Sorotan   2023/08/06 19:2 WIB

Kebun Kelapa Sawit Milik PT MMJ Penuh Misteri jadi 'Kena Gempur Habis-habisan', ICI: Kejati Perlu Kembali Usut HGU yang Persyaratannya Tidak Lengkap

Kebun Kelapa Sawit Milik PT MMJ Penuh Misteri jadi 'Kena Gempur Habis-habisan', ICI: Kejati Perlu Kembali Usut HGU yang Persyaratannya Tidak Lengkap
Kebun sawit milik PT MMJ hingga sudah menuai panen.

"Masyarakat Pulau Rupat masih mempertanyakan janji yang pernah dilontarkan perusahaan perkebunan kelapa sawit Marita Makmur Jaya (MMJ) yang dinilai penuh misteri"

eberadaan perkebunan kelapa sawit milik PT Marita Makmur Jaya (MMJ) di Pulau Rupat, Bengkalis, Riau terus menuai misteri bahkan menderita kena 'gempur' [di demo dan diunjuk rasa] oleh massa.

"Dalam penerbitan hak guna usaha [HGU] perusahaan MMJ dituding tidak memiliki persyaratan lengkap."

"Ya, mungkin ya .. ada kekeliruan dalam penerbitan HGU perkebunan tersebut. Lagi pula dalam prosesya kami menduga ada kongkalingkong pihak terkait begitu kental," kata Badan Pekerja Nasional [Bakernas] Indonesian Corruption Investigation [ICI], H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, tadi Minggu (6/8/2023).

Tetapi Kejaksaan Tinggi [Kejati] Riau pernah mengusut dugaan korupsi pada proses kepemilikan HGU perusahaan itu.

"HGU yang dikantongi perusahaan seluas ribuan hektar diproleh informasi tak mengantongi persyaratan lengkap, terutama soal areal pengganti dari hutan produksi yang dikonversi untuk pembangunan kebun," sebut Darmawi Wardhana.

Masih terjadinya ketegangan antara masyarakat Pulau Rupat dengan perusahaan perkebunan, lantas membuat pemkab Bengkalis mengumpulkan sedikitnya sekitar 17 perusahaan bidang perkebunan dan kehutanan pengelola kawasan hutan melakukan pertemuan di Aula Lantai II Kantor Bupati, Senin 5 November 2011 lalu.

Ada 6 poin penting yang dibahas dengan para perusahaan tersebut.

Dalam pertemuan berlangsung selama sekitar 3 jam itu, sedikitnya membahas sebanyak enam isu penting.

Diantaranya, kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi dalam kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dari hasil pengelolaan kawasan hutan.

Kemudian perusahaan penerima izin pelepasan kawasan, hendaknya selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan masyarakat sekitar. Sehingga tidak menimbulkan konflik yang lebih luas antara masyarakat.

Selama ini pihak perusahan yang mengelola kawasan hutan, cenderung dituding tidak berpihak dan mengabaikan hak dari masyarakat seperti realisasi pelaksanaan kebun plasma yang telah dijanjikan tetapi tidak pernah dipenuhi.

Persoalan tata batas yang harus jelas antara kawasan yang telah dilepaskan dengan areal lahan milik masyarakat.

Pertemuan tersebut juga menyinggung persoalan sumbangsih perusahaan dalam memantau dan antisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Pemkab Bengkalis juga menekankan, seluruh perusahaan pengelola kawasan hutan di Kabupaten Bengkalis diminta secara serius melaksanakan kewajibannya, meskipun sudah mengantongi izin dari pemerintah.

Program-program Community Social Responsibility (CSR) yang sudah diwajibkan kepada perusahaan dapat direalisasikan sebagaimana mestinya.

Pulau Rupat terus terjamah

Perusahaan juga diminta untuk segera menyelesaikan tata batas lahan, sesuai dengan aturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan pengelolaan kawasan untuk hutan tanaman kehidupan.

Menyimak hal itu, yakni seringnya keributan ditengah masyarakat rupat, Pemkab Bengkalis pada jauh hari telah memperingatkan para pengusaha yang bercokol di Bengkalis ini, Darmawi Wardahana mengaku tak habis pikir yang terjadi dilapangan.

Sebagai contoh, kata dia yang menduga hingga kini proses pembangunan kebun sawit milik MMJ justru masih melabrak ketentuan dan aturan hukum serta perundang-undangan.

"Di antaranya, proses pelepasan kawasan hutan yang tidak disertai oleh areal pengganti," kata dia.

Areal pengganti yang diajukan oleh manajemen MMJ diduga bermasalah, lagi ada pada kawasan yang sudah ada kepemilikan haknya. Yakni kawasan HPK milik PT Bina Duta Laksana [Sinar Mas Grup] seluas 22.830 hektar yang berada di Kabupaten Indragiri Hulu.

"Penunjukkan areal pengganti pada kawasan di mana sudah ada kepemilikan hak, tidak dibenarkan oleh ketentuan perundang-undangan. Ini bisa masuk dalam ranah pidana, perdata maupun PTUN," kata dia menyikapi.

Ia menjelaskan, dalam ketentuan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan BPN, bahwa pengajuan areal pengganti kawasan hutan yang dikonversi, hanya bisa dilakukan pada areal yang belum ada kepemilikan haknya.

"Tetapi, mengapa masalah ini seakan dibiarkan oleh otoritas terkait," tanya Darmawi Wardhana.

Menurutnya, atas kejanggalan itu seharusnya operasional MMJ di Rupat dihentikan sementara. 

Hal tersebut untuk mencegah terjadinya pengrusakan lingkungan dan hutan secara massif hanya karena alasan investasi.

"Seharusnya kan dudukkan persoalan hukum kawasan hutan ini lebih dulu. Apakah perusahaan sudah mengantongi izin, apakah prosedurnya sudah dipenuhi," tanya dia.

"Ini juga perlu dilakukan status quo lahan," kata Darmawi seraya menyatakan bahwa Pemkab Bengkalis, Pemprov Riau, BPN dan Menteri Kehutanan ikut bertanggung jawab atas kekisruhan kawasan hutan yang dimanfaatkan diduga secara tidak legal itu. 

Manajemen MMJ dikonfirmasi melalui Direktur Utama MMJ Sidharta tak menjawab.

'Ketegangan masyarakat dan perusahaan' 

Seperti yang terjadi perusahaan MMJ ini pada sebelumnya terus didemo oleh masyarakat setempat.

Ratusan masyarakat dan mahasiswa Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis mendatangi kantor perusahaan perkebunan kelapa sawit MMJ guna mempertanyakan kembali janji-janji kerjasama dengan masyarakat.

MMJ yang berdiri pada tahun 2007 lalu di duga kuat melakukan pembohongan kepada masyarakat yang tak juga mengabulkan program pola kerjasama melalui Kredit Koperasi Primer Anggota [KKPA].

"Ini terang saja menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang sudah menunggu cukup lama," kata Camat Rupat, Hanafi pada wartawan.

Masyarakat Desa Darul Aman, Kelurahan Tanjung Kapal dan Kelurahan Batu Panjang yang tergabung dalam wadah koperasi rupat jaya sudah berkali-kali mempertanyakan permasalahan bagi hasil ini ke manajemen MMJ.

Bahkan Direkturnya (Maria) juga tidak sudi menjawab kapan akan di serahakannya kembali tanah-tanah kelompok yang di pinjam perusahaan dan juga kapan di mulainya bagi hasil dengan masyarakat melalui pola KKPA itu.

Selama ini koperasi rupat jaya menjadi tempat bernaung masyarakat dalam hal ini juga tidak pernah memberikan klarifikasi dan cenderung menjauh dengan masyarakat yang menjadi anggota.

Masyarakat menduga adanya persengkokolan antara MMJ bersama KUD Rupat Jaya.

Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Pelajar Mahasiswa Rupat-Bengkalis (HPMR-B) bersama masyarakat pada Senin, 16 April 2018 lalu tidak hanya melakukan gempuran [mendatangi] kantor MMJ, namun di awali dengan melakukan orasi di kantor UPTD koperasi dan kantor Kecamatan Rupat.

Pihak kecamatan mengharapkan untuk tetap menjaga ketertiban dan menerima apa yang menjadi tuntutan masyarakat untuk di teruskan kepada pemerintah Kabupaten Bengkalis sehingga ada langkah-langkah untuk dapat mencari solusi antara MMJ dan masyarakat.

“Kami harapkan semua anggota aksi tetap menjaga ketertiban, dan untuk semua tuntutan akan kami teruskan ke Pemerintahan Bengkalis, sehingga ada mediasi yang menghasilkan solusi terbaik untuk Masyarakat," ungkap Hanafi masa itu.

Ketua Koordinator Lapangan (KorLap) Sobari, dalam isi penyampaianya mengharapkan kepada pihak MMJ untuk dapat segera melakukan atau menepati janji-janji dengan masyarakat.

"Kelompok tani atau KKPA  yang di kelola KUD Rupat Jaya hendaknya bisa memberikan kepastian waktu pelaksanaanya dengan se singkat-singkatnya, mengingat para anggota banyak yang sudah meninggal dunia tanpa menikmati hasil.

Unjuk rasa masyarakat dan mahasiswa dilakukan didepan Camat Rupat, Kepala UPTD Koperasi dan Ketua KUD Rupat Jaya Zaeli Yahya tidak menemukan hasil.

Dengan di dampingi  Camat Rupat, Hanafi dan Kapolsek Rupat AKP Masrial S.Sos dengan pengawalan anggota Polsek Rupat, Rupat Utara dan di bantu Anggota dari Polres Bengkalis yang berjumlah sekira 50 orang, massa tiba di kantor MMJ dan diterima langsung oleh direktur perusahaan, Maria.

Bertempat di halaman Kelenteng MMJ masa aksi melakukan mediasi guna memperoleh kejelasan tentang bagi hasil melalui pola plasma dan juga tentang tukar guling dengan kelompok  tani masyarakat.

Menjawab tuntutan aksi, Maria mengakui adanya kelompok masyarakat yang tergabung oleh KUD Rupat Jaya dengan pola KKPA dan juga kelompok tani masyarakat.

Namun pihak perusahaan belum bisa membagikan saat ini mengingat perusahaan sedang mengerjakan Tahab II seluas 7000 Ha yang akan menjadi lokasi pembagian bersama masyarakat dan saat ini baru terealisasi pengerjaanya seluas 3000 Ha.

Menanggapi adanya isu tentang kejanggalan terbitnya HGU Tahun 2004 dengan tegas, Maria menjawab bahwa perusahaan sudah memenangkan dalam persidangan PTUN dan itu sah demi hukum.

Sedangkan mengenai persoalan tenaga kerja yang tidak mengikuti peraturan menteri tenaga kerja, Maria berdalih bahwa dalam perusahaanya tidak ada karyawan tetap, namun semuanya tenaga kontrak atau pekerja borongan sehingga pekerja tidak ada perlindungan dari segi manapun tak terkecuali untuk urusan kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.

“Semua pekerja di sini adalah pekerja lepas atau borongan, jadi tak ada karyawan tetap,” cetus Maria.

Mendengar jawaban Direktur MMJ yang terkesan berbelit-belit tesebut masa yang di wakili Korlap mendesak untuk bisa menyepakati bersama dengan perjanjian tertulis waktu dibagikanya hak-hak masyarakat mengingat usia perusahaan sudah mencapai 17 tahun.

Masyarakat tidak ingin menunggu lama lagi pada proses selesai perkebunan tahab II maka masyarakat harus menunggu sekira 15 Tahun mendatang dan itu sudah keluar dari proses kesepakatan, karena dalam dokumen perjanjian tidak ada mengenal istilah Tahab II.

Namun di sayangkan, lagi-lagi perusahaan tidak mau menyepakati secara tertulis apa yang menjadi tuntutan demonstran.

'Perusahaan tak sudi jalankan program KKPA'

Tetapi persoalan demi persoalan yang melilit perusahaan MMJ ini tidak hanya sampai disitu.

Forum Perjuangan Pembangunan Masyarakat Riau [FPPMR] juga telah membahas program KKPA PT MMJ.

Intinya, MMJ saat masih belum bersedia melakukan pembagian hasil usaha tentang pengelolaan perkebunan sawit di bidang plasma untuk menjalankan program kebun plasma dengan pola KKPA.

"Program itu sudah dilakukan mediasi sejak 30 Juni 2022 silam," kata Rudi S dari FP2MR, pada wartawan yang kembali membicarakan soal program KKPA itu melalui sambungan teleponnya. 

"Mediasi bagi hasil terkait pembagian hasil usaha tentang pengelolaan perkebunan sawit sudah dilakukan, tapi rasanya kok perusahaan masih enggan menjalankan soal ini," sebutnya.

Sebelumnya, sebut Rudi, perusahaan MMJ yang beroperasi di Pulau Rupat menyepakati bagi hasil plasma sejak Tahun 1999 silam melalui koperasi dengan pola KKPA. 

Tetapi, hal itu tidak pernah direalisasikan oleh pihak perusahaan, "kita sudah jembatani melalui pihak kepolisian Polsek Rupat Polres Bengkalis dalam memediasi kedua belah pihak agar kedua belah pihak bisa menyelesaikan secara damai," kata Rudi.

"Kemarin itu kita dari FP2MR sebagai pendamping dan kuasa dari masyarakat tujuh kelompok di Rupat, dimana berdasarkan kesepakatan tanggal19 Nopember 2000, tanah masyarakat seluas 4.502 hetar disepakati untuk dilakukan sistem kerjasama bagi hasil untuk MMJ dan untuk masyarakat [63%-35%]," ungkapnya.

"Kami minta supaya Camat Rupat, Bupati Bengkalis, Gubernur Riau, Kemen ATR BPN dan juga Komisi 4 DPR RI agar serius mananggapi surat yang kami layangkan agar dapat dilakukan hearing untuk membahas khusus tanah masyarakat sejumlah 4.502 hektar ini. Jika tidak ingin mengabulkan program KKPA pada kebun plasmanya, sebaiknya lahan warga dikembalikan saja," pintanya. 

Seperti disebutkan kembali Darmawi Wardahana, MMJ diduga melanggar Undang-Undang lingkungan hidup.

"Perusahaan ini diduga telah melanggar Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup karena telah melakukan perambahan serta pengalihfungsian hutan bakau menjadi lahan perkebunan sawit," kata Darmawi pula.

"Jika semua yang dilakukan perusahaan itu (PT MMJ) tidak mengikuti jalur dan prosedur yang berlaku mengenai izin pengelolahan dan pengalihan lahan serta izin prinsip mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), maka pemerintah harus bertindak cepat," sebutnya.

Menurutnya, sebahagian besar lahan yang berada di pulau Rupat merupakan lahan gambut. Untuk melakukan pemanfaatan terhadap lahan gambut, perlu dilakukan evaluasi mendalam agar tidak berdampak terhadap lingkungan serta daratan di pulau Rupat itu sendiri.

"Jadi apabila MMJ terbukti tidak memiliki izin pengalihan lahan tersebut, kita mengharapkan agar pemerintah dapat segera melakukan evaluasi dan menindaknya," harap Darmawi Wardhana putera Bengkalis ini.

Harapan Darmawi bukan tidak beralsan, menurutnya untuk menghambat dampak lingkungan yang lebih jauh lagi, pemerintah perlu mengkaji ulang.

Ia mengatakan, sebagaimana yang tertera dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang aspek lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam, lingkungan, kelangsungan mahkluk hidup, dan kesejahteraan manusia itu sendiri.

Perkebunan sawit picu kenaikan suhu tanah 

"Apabila salah satu ataupun beberapa aspek tersebut dirugikan dan berdampak terhadap lingkungan yang mempengaruhi ekosistem mahkluk hidup yang berada di sekitarnya, maka MMJ wajib ditindak dan diberi sanksi sesuai dengan penerapan UU yang diberlakukan," simaknya.

Menurutnya, operasional perusahaan dari jarak hutan bakau yang seharusnya membentang sekitar 500 meter dari bibir pantai, kini hanya tinggal 50 - 100 meter saja.

"Kondisi itu diperparah lagi dengan penanaman bibit sawit didaratan yang rentan abrasi."

Jadi satu sisinya pemkab Bengkalis terus mengimbau masyarakat kepulauan agar menjaga hutan bakau untuk mengurangi tingkat abrasi yang sebelumnya dapat mengikis daratan pulau Rupat tujuh meter setiap tahunnya, tetapi anehnya mengapa jika itu diketahui justru yang merusak pihak perusahaan lalu tindakan apa yang diberikan, kata Darmawi balik bertanya. (*)

Tags : pt marita makmur jaya, kebun kelapa sawit mmj, kebun sawit di pulau rupat, bengkalis, riau, misteri kebun sawit di pulau rupat, hgu mmj tidak memiliki persyaratan lengkap,