Kesehatan   2025/01/08 19:55 WIB

Kasus HMPV Merebak, Apa Gejalanya dan Bagaimana Penyebarannya?

Kasus HMPV Merebak, Apa Gejalanya dan Bagaimana Penyebarannya?
Otoritas kesehatan (KKP) di pelabuhan tersebut meningkatkan pengawasan kesehatan terhadap penumpang kapal yang tiba dari luar negeri untuk mencegah penyebaran penyakit menular dan berbahaya seperti gejala flu dan demam yang diakibatkan oleh Human Metapneumovirus (HMPV).

KESEHATAN - Sejumlah anak di Indonesia dilaporkan terinfeksi virus Human Metapneumovirus (HMPV) menyusul laporan merebaknya infeksi HMPV di China yang memicu kekhawatiran global.

Dunia seperti diingatkan peristiwa lima tahun lalu saat kemunculan Covid-19 di China berubah menjadi pandemi global dengan tujuh juta kematian dilaporkan.

Pejabat senior bidang kesehatan di China mengatakan bahwa jumlah infeksi virus HMPV—khususnya pada kelompok usia 14 tahun ke bawah—mengalami peningkatan.

Namun mereka membantah klaim bahwa rumah sakit di China kewalahan menangani virus tersebut.

Kasus HMPV juga telah dilaporkan di Indonesia dan India. 

Di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengonfirmasi kasus yang terjadi di Indonesia melibatkan anak-anak.

"HMPV sudah lama ditemukan di Indonesia, kalau dicek apakah ada, itu ada. Saya sendiri kemarin melihat data di beberapa lab, ternyata beberapa anak ada yang terkena HMPV," kata Budi seperti dikutip dari keterangan tertulis Kementerian Kesehatan yang dirilis pada Senin (06/01).

Apa saja gejala dan bagaimana penyebaran HMPV? Apa bahwa HMPV dan apakah dunia perlu khawatir?

Apakah HMPV virus baru?

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa HMPV bukan virus baru dan sudah lama dikenal di dunia medis. Virus ini juga berbeda dengan virus Covid-19.

Menurutnya, Covid-19 merupakan virus baru, sedangkan HMPV adalah virus lama yang sifatnya mirip dengan flu. Sistem imunitas manusia sudah mengenal virus ini sejak lama dan mampu meresponsnya dengan baik.

"Berbeda dengan COVID-19 yang baru muncul beberapa tahun lalu, HMPV adalah virus lama yang sudah ada sejak 2001 dan telah beredar ke seluruh dunia sejak 2001. Selama ini juga tidak terjadi apa-apa juga," ujar Budi.

Senada, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di AS, mengungkap bahwa virus ini pertama kali diidentifikasi pada 2001, namun para ahli mengatakan virus ini kemungkinan sudah ada selama beberapa dekade lebih lama dari itu.

Ahli epidemiologi, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan HMPV dikenal pertama kali pada sebuah publikasi jurnal ilmiah di Belanda, Juni 2001 silam.

Publikasi tersebut berjudul 'A newly discovered human pneumovirus isolated from young children with respiratory tract disease'.

Setelah malah itu terbit muncul temuan lain dari beberapa negara di dunia, seperti di Norwegia, Rumania, Jepang, dan China.

"Para peneliti bahkan memperkirakan bahwa sebelum resmi dilaporkan di 2001 itu maka HMPV sudah puluhan tahun bersirkulasi," kata Tjandra.

Lebih jauh sebelum HMPV muncul, sudah dikenal Animal Metapneumovirus (AMPV)—dikenal juga sebagai Turkey Rhinotracheitis Virus. AMPV diketahui terdeteksi pada 1978 di Afrika Selatan. Virus ini diketahui menginfeksi populasi unggas.

"Ini adalah penyakit pada unggas, yang punya 4 sub tipe, dari A sampai D," kata Tjandra.

"Para pakar berpendapat bahwa penyakit pada manusia akibat HMPV nampaknya akibat semacam evolusi dari AMPV yang sub tipe C," tambahnya.

HMPV sudah lama di Indonesia?

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Ina Agustina Isturini, mengatakan bahwa HMPV sudah lama ada di Indonesia.

Meski begitu, ia menyebut penyakit ini bukan yang rutin dipantau.

"Karena penyakit kan ada banyak, enggak mungkin semuanya kita rutin pantau," kata Ina.

Meski begitu, Ina menyebut masyarakat tidak perlu khawatir dengan HMPV, karena tidak berpotensi pandemi.

"Dia tidak berpotensi pandemi. Jadi ini, karena kan sudah lama orang-orang sudah punya antibodi," kata Ina.

Apa saja gejalanya?

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan HMPV bukanlah virus yang mematikan.

Virus ini memiliki karakteristik mirip dengan flu biasa, dengan gejala seperti batuk, demam, hidung tersumbat, dan sesak napas.

Namun bagi sebagian orang, gejala yang dialami bisa jauh lebih serius.

Hal senada diutarakan ahli epidemiologi yang pernah menjabat Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama,.

Menurutnya, gejala orang yang terkena HMPV layaknya gejala infeksi saluran napas lain seperti influenza, Covid-19, dan respiratory syncytial virus—yang lazim menginfeksi bayi.

"Batuk, demam, mungkin [batuk] berdahak, segala macam, sama," kata Tjandra.

Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengatakan orang-orang yang terinfeksi HMPV umumnya sedang mengalami penurunan daya tahan tubuh.

"Jadi, orangnya pasti kalau terkena, orang yang daya tahan tubuhnya turun banget," kata Miko.

CDC mengatakan virus ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan atas dan bawah seperti bronkitis atau pneumonia pada orang-orang dari segala usia.

Akan tetapi, virus ini paling banyak menyerang anak-anak, orang dewasa lanjut usia, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Masa inkubasi virus ini sekitar tiga hingga enam hari, dengan durasi rata-rata penyakit bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan gejala yang dialami.

Data pengawasan CDC menunjukkan HMPV paling aktif selama akhir musim dingin dan musim semi di daerah beriklim sedang.

Sebagian besar orang yang terinfeksi akan pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan perawatan khusus.

Bagaimana penyebaran virus ini?

Ahli epidemiologi Tjandra Yoga Aditama menyebut penyebaran virus HMPV mirip dengan virus penyebab infeksi saluran napas lainnya.

Tjandra mencontohkan penyebaran ini bisa lewat percikan liur akibat batuk orang yang terinfeksi yang tertempel di tangan dan orang yang terinfeksi tersebut menjabat tangan orang lain.

Untuk mencegah penyebaran virus tersebut, menurut Tjandra, masyarakat perlu mempertahankan hal yang sudah terjadi selama pandemi Covid-19, seperti rajin mencuci tangan dan menutup mulut dengan lengan saat batuk.

Saat seseorang sakit dan kondisinya cukup berat, Tjandra mengatakan orang tersebut sebaiknya beristirahat.

"Kalau sakitnya cukup berat, dia di rumah saja, kalau dia berpergian, gunakan masker," kata Tjandra.

HMPV biasanya menyebar pada musim dingin ketika orang menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan.

Mengapa anak-anak dan orang lanjut usia sangat rentan?

Seseorang dapat tertular HMPV beberapa kali.

Para ahli mengatakan gejala yang dialami orang yang pertama kali terinfeksi virus ini biasanya adalah yang paling parah.

Setelah itu, kekebalan tubuh akan terbentuk dan paparan terhadap HMPV berikutnya kemungkinan tidak akan terlalu parah, selama sistem kekebalan tubuh tetap kuat dan tidak melemah akibat penyakit lain seperti HIV atau kanker.

Hal ini dapat menjelaskan mengapa anak-anak berusia di bawah lima tahun, serta orang lanjut usia di atas 65 tahun yang memiliki sistem kekebalan tubuh lebih lemah serta mereka yang memiliki masalah pernafasan sangat rentan dengan HMPV.

Namun, mengingat HMPV diperkirakan sudah ada selama beberapa dekade, para ahli meyakini ada kekebalan yang terbentuk secara global yang dapat menghalau virus ini menyebar luas. 

Upaya pengendalian

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat untuk menjaga pola hidup sehat, seperti cukup istirahat, mencuci tangan secara rutin, memakai masker saat merasa tidak enak badan, dan segera berkonsultasi dengan tenaga medis jika muncul gejala yang mencurigakan.

"Yang terpenting adalah tetap tenang dan waspada."

Ahli epidemiologi, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan surveilans atau pemantauan, serta deteksi dini merupakan "kunci utama pengendalian penyakit menular".

Eks direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara ini mengatakan Indonesia diharapkan bisa meniru China yang membangun sistem khusus pemantauan penyakit pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya.

"Suatu langkah amat baik, dan perlu juga dipertimbangkan di negara kita, baik untuk infeksi pernapasan sampai pneumonia maupun penyakit menular lainnya," kata Tjandra.

Tjandra mengatakan Indonesia sebenarnya bisa meningkatkan kemampuan pengendalian penyakit dari upaya mengantisipasi penyakit khas yang muncul di musim hujan.

"Di Indonesia maka beberapa hari yang lalu juga diberitakan peningkatan kasus dengue, yang harusnya sejak sekarang sudah kita lihat peningkatan upaya penanggulangannya," kata Tjandra.

Selain itu, Tjandra mengatakan badan pengendalian penyakit di China juga memiliki jurnal ilmiah yang terbit mingguan berisi pola epidemiologi dan karakteristik virus.

"Sehingga bisa jadi panduan pemerintah China untuk program pengendalian dan bahkan proses vaksinasinya kelak.

"Akan baik kalau pola epidemiologi dan genetik berbagai penyakit menular kita juga dipublikasikan dalam jurnal ilmiah resmi seperti ini, untuk jadi panduan pula," kata Tjandra.

Apa yang terjadi di China?

Foto dan video orang-orang mengenakan masker di rumah sakit di China beredar di sejumlah platform media sosial. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan di China kewalahan menangani penyakit ini.

Sejumlah laporan media setempat kemudian membandingkan peristiwa ini dengan awal wabah Covid-19.

Menkes Budi Gunadi Sadikin menampik pemberitaan itu seraya mengatakan "informasi tersebut tidak benar".

Menurutnya, peningkatan kasus flu biasa terjadi di negara dengan empat musim seperti di China, yang kerap mengalami peningkatan kasus flu saat musim dingin.

"Saya sudah lihat datanya, yang naik di China itu virusnya bukan HMPV tapi melainkan tipe H1N1 atau virus flu biasa. HMPV itu ranking nomor tiga di China dari sisi prevalensi, jadi itu tidak benar)," kata Menkes.

Kepala Penyakit Menular di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China, Kan Biao, mengatakan bahwa negara tersebut kemungkinan besar akan terkena berbagai penyakit menular pernafasan pada musim dingin dan musim semi.

Dia mengatakan bahwa jumlah kasus HMPV di antara orang-orang di bawah usia 14 tahun "menunjukkan tren peningkatan."

Namun dia juga mengatakan bahwa jumlah kasus pernafasan di China secara keseluruhan pada 2024 kemungkinan akan lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut Profesor Tulio de Oliveira, direktur pendiri Pusat Respons dan Inovasi Epidemi, HMPV hanyalah satu dari empat virus yang saat ini menyebabkan epidemi musim dingin yang muncul di China—virus lainnya adalah virus pernapasan, Covid, dan influenza.

Dia menjelaskan bahwa tekanan terhadap rumah sakit di China diperkirakan akan terjadi mengingat keberadaan musim dan peredaran keempat virus ini.

Pada Jumat (03/01) China mengumumkan bahw mereka sedang menguji coba sistem pemantauan untuk pneumonia yang tidak diketahui asalnya, dengan kasus beberpa penyakit pernapasan diperkirakan akan meningkat selama musim dingin.

Hal ini berbeda dengan tingkat kesiapsiagaan yang lebih rendah lima tahun lalu kala Covid pertama kali muncul di negara itu. (*)

Tags : kasus HMPV merebak, Gejala HMPV, Penyebaran HMPV, Cina, India, Virus Corona, Indonesia, Kesehatan,