JAKARTA - Klaim keberhasilan Presiden Jokowi membangun 1.900 kilometer jalan tol di Indonesia selama tujuh tahun terakhir dinilai pengamat "bukan sesuatu hal yang istimewa" dan "menyimpan banyak masalah".
Itu karena mayoritas pembangunan jalan tol, terutama di luar Pulau Jawa, minim studi sehingga belum bisa mendongkrak perekonomian wilayah sekitar lantaran masih sepi kendaraan yang melintas. Selain itu pembiayaannya berasal dari utang.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengakui pembangunan jalan tol lewat utang. Akan tetapi pemerintah memiliki skema pendanaan baru agar tidak lagi bergantung pada utang yaitu dengan perjanjian kerja sama investasi antara Indonesia Investment Authority (INA) dengan BUMN.
Proyek infrastruktur merupakan prioritas utama Presiden Jokowi sejak memimpin pada 2014 silam.
Selama tujuh tahun, Jokowi pun mengaku berhasil membangun jalan tol di Indonesia sepanjang 1.900 kilometer — jauh lebih banyak jika dibandingkan pembangunan selama 40 tahun terakhir yang hanya 780 kilometer.
"Mulai tahun 2014 itu, pemerintah mendorong percepatan pembangunan jalan tol di Trans-Jawa, Trans-Sumatera, di Kalimantan, sampai Sulawesi," imbuh Presiden Jokowi lewat akun instagramnya.
"Anda tahu berapa panjang jalan tol yang kita bangun dalam tujuh tahun terakhir? 1.900 kilometer!" sambungnya.
Tapi pencapaian itu, kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ariyo Irhamma, bukanlah suatu hal yang istimewa sehingga patut dibanggakan. Sebab di balik proyek besar itu banyak menyisakan masalah.
Sepanjang pengamatannya, pembangunan jalan tol di kepemimpinan Presiden Jokowi lebih berdasarkan kemauan daripada kebutuhan sehingga studi atau kajiannya tidak matang.
Ariyo mencontohkan tol Trans-Sumatera yang masih sepi sejak mulai beroperasi pada tahun 2015.
"Yang jelas di Sumatera. Kalau di Pulau Jawa, trafiknya cepat atau lambat pasti akan ada karena pusat pertumbuhan ekonomi 60 persen di Jawa," kata Ariyo dirilis BBC News Indonesia, Selasa (19/04).
"Kalau Sumatera itu kosong trafiknya. Karena di sana paling banyak kendaraan logistik seperti perkebunan. Mereka harus berhitung biaya tol, belum sekarang BBM naik. Ini bisa jadi semakin enggan pilih lewat tol."
Begitu pula tol di Kalimantan, yang penggunaanya didominasi untuk pemerintahan ketimbang perekonomian.
Mengapa pembangunan jalan tol dibiayai utang?
Dia berkata, studi atau kajian untuk proyek infrastruktur seperti jalan tol minimal memakan waktu satu tahun: mulai dari aspek legal berupa regulasi, lahan, pasar atau pengguna jalan, finansial, hingga pengembangan wilayah sekitar untuk menumbuhkan perekonomian.
Kajian yang matang, sambungnya, akan menarik perhatian investor. Namun pembangunan jalan tol di Indonesia, minim studi sehingga kurang diminati.
Itu mengapa mayoritas pembangunan jalan tol di Indonesia paling besar dibiayai oleh utang dan kas negara -apalagi alokasi anggaran untuk proyek infrastruktur dari tahun ke tahun terus meningkat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan kebutuhan pendanaan infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 mencapai Rp6.445 triliun.
"Banyak jalan tol yang akhirnya tidak optimal marketnya karena bicara infrastruktur itu sebelum dibuat idealnya ada studi awal sehingga proyek yang dibangun bisa untung dalam waktu berapa tahun," jelas Ariyo.
"Tapi banyak tol kita trafiknya tidak kunjung tumbuh sebab di sepanjang tol tidak ada sumber-sumber pertumbuhan ekonomi."
"Konsekuensinya BUMN-BUMN karya sekarat semua karena arah kebijakannya ugal-ugalan."
Ariyo khawatir besarnya utang untuk pembangunan infrastruktur bakal berdampak pada kesehatan keuangan BUMN dan kemungkinan membuat jebol keuangan negara.
"Utang itu kan harus dibayar dengan bunganya. Sementara tol belum ada trafiknya."
"Menurut saya pembangunan jalan tol jadi buang-buang uang ketimbang menguntungkan."
Skema baru pendanaan jalan tol
Soal pembiayaan jalan tol lewat utang, diakui oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Akan tetapi pemerintah kini memiliki skema pendanaan agar tidak lagi bergantung pada utang yaitu dengan perjanjian kerja sama investasi antara Indonesia Investment Authority (INA) dengan BUMN.
"Apa yang dilakukan oleh INA merupakan sebuah alternatif skema pembiayaan baru dan diharapkan akan meningkatkan kepercayaan dari investor domestik maupun asing," kata Jokowi.
"Investor-investor yang akan masuk ke Indonesia lewat INA akan semakin besar, bukan hanya jalan tol tapi juga untuk proyek-proyek besar yang memberikan efek ekonomi terhadap negara kita."
Jokowi menambahkan skema pendanaan seperti ini harus terus dikembangkan sebab dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur tidak sedikit.
Dia mencontohkan biaya pembangunan jalan tol berkisar antara Rp90 miliar - Rp110 miliar per kilometer.
Mengapa pembangunan jalan tol tidak membawa efek domino ekonomi?
Pengamat infrastruktur dari The Housing and Urban Development (HUD) Institute, Yayat Supriyatna, menilai ada beberapa hal yang menyebabkan pembangunan jalan tol di luar Pulau Jawa masih sepi dan tidak menumbuhkan perekonomian di wilayah sekitar.
Salah satunya karena tidak ada inovasi dari pemerintah daerah.
Keberadaan jalan tol, kata dia, secara tidak langsung mengubah wajah daerah setempat. Upaya itu harusnya dimanfaatkan pemerintah daerah membangun fasilitas pariwisata atau industri.
"Kalau jalan tol sudah terbangun apa yang akan dilakukan pemda? Berdiam diri atau wait and see?"
"Makanya sekarang pembangunan jaringan jalan tol harus terintegrasi dengan simpul-simpul bangkitan seperti pelabuhan, bandara, kawasan industri atau pariwisata," imbuh Yayat Supriyatna.
Yayat mengamati pembangunan jalan tol Trans-Sumatera masih didominasi fungsi pemerintahan ketimbang pariwisata atau industri. Itu sebabnya sepi peminat dan belum menguntungkan.
Akan tetapi ia memprediksi gencarnya industri perkebunan dan pertanian di Sumatera akan menjadikan tol Trans-Sumatera seramai tol di Pulau Jawa.
"Tahun 2024 kalau jalan tol Trans-Sumatera sudah tersambung, biaya transportasi makin murah, waktu tempuh lebih pendek, maka jalan tol akan mulai bangkit dan berkembang sampai tahun 2030."
"Apalagi 60 persen populasi di Jawa butuh makan dan pasarnya enggak bisa dipenuhi di Jawa."
Adapun tol di Kalimantan ia nilai tepat sasaran.
"Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) menghubungkan Samarinda yang menjadi ibukota dan Balikapan sebagai bisnisnya. Dengan adanya IKN nanti konsepnya ada tiga pilar kota utama."
"Untuk Manado-Bitung juga pas. Bitung ada pelabuhan laut yaitu industri, Manado ada bandara dan pusat bisnis."
"Di Sulawesi ada bandara internasional sehingga dibutuhkan tol dalam kota. Jadi wajar". (*)
Tags : Bangun Jalan Tol 1.900 Kilometer, Bangun Jalan Tol Dibiayai Utang, Ekonomi, Indonesia,