PEKANBARU - Kebijakan pemerintah pusat yang memangkas Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp1,2 triliun dipastikan berdampak signifikan terhadap penyusunan APBD Riau Tahun 2026.
"Pemerintah pusat pangkas TKD."
“Pemangkasan TKD yang hampir Rp1,2 triliun itu memang berdampak pada penyusunan anggaran. Tapi kita masih berupaya mencari sisi lain agar walaupun ada pemotongan, kinerja pemerintah tetap optimal,” kata Sekretaris Komisi I DPRD Riau, Amal Fathullah, Kamis (13/11).
DPRD Riau kini tengah mencari solusi agar pemotongan tersebut tidak mengganggu kinerja birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
Amal Fathullah menegaskan, pihaknya terus berupaya mencari langkah antisipatif agar efisiensi anggaran tidak menurunkan produktivitas aparatur pemerintah daerah.
Amal menambahkan, kebijakan tersebut merupakan instruksi langsung pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan.
Ia mengkhawatirkan adanya imbas terhadap Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Riau.
"Yang kita khawatirkan tentu saja pengurangan TPP. Sebab, pemotongan ini bisa berdampak pada semangat kerja ASN dan efektivitas biro di daerah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Amal menyampaikan bahwa pihaknya menunggu hasil pembahasan lanjutan dari Komisi III DPRD Riau dan Badan Anggaran (Banggar) untuk menentukan langkah konkret dalam menghadapi kebijakan tersebut.
“Kita menunggu pembahasan di Banggar yang akan secara spesifik membahas soal ini. Mudah-mudahan ada solusi terbaik untuk menjaga keberlanjutan kinerja pemerintahan Provinsi Riau,” pungkasnya.
Sementara Komisi III DPRD Riau menyoroti kondisi keuangan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengalami keterlambatan pembayaran bagi hasil Participating Interest (PI) yang diterima daerah.
Pembayaran DBH masih Tertunda.
"Dari hasil pembahasan kondisi keuangannya (PHR) sebenarnya minus, tetapi dalam laporan keuangan tidak boleh minus. Maka hanya dibuat 1 dolar AS," ujar Edi Basri, Ketua Komisi III DPRD Riau.
Dalam pembahasan yang dilakukan Komisi III dengan pihak terkait, terungkap kondisi keuangan PHR saat ini masih defisit.
Ketua Komisi III menjelaskan bahwa ada perubahan skema terkait dengan perubahan pembagian hasil pemerintah pusat dan daerah.
Dari 65 persen untuk daerah dan 35 persen untuk pemerintah pusat, sekarang berubah menjadi 80 persen untuk daerah dan 16 persen untuk pemerintah pusat.
"Dengan perubahan peraturan ini, ada keterlambatan pembayaran dari pemerintah pusat kepada PHR sebesar 550 Juta dolar AS atau Rp8 triliun lebih. Dana tersebut adalah piutang yang harus diterima dari negara," lanjut Edi.
Harapannya, kata Anggota Fraksi Gerindra dapil Kampar itu, pembayaran piutang negara kepada PHR dapat menambah pemasukan bagi APBD Riau. Salah satu komponen bagi APBD Riau adalah berasal dari dana PI, terlebih lagi setelah mendengar PI dari PHR hanya 1 dolar.
"Nilai itu tidak bersih 10 persen untuk daerah, sebab ada kekurangan pendanaan dari PHR yang ditutupi dahulu. Total 10 persen PI untuk daerah dibagi 50 persen untuk Pemerintah Provinsi dan 50 persen untuk Kabupaten/Kota penghasil," ucapnya.
Hingga kini pihak PHR belum dapat memberikan rincian perolehan dana dari PI yang akan dialokasikan untuk APBD tahun 2026.
"PHR belum bisa memberikan rincian gambarannya, maka dia tadi meminta waktu satu sampai dua hari untuk memberikan estimasi tersebut," tutupnya. (*)
Tags : pemerintah pusat, kebijakan pemerintah pusat, transfer ke daerah, tkd, pemerinah pusat pangkas tkd, pemangkasan kd berdampak pada apbd riau, News,