
PEKANBARU - Ratusan hektar kebun kelapa sawit di lokasi eks transmigrasi di Kecamatan Batang Cenaku, Indragiri Hulu (Inhu), Riau, masuk dalam kawasan hutan produksi konversi (HPK).
"Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) banyak dijarah."
"Padahal, petani di kawasan HPK (eks transmigrasi) sudah pada banyak yang memiliki dan mengantongi sertipikat hak milik (SHM), tetapi mereka secara perlahan tergusur oleh pelaku penjarah yang menjadikan lokasi kebun sawit," kata Dahrul Rangkuti, Aktivis Eka Nusa yang melihat perkembangan daerah itu.
Para petani sebelumnya menjalin kemitraan dengan PT Mega Nusa Inti Sawit. Tetapi, SHM yang mereka pegang seolah tak berarti akibat status kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Anggota DPRD Inhu, Gaguk Budi Trapsilo, mengaku sudah menerima keluh kesah dari para petani.
Ia berjanji akan memperjuangkan aspirasi para petani sawit itu.
"Saya bersama anggota dewan Inhu lainnya berkomitmen akan memperjuangkan lahan sawit yang bermasalah agar dikeluarkan Kementerian Kehutanan dari zona kawasan hutan," kata Gaguk Budi Trapsilo saat reses di Desa Bukit Lipai, Kerubung Jaya, Bukit Lingkar, dan Kuala Gading, Senin (17/2) lalu.
"Kebetulan saya juga salah satu dari ratusan petani yang mempunyai kebun plasma yang masuk HPK di Desa Kerubung Jaya. Tentunya ini akan kami perjuangkan sampai tuntas," tambahnya.
Menurutnya, pelepasan dari kawasan hutan harus dituntaskan sebelum replanting yang dijadwalkan pada tahun 2026 mendatang.
"Jika tidak ada pelepasan, akan menjadi kendala dalam kepemilikan lahan dan juga nantinya menyulitkan petani mendapatkan dana peremajaan sawit rakyat (PSR) dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP)," paparnya.
Gaguk bersama tim akan bertolak ke Kementerian Kehutanan di Jakarta untuk memperjuangkan para petani.
Tetapi Kepala Desa Bukit Lipai, Suryo Indro Wibowo, menyampaikan bahwa di desanya ada sekitar 60 hektar lahan plasma milik petani eks transmigrasi masuk dalam HPK.
Pihak desa sudah membantu pekebun untuk melengkapi persyaratan dalam pengurusan pelepasan kawasan tersebut.
"Kami berharap dukungan anggota DPRD Inhu yang juga merupakan warga eks transmigrasi Kecamatan Batang Cenaku dalam memperjuangkan usulan kami dalam pelepasan kawasan hutan di Kementerian Kehutanan RI," kata Suryo.
Ketua KUD Karya Bersama Desa Kerubung Jaya, H. Syamsir juga sependapat yang disebutkan Kades Suryo.
"Ada 240 hektar kebun plasma anggota kami juga masuk dalam HPK. Jika tidak segera dilepaskan, kami khawatir tak bisa mendapatkan bantuan PSR dari BPDP karena terganjal oleh aturan yang ada," ungkapnya.
Pelaku penjarahan kawasan hutan produksi konversi yang dijadikan kebun sawit terus ditertibkan aparat hukum setempat.
Kepolisian Resor (Polres) Indragiri Hulu (Inhu), Riau, belum lama ini kembali mengungkap pelaku perambahan kawasan hutan di Desa Pejangki, Kecamatan Batang Cenaku, Inhu.
Kepala Seksi (Kasi) Humas Polres Inhu, Aiptu Misran mengatakan, dalam perkara pelaku penjarah di kawasan hutan yang masuk Hutan Produksi Terbatas (HPT), 3 orang pelaku ditangkap.
Salah satu pelaku, merupakan otak pelaku yang menjarah hutan tersebut. Sedangkan dua pelaku lainnya adalah pekerja.
"Satu orang pelaku ditetapkan sebagai tersangka, bernama M Taufiq (51). Pelaku berperan sebagai orang yang merambah kawasan hutan lindung untuk dijadikan kebun sawit," kata Misran dalam konfrensi pers nya, Minggu (9/2).
Kasus ini, tambah dia, masih dalam tahap penyidikan. Tersangka sudah ditahan sejak 4 Februari 2025.
Dijelaskan Misran, pengungkapan kasus ini dilakukan pada Kamis 30 Januari 2025.
Awalnya, Satreskrim Polres Inhu melakukan patroli gabungan bersama polisi kehutanan (Polhut) Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.
Dalam patroli itu, petugas mendapati alat berat eskavator sedang merambah hutan. Petugas langsung memberhentikan eskavator dan mengamankan operator, Roni Yahya dan helper alat berat, Agus Triawan.
Berdasarkan keterangan kedua pelaku, mereka mengaku sudah tiga hari bekerja membuka lahan. Mereka juga mengaku dipekerjakan oleh M Taufiq.
Tim gabungan bergerak cepat untuk menangkap M Taufiq hingga berhasil diamankan.
Petugas langsung memberhentikan eskavator dan mengamankan operator, Roni Yahya dan helper alat berat, Agus Triawan. Berdasarkan keterangan kedua pelaku, mereka mengaku sudah tiga hari bekerja membuka lahan.
Mereka juga mengaku dipekerjakan oleh M Taufiq. Tim gabungan bergerak cepat untuk menangkap M Taufiq hingga berhasil diamankan.
Kemudian, petugas mengambil titik koordinat dan dinyatakan kawasan hutan ini masuk Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Ketiga pelaku dan barang bukti eskavator diamankan ke Polres Inhu untuk diperiksa lebih lanjut.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku tidak memiliki dokumen yang sah untuk membuka lahan tersebut," ungkap Misran.
Sebelumnya, Polres Inhu menangkap lima orang pelaku pengrusakan hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Mirisnya, pengrusakan hutan ini dilakukan oleh Kepala Desa dan Sekretaris Desa Siambul, Kecamatan Batang Gansal. Kedua aparat desa ini bersekongkol untuk menjual hutan 150 hektar, seharga Rp 1,6 miliar. (*)
Tags : riau, indragiri hulu, perambahan hutan, pembabatan hutan, hutan produksi terbatas, perambahan hutan untuk kebun sawit ,