JAKARTA - Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menyebut, kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tak bisa dilihat hanya ketika penghitungan suara semata.
Menurut dia, proses pemilu juga harus jadi pertimbangan apakah terjadi kecurangan atau tidak. Hal itu disampaikan Anies menanggapi pernyataan kawalpemilu.org yang menyebut tak ada indikasi kecurangan pasca-pemungutan suara berlangsung.
"Saya garis bawahi, penting untuk melihat sebuah (kecurangan) pemilu bukan pada saat penghitungannya saja, tapi juga kegiatan pra penghitungan pra-pemilu," ujar Anies di Graha CIMB Niaga, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Anies mengatakan, seluruh proses pemilu harus dievaluasi untuk melihat apakah benar tak ada indikasi kecurangan.
"Sehingga kita tahu bahwa yang dihasilkan lewat pemilu itu sesuai dengan tujuannya, mengetahui aspirasi rakyat yang sesungguhnya, bukan aspirasi rakyat yang hasil tekanan atau hasil tawaran-imbalan," kata dia.
Sebelumnya, Co-Founder Kawalpemilu Elina Ciptadi menyebut, tak ada indikasi kecurangan yang terjadi pasca pemungutan suara pilpres 2024.
Dia mengatakan, tak ada kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif yang menguntungkan paslon tertentu. Hal itu bisa terlihat dari data hasil C.Plano yang dikumpulkan Kawalpemilu.
Menurut dia, kecurangan yang dianggap sebagai indikasi lebih pada kesalahan teknis yang tidak disengaja. Misalnya, saat menginput hasil C.Plano ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang sering terbaca berbeda dari tulisan yang sebenarnya.
"Yang kami temukan dari membaca lebih dari 600 ribuan C.Plano, hasil adalah pertama salah baca dari OCR (optical character recognition), kedua foto diunggah di TPS yang salah, ketiga foto buram sehingga angka atau lokasi TPS-nya tidak terbaca," kata Elina.
Ia mengatakan, kesalahan teknis itu pun tidak bisa dianggap kecurangan karena tidak terjadi secara sistematis. Elina juga menyebut, kesalahan yang terjadi tak mempengaruhi hasil penghitungan suara secara keseluruhan.
"(Kesalahan) yang sporadis atau acak dan tidak menguntungkan satu pihak saja. Dan bila dihitung, selisihnya tidak mengubah hasil juga," ucap dia.
Sebelumnya, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai kecurangan pemilihan umum (pemilu) tak bisa dinafikan begitu saja dengan angka-angka perhitungan.
Menurut dia, kecurangan pemilu bisa saja berpotensi terjadi sebelum, saat dan setelah pemungutan suara.
Hal itu disampaikan Ujang menanggapi pernyataan kawalpemilu.org yang menyebut tak ada indikasi kecurangan yang terjadi pasca pemungutan suara.
"Kita tidak bisa berasumsi setelah pencoblosan tidak ada kecurangan, kalau kita pemain politik jadi timses atau penyelenggara," kata Ujang kepada Kompas.com, Selasa (12/3/2024).
"Justru kerawanan kecurangan ada setelah pencoblosan, makanya ada istilah perpindahan suara, penggelembungan itu kan dalam konteks penggelembungan," sambung dia.
Menurut Ujang, setiap orang tak bisa berspekulasi apakah benar terjadi kecurangan atau tidak. Setiap orang, kata Ujang, harus berpikir secara objektif dan membuktikan jika menuduh terjadi kecurangan.
Hal sebaliknya juga berlaku, apabila menyebut tidak ada kecurangan di dalam pelaksanaan Pemilu 2024, maka perlu didukung dengan bukti yang objektif.
"Jadi, kalau dalam permainan politik, dugaan kecurangan pasca pencoblosan memungkinkan tentu ada, tapi ada atau tidak harus dibuktikan. Semua harus objektif menilai, agar pemilu kita transparan tidak ada kecurangan dan berkeadilan," ucapnya.
Sebelumnya, kawalpemilu.org menyebutkan, tak ada kecurangan dalam pemilihan umum (pemilu) pasca pemungutan suara.
Hal itu disampaikan dalam akun sosial media mereka @kawalpemilu_org.
"Dari penelitian ini, kami tidak menemukan indikasi kecurangan paska pencoblosan Pilpres yang terstruktur, sistimatis dan masif sehingga menguntungkan salah satu paslon," tulis Kawalpemilu.
Co-Founder Kawalpemilu.org, Elina Ciptadi mengatakan indikasi itu tak ditemukan setelah membaca hasil C.Pleno yang dilakukan kawalpemilu.
Adapun yang selama ini dianggap sebagai indikasi kecurangan, kata Elina, merupakan kesalahan teknis semata dan tidak disengaja. Misalnya saat menginput hasil C.Pleno.
"Yang kami temukan dari membaca lebih dari 600 ribuan C.Pleno, hasil adalah pertama salah baca dari OCR (optical character recognition), kedua foto diunggah di TPS yang salah, ketiga foto buram sehingga angka atau lokasi TPSnya tidak terbaca," kata Elina.
Ia mengatakan, kesalahan teknis itu pun tidak bisa dianggap kecurangan karena tidak terjadi secara sistematis. (*)
Tags : KawalPemilu, Anies Baswedan, kecurangan pemilu, Pemilu 2024,