INTERNASIONAL - Amerika Serikat akan mengakhiri dukungan atas operasi militer koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman, yang telah menyebabkan perang selama enam tahun terakhir dan mengakibatkan lebih dari 110.000 orang meninggal dunia.
Dalam kebijakan dua presiden penduhulu Biden, AS mendukung koalisi pimpinan Arab Saudi melawan pemberontak Houthi di Yaman. Konflik di negara itu telah menyebabkan jutaan warga Yaman di ambang bencana kelaparan. Pertempuran di negara itu bermula pada 2014 antara militer Yaman yang lemah dan gerakan pemberontak Houthi. Eskalasi konflik meningkat setahun kemudian, ketika Arab Saudi dan delapan negara Arab lainnya - didukung oleh AS, Inggris dan Prancis - memulai serangan udara terhadap kelompok Houthi. "Perang di Yaman harus diakhiri," kata Presiden AS Joe Biden ketika memberikan pernyataan terkait kebijakan luar negerinya dirilis BBC, Kamis (04/02).
Biden mengumumkan perubahan lain terkait kebijakan luar negeri AS, seperti peningkatan signifikan jumlah pengungsi yang diterima oleh AS, dan pembatalan keputusan menarik pasukan Amerika dari Jerman—tempat mereka ditempatkan sejak akhir Perang Dunia Kedua. Pidatonya menandai perubahan tajam dengan kebijakan luar negeri mantan presiden Donald Trump, yang meninggalkan jabatannya bulan lalu.
Selama ini AS mendukung pemerintah Yaman dan sekutunya yang dipimpin Arab Saudi dalam perang mereka melawan Houthi. Sebagai hasil dari pengumuman pada Kamis (04/02), AS akan berhenti mendukung operasi militer, termasuk penjualan amunisi ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Kendati begitu, keputusan ini tidak akan mempengaruhi operasi melawan al-Qaeda di Semenanjung Arab.
Sebelumnya, pemerintahan Biden telah menghentikan sementara penjualan senjata ke Arab Saudi dan UEA. Biden diperkirakan akan menunjuk Tim Lenderking, seorang diplomat berpengalaman dan spesialis Timur Tengah, sebagai utusan AS untuk Yaman. Ini menandai perubahan taktik dari pemerintahan Trump, yang justru memperbesar dukungan untuk koalisi yang dipimpin Arab Saudi. Bulan lalu, Menteri Luar Negeri era Trump, Mike Pompeo, mengumumkan bahwa Houthi telah ditetapkan sebagai "organisasi teroris".
Ia mengatakan keputusan itu bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban Houthi atas serangan lintas batas dan mencegah "aktivitas jahat" oleh pendukung mereka, Iran. Organisasi bantuan internasional mengkritik keputusan tersebut dan memperingatkan bahwa langkah itu dapat menyulitkan operasi organisasi amal di daerah di mana jutaan orang sangat membutuhkan bantuan pangan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan Yaman adalah krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan 80% populasi membutuhkan bantuan atau perlindungan. Pengumuman ini mengonfirmasi janji Presiden Biden untuk mengakhiri perang yang destruktif di Yaman. Penghentian dukungan AS untuk operasi koalisi yang dipimpin Arab Saudi tidak akan menutup bab berdarah dalam Perang Yaman, tapi hal itu mengirimkan sinyal kuat kepada para pemimpin di Riyadh dan Abu Dhabi - mereka juga telah mencoba menemukan cara untuk melepaskan diri dari perang ini.
Berdamai dengan musuh bebuyutan Yaman akan menjadi tantangan yang monumental. Tim Lenderking akan menjadi utusan AS untuk Yaman, sejak perang ini terjadi hampir enam tahun lalu. Ia berpengalaman dan dikenal oleh semua orang yang penting. Para diplomat negara-negara Barat, serta warga Yaman, menyambut baik keputusan AS ini. Pada 2015, Presiden Obama memberi lampu hijau untuk aksi yang dipimpin Arab Saudi, sebagian untuk meredakan kemarahan Arab Saudi atas kesepakatan nuklir Iran. Sekarang utusan baru AS untuk Yaman, dan Iran, ditugaskan untuk mengakhiri perang ini, dan persaingan regional yang masih memicunya.
AS akan menambah batas penerimaan pengungsi dari 15.000 orang menjadi 125.000 orang untuk tahun fiskal kali ini. Penarikan pasukan AS dari Jerman akan dibekukan dan pasukan akan tetap pada jumlah saat ini, sekitar 36.000 personel. Di bawah Trump, AS akan mengurangi kehadiran pasukannya di negara itu sebanyak 12.000 personel, dengan sekitar 5.60 personel akan ditempatkan di tempat lain di Eropa.
Selain itu, Biden meminta penguasa militer Myanmar untuk membebaskan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan memulihkan demokrasi. Ia mengatakan akan terlibat secara diplomatis dengan Rusia namun berjanji akan bersikap lebih tegas terhadap Moskow ketimbang pendahulunya Trump. Ia menegasan AS tidak akan "menyerah". (*)
Tags : Presiden AS Joe Biden, Stop Dukungan Operasi Militer, Koalisi Pimpinan Arab Saudi,