PEKANBARU - Sejumlah massa dari organisasi Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) menggelar unjuk rasa di balik pagar kantor operasional PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Rumbai pada Senin 27 Oktober 2025 sore kemarin.
"Kantor PT Pertamina Hulu Rokan di demo."
"Begitu banyaknya minyak yang diangkut dari Riau. Namun, kompensasinya tak sebanding dengan apa yang diterima oleh daerah," kata Ketua KNPI Kecamatan Rumbai Barat, Angga.
Massa pemuda mengecam alokasi dana Participating Interest (PI) Blok Rokan yang diterima pemda Riau melalui BUMD hanya sebesar 1 Dollar AS per bulan, sejak Januari 2025 lalu.
Aksi massa sempat berlangsung panas, karena gerbang PT PHR dikunci rapat.
Massa mendesak ingin dipertemukan dengan Direktur Utama PT PHR, Ruby Mulyawan, namun harapan tersebut tidak kesampaian.
Sejumlah massa pun mendorong pintu besi tersebut. Aksi ini berlangsung dalam pantauan aparat kepolisian dan tentara.
Angga menyatakan, pihaknya mempertanyakan alasan PT PHR yang hanya memberikan dana PI sebesar 1 Dollar AS per bulan kepada BUMD Riau.
Jumlah tersebut dinilai tak masuk akal, dan tak sebanding dengan hasil minyak bumi yang dikeruk dari perut bumi Riau.
Menurutnya, di saat kondisi ekonomi dan fiskal Riau saat ini sedang tercekik, seharusnya keberadaan PT PHR bisa membantu beban pemerintah daerah. Namun faktanya, penerimaan dana PI dari Blok Rokan hanya secuil.
"Daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia sedang mengalami kesulitan keuangan. Padahal Provinsi Riau kaya minyak. Ini tidak adil," kata Angga.
Ia mendesak agar perjanjian PI Blok Rokan direvisi dan menuntut daerah mendapatkan hak sebesar 35 persen.
Pembagian dana PI Blok Rokan yang hanya sebesar 1 Dollar AS per bulan juga menimbulkan kecaman dan sentimen negatif dari masyarakat Riau.
Uang secuil itu dinilai tak masuk akal dan dirasakan sebagai penghinaan bagi daerah penghasil minyak.
Sejumlah kalangan juga mendesak agar PT PHR membuka secara transparan klaim investasi bernilai jutaan Dollar AS yang dijadikan alibi besarnya biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan plat merah tersebut.
Sebelumnya, keluhan terkait minimnya dana PI Blok Rokan disuarakan oleh Gubernur Riau Abdul Wahid.
Ia mengungkapkan sektor migas memberikan sumbangan yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025.
Menurut Abdul Wahid, pada triwulan II 2025 pertumbuhan ekonomi Riau berada pada 4,59%, namun sektor migas justru menyumbang negatif.
Jika tanpa sektor migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh di angka 5,6%.
"Artinya ada tata kelola yang salah," kata Abdul Wahid saat bertemu dengan jajaran direksi PT PHR dan SKK Migas Sumbagut di kantor Pertamina Hulu Rokan di Gedung RDTX Place Kawasan Mega Kuningan Jakarta, Jumat (17/10).
Abdul Wahid menyatakan, sejak Januari 2025 lalu, Pemda di Riau melalui BUMD pengelola PI Blok Rokan hanya mendapat dana PI sebesar 1 Dollar AS per bulan.
Jumlah tersebut dinilai tak masuk akal.
Ia menduga, investasi yang dilakukan PHR selama ini juga tidak banyak melibatkan perusahaan-perusahaan lokal, yang justru sangat berdampak bagi perekonomian di Riau.
"Saya menduga investasi besar yang dilakukan PHR tidak melibatkan lebih banyak porsinya kepada lokal konten," ujar Wahid.
Ia mendesak agar pihak PT PHR bisa lebih transparan terhadap upaya investasi yang mereka lakukan.
"Kita memahami ada beban target lifting oleh pemerintah, harus melakukan investasi, namun juga harus terbuka dengan kita berapa nilai investasinya dan berapa hasil yang diperoleh, kita tidak tahu datanya," tegasnya.
Abdul Wahid meminta PT PHR berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Riau di tengah kondisi fiskal yang sangat terbebani pada tahun 2025.
"Kita minta pihak PHR mendorong pertumbuhan ekonomi di Riau, beban fiskal kita cukup berat, diharapkan sektor migas sebagai kekayaan dari bumi Riau dapat berkontribusi mendorong pertumbuhan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT PHR Ruby Mulyawan berdalih perusahaan saat ini menanggung beban Insentif Progresive split 10% dan melonjaknya investasi untuk mempertahankan lifting.
"Beban kami pak, biaya insentif progresolive split, dan melonjaknya biaya investasi proyek CEOR, karna untuk mempertahankan lifting bahkan sampai inline, ditambahkan harga minyal dunia terus turun, sehingga kondisi kita negatif," jelas Ruby dikutip Antara, Senin (20/10).
"Saya tidak tau persis ya pak, yang jelas kita ada lebih 200 kontrak yang melibatkan lokal konten, saya rasa sudah cukup signifikan melibatkan pengusaha lokal, seharusnya bisa mendorong pertumbuhan," jelasnya.
Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Syahrial Abdi mengungkapkan permintaan Provinsi Riau untuk melakukan amandemen terhadap akta peralihan antara BUMD Penerima PI dengan PT PHR.
"Kami pemerintah daerah juga berharap, ada adendum terhadap akta peralihan antara BUMD kita dengan PHR, terutama ada klausul yang sangat memberatkan, jika PHR bisa mengajukan amandemen share KBH, kitapun bolehlah minta amandemen," kata Syahrial.
PT PHR sejak mengambil alih Blok Rokan usai masa kontrak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berakhir pada 9 Agustus 2021 lalu, mengklaim jor-joran melakukan investasi berupa kegiatan proyek ratusan sumur minyak.
Namun sejauh ini, dampak pengeboran sumur minyak tak kunjung bisa menaikkan produksi dan lifting minyak, hanya berada di bawah kisaran 162 ribu barel per hari (bph).
PT PHR mendapat hak kelola Blok Rokan dengan sistem bagi hasil gross split. Berbeda dengan era PT CPI yang memberlakukan sistem cost recovery. (*)
Tags : PT Pertamina Hulu Rokan, PT PHR, PT PHR di Demo, Participating Interest, PI , Blok Rokan ,