidak ada perhatian dari pemerintah, kami akan tegaskan dilarang melewati jalan ini, karena kalau sudah rusak siapa yang bertanggungjawab," kata warga lainnya, Adnan.

Selain menyinggung sikap pemerintah yang terkesan apatis terhadap kondisi jalan yang rusak tersebut, warga setempat juga mempertanyakan kinerja anggota DPRD yang terkesan tidak responsif terhadap kondisi tersebut, padahal daerah tersebut termasuk dalam dapil Kepulauan Meranti 4 yang memiliki 3 anggota DPRD terpilih.

"Kami merasa ditelantarkan. Anggota DPRD dari dapil ini tidak pernah turun tangan untuk melihat kondisi jalan yang semakin parah. Ada tiga anggota DPRD dari dapil Kepulauan Meranti 4, tapi sepertinya mereka tidak peduli," ungkapnya dengan nada kesal.

Adapun jalan rusak di tempat tersebut dan di beberapa tempat lainnya di Kepulauan Meranti masih menjadi persoalan serius yang belum mendapatkan perhatian memadai dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap pembangunan dan perbaikan jalan.

Pihak Dinas PUPR juga tidak bisa berbuat banyak terhadap kondisi jalan yang rusak parah tersebut, mereka beralibi kendala utamanya adalah ketersediaan anggaran.

Jadi dengan ambruknya Jembatan Panglima Sampul membawa dampak besar bagi masyarakat.

Jalur transportasi utama yang menghubungkan beberapa desa dan kecamatan kini terputus, memaksa warga untuk menempuh rute yang jauh lebih panjang dan sulit.

Ini tidak hanya mengganggu kehidupan sehari-hari, tetapi juga berdampak pada perekonomian lokal, terutama bagi para pedagang dan petani yang bergantung pada akses cepat ke pasar dan yang berkepentingan ke arah ibu kota kabupaten di Selatpanjang.

Pemerintah Kepulauan Meranti bergerak cepat untuk mencarikan solusi jangka pendek yakni dengan membuat dermaga penyeberangan dengan material kayu sampai jembatan selesai dikerjakan.

"Jangka pendeknya kami bergerak cepat dengan membangun dermaga transportasi penyeberangan Kempang dari dua sisi yakni di Desa Gogok dan Alai sebagai alternatif akses masyarakat saat ini," kata Kepala Dinas Perhubungan Kepulauan Meranti, Agusyanto Bakar.

Sambil menunggu proses pembuatan dermaga penyeberangan ini selesai, pemerintah daerah mengimbau masyarakat untuk menggunakan jalan alternatif.

Dalam rapat yang melibatkan berbagai pihak, diputuskan bahwa ongkos penyeberangan menggunakan kempang bagi warga yang membawa sepeda motor dikenakan tarif Rp 5.000 untuk sekali pergi artinya untuk bolak balik diharuskan merogoh saku sebesar Rp 10 ribu. (*)
 

Tags : jembatan ambruk, jembatan panglima sampul meranti, jembatan di kepulauan meranti, riau, pemerintah buat jalur alternatif selusuri sungai perumbi,