"Tren peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia dengan jumlah kasus yang kini sudah melampaui China, negara tempat pandemi virus corona bermula, membuat Indonesia 'dituduh' berpotensi menjadi episentrum Covid-19 di Asia"
emerintah Indonesia sendiri dalam dilema antara pemulihan ekonomi dan kasus yang terus meningkat. Hingga Senin (20/07) jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 88.214 kasus, dengan penambahan kasus selama dua hari terakhir di atas 1.600 kasus baru, di tengah pelonggaran yang dilakukan pemerintah sejak bulan Juni silam. Pakar ilmu epidemiologi dan pakar permodelan matematika menyebut tren peningkatan kasus akan terus terjadi, dengan pandemi diperkirakan akan terus berlangsung hingga setidaknya tahun depan.
Kepala Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Nuning Nuraini, memperkirakan "mendekati akhir tahun ada pola penurunan saja kita sudah cukup happy". Sementara ahli ilmu epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menyebut Indonesia masih "tertatih-tatih" menangani pandemi sebab respons pemerintah yang tidak terorganisir sejak awal. "Kita memiliki skenario yang lebih buruk dan itu akan menyedihkan sekali, mungkin dua tiga tahun akan seperti ini. Bukan hanya tahun ini, tapi tahun depan juga akan bermasalah. Tahun depannya lagi masih bermasalah, kalau tidak ada perubahan strategi," ujar Pandu Riono kepada beberapa media, Senin (20/07).
Sayangnya, kata dia, kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi cenderung mementingkan kepentingan ekonomi ketimbang penanganan pandemi. "Harusnya pandemi kita atasi dulu, ekonomi bisa pulih. Kalau nggak, dua-duanya jebol. Pandeminya nggak bisa teratasi, ekonominya juga akan semakin sulit dipulihkan," imbuhnya.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi "berjalan beriringan", seiring akan dibentuknya tim terpadu penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang melesu ditengah pandemi.
Penambahan kasus berasal dari aktivitas perkantoran
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menjelaskan dalam sepekan terakhir, penambahan kasus terkonfirmasi lebih banyak berasal dari aktivitas perkantoran. Usai pelonggaran pembatasan, aktivitas kerja yang sebelumnya dilaksanakan dari rumah kini mulai dilakukan di kantor. "Gambaran penambahan kasus ini adalah gambaran dari aktivitas produktif yang semakin tinggi namun tidak mematuhi protokol kesehatan, menjaga jarak, menggunakan masker dengan baik dan benar, serta mencuci tangan," ujar Yuri.
Ketidakpatuhan masyarakat, minimnya pengetesan dan jumlah penduduk Indonesia yang besar, membuat Indonesia disebut-sebut berpotensi menjadi episentrum baru, menurut Kepala Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung, Nuning Nuraini. "Kenapa Indonesia "dituduh" menjadi episentrum baru karena jumlah penduduknya besar dan ketaatan penduduk terhadap suatu aturan seperti itu. Bisa jadi itu berpotensi menjadi makin menyebar, dengan dibukanya berbagai fasilitas dan sulitnya monitoring," jelas Nuning.
Ditambah lagi, pengetesan yang dilakukan Indonesia disebutnya "belum memenuhi standar yang diminta oleh WHO". Merujuk pada jumlah penduduk Indonesia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi acuan jumlah minimal tes Indonesia adalah 54.000 orang per hari.
'Peningkatan akan terus terjadi'
Kendati jumlah kasus Covid-19 Indonesia telah jauh melampaui China, akan tetapi tes yang dilakukan negara itu jauh lebih masif ketimbang Indonesia, mencapai lebih dari 90 juta orang. Pakar epidemiologi, Pandu Riono, menuturkan jika pengetesan dilakukan secara masif jauh hari sebelumnya, bisa jadi kasus Covid-19 di Indonesia melampaui China beberapa waktu silam. "Jadi peningkatan akan terus terjadi dan ini akan terus terjadi kalau testing ditingkatkan bukan tidak mungkin kita sudah melampaui China bukan sekarang, mungkin sudah beberapa waktu yang lalu," kata dia.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro mengaku total kumulatif konfirmasi kasus Covid-19 Indonesia sejak Sabtu lalu telah melampaui China, tempat virus corona pertama kali ditemukan akhir Desember 2019 lalu.
Namun begitu, dia mengatakan membandingkan pencapaian negara satu dengan negara lain, bukanlah "cara memerangi Covid-19" yang tepat. "Data kasus tiap negara berubah cepat. Saat ini bisa jadi yang tertinggi, besok bisa sukses menghentikan penularan. Semua tergantung kerjasama komponen bangsa. Cara kita memerangi Covid-19 bukanlah dengan membandingkan angka-angka yang cepat berubah, bahkan bisa tidak valid lagi dalam hitungan jam dan hari," jelas Reisa.
"Cara terbaik adalah dengan tetap optimis dan bergotong royong," imbuhnya.
Mungkinkah Indonesia menjadi episentrum?
Peringatan bahwa Indonesia berpotensi menjadi pusat penyebaran atau episentrum virus corona disampaikan oleh ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, di sejumlah publikasi. Dia menyebut, India, Brasil, dan Indonesia memiliki potensi menjadi pusat wabah selanjutnya karena memiliki kerawanan tersendiri, mengingat tingginya kepadatan penduduk, faktor kesadaran penduduk terhadap pencegahan dan sistem kesehatan yang masih belum mapan.
Namun, Kepala Departemen Epidemiologi UI, Tri Yunis Miko Wahyono tidak sepakat dengan pendapat Indonesia bisa jadi pusat penyebaran virus, melainkan "negara dengan jumlah kasus terbanyak di Asia Tenggara". "Dengan positivity rate sekarang sekitar 9%, kalau tes ditingkatkan pasti akan lebih banyak kasus ditemukan. Pasti lebih banyak," ujarnya pasti.
Positivity rate adalah perbandingan antara orang yang dinyatakan positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan. Merujuk data Worldometer, Indonesia berada di peringkat sembilan dalam daftar negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di Asia. Peringkat pertama adalah India dengan lebih dari 3,4 juta kasus. "Nggak mungkin India tersusul, paling mungkin kita jadi negara dengan jumlah terbanyak di Asia Tenggara," kata dia.
Dilema penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi
Pandemi virus corona yang berlangsung enam bulan terakhir, selain mengancam kesehatan, juga melumpuhkan ekonomi sejumlah negara, termasuk negara besar dengan ekonomi kuat seperti Amerika Serikat, China, India, bahkan negara tetangga Singapura baru-baru ini mengalami resesi terburuk.
Dalam perkembangan terbaru, Presiden Joko Widodo baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) terkait penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Menteri koordinator bidang perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan berdasar PP tersebut, pemerintah akan membentuk satu tim untuk menangani Covid-19 dan memulihkan ekonomi, dibawah komando Menteri BUMN Erick Tohir.
"Tugasnya tentu melihat situasi perekonomian nasional perkembangan Covid-19 terkait dengan perkembangan dari segi ketersedian peralatan tes, maupun perkembangan vaksin dan anti-bodi dan juga program perekonomian yang sifatnya multiyears," jelas Airlangga.
"Jadi kita melihat recovery dari pandemi ini akan memakan waktu dan oleh karena itu bapak Presiden memberi penugasan agar tim sepenuhnya merencanakan dan mengeksekusi program agar penanganan Covid dan pemulihan ekonomi berjalan secara beriringan, dalam arti keduanya ditangani oleh kelembagaan yang sama dan koordinasi secara maksimal," imbuhnya.
Dalam PP tersebut pula disebutkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COvid-19 Daerah dibubarkan. Pelaksanaan tugas dan fungsi gugus tugas, selanjutnya dilaksanakan oleh Komite Kebijakan dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Airlangga menjelaskan penanganan Covid-19 akan tetap ditangani oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Doni Monardo, sementara Satgas Perekonomian ditangani oleh Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin.
Nuning Nuraini dari ITB menyadari pemerintah punya kepentingan untuk memastikan tetap melaksanakan berbagai kegiatan agar ekonomi tetap berjalan. "Tetapi constraint-nya adalah kontak, sementara kontak berkaitan dengan kendala kesehatan," katanya.
Yang perlu dilakukan pemerintah, ujar Nuning, adalah memastikan kontak yang dilakukan masyarakat dalam menjalankan berbagai kegiatan agar ekonomi tetap berjalan dilakukan secara aman. Sehingga fungsi objektif berjalannya ekonomi bisa tetap berputar, tetapi dalam situasi bisa beraktivitas dalam protokol kesehatan.
Namun, Pandu Riono memperingatkan, berlangsungnya aktivitas ekonomi tanpa dibarengi surveilance aktif yang terdiri dari tes, lacak dan isolasi, maka Indonesia "harus bersiap menjadi wilayah di Asia yang gagal menangani pandemi dan ekonomi". "Kita tidak akan menyelesaikan gelombang pertama tahun ini. "
"Itu efeknya dahsyat, Indonesia kalau memang tidak dipercaya sebagai negara yang berhasil mengendalikan pandemi, jangan harap Indonesia bisa memulihkan ekonomi," cetusnya.
Sebanyak 33 kabupaten kota zona merah
Kemudian, sebanyak 222 kabupaten kota ada di zona resiko sedang atau orange, 177 kabupaten kota berada pada zona rendah atau kuning, sebanyak 35 kabupaten kota masuk zona tidak ada kasus baru. “Ini adalah salah satu contoh kawasan mulai dari zonasi merah dengan tingkat penularan peningkatan kasus yang tinggi, rendah adalah kuning, hijau ada dua adalah daerah-daerah yang tidak ada kasus baru berarti selama 4 minggu terakhir tidak ada kasus baru dan angka kesembuhan nya 100%,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Prof Wiku Adisasmito.
Kemudian sebanyak 47 kabupaten kota saat ini tidak terdampak Covid-19. Wiku pun menegaskan daerah-daerah ini yang harus dijaga agar tidak berubah ke zona resiko lain. “Dan ada daerah-daerah yang belum berdampak. Daerah belum berdampak ini makin lama memang makin sedikit dan semua berubah menjadi kuning, orange dan itu yang harus kita jaga. Yang hijau tetap hijau dan yang merah harus menjadi orange dan seterusnya untuk menjadi lebih baik.”
Wiku juga mengatakan bahwa peta zonasi risiko ini sangat dinamis. “Dan ini dinamis karena ini terkait dengan perilaku. Jadi kalau budaya tadi tidak ditegakkan pada kegiatan ini adalah dashboard. Ini adalah alat navigasi kita. Kalau warnanya banyak yang merah dan orange pasti perilakunya belum disiplin.”
Wiku meminta masyarakat agar disiplin menjalankan protokol kesehatan jika tidak ingin wilayahnya berubah menjadi zona resiko tinggi. “Jadi mohon anggota masyarakat seluruhnya untuk betul disiplin. Kalau pas lagi dan disiplin pasti berubah lagi. Kalau kita disiplin harusnya menjadi lebih baik. Dan itu modal kita untuk melakukan aktivitas sosial ekonomi. Jadi berbagai analisis juga kita lakukan yang terkait dengan data dan zonasi ini,” pungkasnya.
Riau tambah 32 kasus baru
Pemerintah juga melaporkan 1.942 kasus baru COVID-19 yang terkonfirmasi pada hari Rabu (12/8/2020). Total sudah 130.718 kasus terkonfirmasi semenjak virus Corona mewabah di Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan penambahan kasus paling tinggi sebanyak 529 kasus, disusul Jawa Timur sebanyak 303 kasus baru per 12 Agustus.
Laman covid19.go.id menunjukkan ada sebanyak 85.798 kasus sembuh hingga hari ini, sementara kasus kematian Corona totalnya mencapai 5.903 orang. Berikut detail sebaran 1.942 kasus baru Corona di Indonesia pada Rabu (12/8/2020):
Aceh: 72 kasus, Bali: 30 kasus, Banten: 49 kasus, Bengkulu: 2 kasus, DI Yogyakarta: 20 kasus, DKI Jakarta: 529 kasus, Jambi: 5 kasus, Jawa Barat: 109 kasus, Jawa Tengah: 179 kasus, Jawa Timur: 303 kasus, Kalimantan Barat: 9 kasus, Kalimantan Timur: 46 kasus, Kalimantan Tengah: 6 kasus, Kalimantan Selatan: 53 kasus, Kalimantan Utara: 4 kasus, Kepulauan Riau: 27 kasus, Nusa Tenggara Barat: 24 kasus, Sumatera Selatan: 43 kasus, Sumatera Barat: 27 kasus, Sulawesi Utara: 13 kasus, Sumatera Utara: 109 kasus, Sulawesi Tenggara: 24 kasus, Sulawesi Selatan: 90 kasus, Sulawesi Tengah: 4 kasus, Lampung: 2 kasus, Riau: 32 kasus, Maluku Utara: 18 kasus, Maluku: 20 kasus, Papua Barat: 13 kasus, Papua: 26 kasus, Nusa Tenggara Timur: 7 kasus, Gorontalo: 47 kasus. (*)
Tags : Kasus Covid-19, Peningkatan Covid-19, Episentrum,