PEMBANGUNAN halte TransJakarta di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI) menuai pro dan kontra.
Sejumlah warga antusias dengan pembukaan halte bertingkat itu karena ingin berfoto dengan latar Monumen Selamat Datang, sementara arsitek menilai “peradaban kota dipertaruhkan”.
Seperti diberitakan media, warga terlihat antre untuk berfoto di area anjungan (sky deck view) Halte Transjakarta Bundaran HI pada Minggu 9 Oktober 2022.
Salah satu pengunjung mengatakan tempat itu bisa menjadi spot foto baru di ibu kota.
Halte yang belum beroperasi karena masih dalam tahap pembangunan itu memang berbeda dari halte-halte yang dibangun PT TransJakarta sebelumnya.
Halte Bundaran HI—dan Halte Tosari yang berdesain sama—memiliki dua lantai. Selain area untuk menunggu bus, halte itu dikatakan akan dilengkapi area komersial, toilet, musala, lift prioritas, hingga area anjungan.
Bambang Eryudhawan— seorang arsitek dengan minat pada bidang desain urban, pelestarian cagar budaya, dan sejarah— menilai pembangunan Halte TransJakarta Bundaran HI “mengganggu kenyamanan peradaban kota”.
“Coba contoh lihat di Tokyo, atau di mana, bikin halte ya bikin halte. Sudah. Enggak usah aneh-aneh. Apalagi yang dibela selfie-selfie-nya. Aduh, masya Allah. Kayak enggak tahu tempat saja,” kata Bambang seperti dirilis BBC News Indonesia.
Sebelumnya, Direktur PT TransJakarta Mochammad Yana Aditya mengatakan kepada media bahwa pembangunan halte itu tidak menyalahi aturan apapun, termasuk soal anggapan yang menilai kalau halte itu mengganggu Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) Monumen Selamat Datang.
Dia mengatakan, “Semua yang dibangun TransJakarta sudah ada landasan hukumnya”.
Sejarawan JJ Rizal, melalui akun Twitternya juga meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan pembangunan halte kembar dan bertingkat di Bundaran HI dan Tosari itu.
Selain merusak pandangan, JJ Rizal menilai halte itu “mengkapitalisasi” kawasan bersejarah warisan Presiden Soekarno yang mencakup Monumen Selamat Datang beserta air mancurnya, Hotel Indonesia, sampai kawasan Sarinah.
“Mohon pak gubernur @aniesbaswedan stop pembangunan halte @PT_Transjakarta yg arogan di kawasan cagar budaya penanda sejarah perubahan kota kolonial jadi kota nasional warisan sukarno, jgn biarkan halte2 itu jd noda di buku sejarah masa pemerintahan bpk yg kaya prestasi,” cuit JJ Rizal pada akhir September lalu.
“Kalau pinjam jangan macam-macamlah”
Bambang mengatakan tidak ingin menggunakan pendekatan legal untuk mengkritisi pembangunan Halte TransJakarta Bundaran HI, meskipun menurut dia, dilihat dari standar operasional prosedur (SOP), pembangunan itu sudah “salah” karena tidak melibatkan tim ahli cagar budaya (TACB) dan sidang pemugaran, sesuai dengan aturan yang dibuat Pemprov DKI Jakarta sendiri.
Arsitek yang juga termasuk ke dalam anggota TACB itu mengatakan secara kelaziman saja, pembangunan itu “tidak sensitif”.
Sejak awal Halte TransJakarta Bundaran HI dan Tosari dibangun di median jalan dan jalur hijau, yang seharusnya menjadi tempat buat pohon-pohon. Namun, seolah tak cukup dengan halte, kini TransJakarta ingin melengkapinya area komersial. Itu, dinilai Bambang “tidak pantas” dan “tidak patut”.
“Bikin halte, ya sudah secukupnya kan. Itu kan bukan tanah punya dia kan? Kebetulan dikasih pinjam sama publik, boleh dipakai nih, biasanya buat pohon, tanaman, ada lampu jalan, sekarang dipakai buat halte. Ya silakan bikin halte. Haltenya secukupnya dong.
Kenapa harus ada kafe di median jalan? Kenapa? Kan enggak masuk akal. Kita enggak usah berdebat soal cagar budaya, ini soal kepatutan saja,” kata Bambang.
Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan argumennya bukan berarti dia tidak mendukung pembangunan halte yang bagus untuk masyarakat, tapi Bambang menekankan pembangunannya harus dalam “skala, posisi, dan dimensi yang pantas sebagai halte”.
Apalagi sudah banyak protes dan kritik mengenai pembagunan tersebut.
“Jadi harus sensitif, peka terhadap publik. Sebagai (tanah) milik publik, di jalur hijau, dikasih kesempatan bikin halte, ya sopan dong,” tegas Bambang.
Dia menilai, sebenarnya niat awal PT TransJakarta untuk merevitalisasi halte-haltenya sudah bagus agar masyarakat bisa lebih nyaman menggunakan transportasi publik, tapi sayangnya dia menilai pembangunannya kini kebablasan.
“Ini bukan terminal bandara, bisa ada kafe, toko buku, segala macam. It’s getting too much (ini makin keterlaluan),” ujar dia.
Jembatan penyeberangan yang mengganggu dan instalasi bambu yang rapuh
Jelang gelaran Asian Games 2018 lalu, dua jembatan penyeberangan orang (JPO) di Bundaran HI dan Tosari, yang terhubung dengan halte TransJakarta, dibongkar karena dinilai menghalangi Monumen Selamat Datang yang akan menyambut para tamu Asian Games.
"Jadi nanti kita akan bisa merasakan Jalan Thamrin lurus tanpa ada JPO dan sampai di sekitar Bundaran HI kita akan menyaksikan lagi patung selamat datang," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 22 Juli 2018, dikutip dari Kompas.com.
Sebagai gantinya dibuatkan pelican crossing, sehingga para pejalan bisa menyeberang di fasilitas itu.
Selang beberapa bulan, tepatnya pada 16 Agustus 2018, Gubernur Anies meresmikan sebuah instalasi bambu besar yang berhadapan dengan Monumen Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia.
Instalasi bambu yang disebut Getah-getih itu merupakan karya seniman Joko Avianto yang nilainya mencapai Rp550 juta.
Kala itu, Anies ingin membuat karya seni dari material khas Indonesia untuk menyambut momen Asian Games. Namun, sekitar pertengahan Juli 2019, instalasi itu dibongkar oleh Pemprov DKI karena dinilai rapuh.
Keberadaan JPO yang dinilai menghalangi pemandangan dan instalasi bambu yang dulu juga sempat diprotes banyak orang, menurut Bambang tidak seberapa mengganggunya dibandingkan keberadaan halte bertingkat di kawasan yang sama.
Dia menyebut JPO dan instalasi bambu “skalanya masih dalam batas toleransi”
“Tapi yang sekarang ini menohok semua orang, bahwa ternyata bundaran HI dengan Tugu Selamat Datang, dan ada Hotel Indonesia, dan Wisma Nusantara itu, ternyata satu kesatuan yang begitu diganggu secara kasar dan tidak beradab, terasa sama kita sebagai manusia. Kok jadi jelek begini? Itu yang kita gugat sebenarnya,” kata Bambang.
Halte TransJakarta Bundaran HI diproyeksikan menjadi halte ikonik bersama dengan Halte Tosari, Halte Sarinah (Thamrin), Halte Dukuh Atas 1, dan Halte Integrasi Cikoko Stasiun Cawang.
Awalnya Halte TransJakarta Bundaran HI itu dijadwalkan diresmikan pada Jumat 7 Okttober 2022 petang pekan lalu.
Nyatanya, agenda peresmian itu dibatalkan oleh Gubernur Anies Baswedan.
Anies tetap datang ke lokasi pada tengah malam, sekitar pukul 23.13 WIB dan mengatakan hanya melakukan “peninjauan saja”.
Anies juga tidak mengomentari protes dari berbagai pihak mengenai pembangunan halte TransJakarta itu. (*)
Tags : Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran HI Menuai Pro-Kontra, Komersial dan Selfie,