"Kebun sawit milik Koperasi Petani Sawit Makmur [Kopsa-M] binaan PTPN V Riau melalui program Kredit Koperasi Primer Anggota [KKPA] mulai tak terurus, kini menimbulkan persoalan baru yang sudah bergulir ke Mahkamah Agung [MA]"
ihak Koperasi Petani Sawit Makmur [Kopsa-M] merasa luasan kebun sawitnya berkurang, dimana sesuai dengan perjanjian awal pada tahun 2002, PTPN V menjadi mitara usaha [bapak angkat] dalam pembangunan kebun kelapa sawit pola PIR KKPA mimiliki luasan lahan 2.000 hektar [Ha] untuk anggota koperasi dengan pendistribusian lahan [areal] untuk kebun inti seluas 500 Ha, untuk sosial dan kesejahteraan masyarakat seluas 1,500 Ha, dan untuk anggota Koperasi seluas 2.000 Ha.
Berkurangnya hasil dari perkebunan kelapa sawit KKPA Kopsa-M membuat beban berat untuk melakukan cicilan kredit ke pihak bank sebagai pendukung dana awal dalam pembukaan lahan kebun kelapa sawit. Kini permasalahan kebun kelapa sawit KKPA Kopsa-M yang bermitra dengan PTPN V ini sudah bergulir ke Mahkamah Agung [MA], dan pada saat ini masih dalam proses hukum secara perdata.
“Terkait kebun KKPA Kopsa-M ini dalam pembangunan kebun pola KKPA yang ada di PTPN V Desa Pangkalan Baru, Kacamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau terbagi berdasarkan tahun pembangunan,” kata Kapala Urusan [Kaur] Humas PTPN V, Rizki dirilis Infoindependen.com.
PTPN V kata Rizki berkomitmen untuk senantiasa menjalankan pola-pola kemitraan secara berkesinambungan dan membawa manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan.
Pembangunan tahap I dilakukan pada tahun 2001/2002, tahap II 2003/2004, dan tahap III di tahun 2005/2006. Areal Kopsa M sendiri masuk dalam kategori pembangunan Tahap II dan Tahap lll, dan tidak benar apabila Kopsa M memiliki areal pembangunan tahap I seluas 400 Ha, sebutnya.
Selanjutnya, memperhatikan kondisi Kebun Kopsa-M, yang mana areal tersebut bersumber dari lahan yang dikuasai oleh masyarakat, terdapat beberapa blok di areal Kopsa-M yang rusak disebabkan oleh kondisi alam seperti banjir yang berulang yang merendam areal cukup lama, kebakaran, hingga akhirnya mematikan bibit yang telah ditanam di areal, terang Rizki.
“Menindaklanjuti hal tersebut, sebelumnya pihak PTPN V telah berulang kali melakukan penyisipan tanaman. Namun dengan telah dilakukannya kerjasama operasional [KSO] oleh Pengurus Kopsa-M ke pihak lain pada tahun 2014, areal selanjutnya menjadi tidak terawat dan menjadi semak,” diakuinya.
Menurutnya, pengurus Kopsa-M juga menolak pengelolaan kebun secara single manajemen [manajemen satu pintu] oleh PTPN V sehingga areal tidak terpelihara dengan baik sesuai dengan kultur teknis tanaman. Walau demikian, pada perkembangannya, PTPN V mengajak Kopsa-M untuk melakukan perbaikan areal yang bermasalah, namun program perbaikan tersebut tidak disetujui oleh pengurus Kopsa-M.
Selanjutnya, sebagai avalis, seperti tertuang didalam perjanjian, adalah kewajiban PTPN V mengeluarkan dana talangan. Artinya PTPN V mempunyai tanggungjawab untuk menutupi pembayaran cicilan hutang Kopsa-M yang kurang ke Bank Mandiri. Sementara itikad baik dari Kopsa M belum tampak dimana dalam pembayaran cicilan hutang ke Bank Mandiri (hanya Rp. 5 juta/ bulan sedangkan pendapatan Kopsa-M telah mencapai Rp.1,8 Milyar/ bulan.
"Dapat pula kami informasikan, bahwa permasalahan Kopsa M dengan PTPN V saat ini masih dalam proses hukum secara perdata di tingkat kasasi Mahkamah Agung,” terang Rizki.
Koperasi Petani Sawit Makmur [Kopsa-M] binaan PTPN V Riau
Menanggung hutang
Memperhatikan RAKP 2021 yang disusun oleh pengurus Kopsa-M dan tim manajemen Sei Pagar terlihat selama tahun 2021 prakiraan produksi kebun kelapa sawit Kopsa-M sebesar Rp9.600.000 dengan harga jual rata-rata Rp1.525 per kg, maka pendapatan kotor selama 2021 diperkirakan Rp14,640.000.000 atau pendapatan bersih Rp10,629.000.000.
Kebun kelapa sawit KKPA Koperasi Petani Sawit – Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar dan PTPN V Pekanbaru, Riau sekarang produksinya tidak maksimal karena tidak dirawat sesuai standar kebun PTPN-V sejak penanaman, sehingga potensi produksinya tidak tercapai walaupun dirawat dengan maksimal saat ini.
Surat ciciln hutang
“Kalau kita merujuk perjanjian kerja sama, dimana Kopsa-M wajib membayar cicilan 30% dari pendapatan, maka kita hanya mampu membayar sekitar Rp. 3,188 M selama 2021,” kata Ketua Kopsa-M, Anthony Hamzah.
Dahulu Rp50.000.000, pernah Rp25.000.000 dan sekarang Rp75.000.000. Bagaimana mau bayar hutang Rp1.500.000.000 perbulan atau Rp4.5000.000.000 per triwulan, "untuk cicilan kita hanya dapat Rp200.000.000 – Rp300.000.000 per bulan. Uang itu pun kita gunakan untuk menambah biaya perawatan seperti membeli pupuk. Semua pengeluaran yang menggunakan dana cicilan tersebut dilaporkan dan disepakati dengan Manager Sei Pagar," sebut Anthony.
"Bagaimana kita bisa membayar tagihan 2021 sebesar Rp 19.000.000.000 lebih? Sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Mari kita coba menganalisis kenapa bisa seperti itu," tanya Anthony.
Alasannya, kata Anthony, luas kebun yang bisa dipanen hanya 823 hektar dari 2050 hektar yang masuk hutang Kopsa-M. “Kalau kita hitung berdasarkan tegakan pohon sawit sebesar 100 batang per hektar dengan standar 130 batang per haktar, maka luas lahan yang sebenarnya bisa dipanen hanya 633 hektar. Ini berarti beban hutang dipikul oleh Kopsa-M sebanyak 30,8% lahan,” terang Ketua Kopsa-M ini.
Kedua, tanaman yang dipanen sekarang produksinya tidak maksimal, karena tidak dirawat sesuai standar kebun PTPN-V sejak penanaman, sehingga potensi produksinya tidak tercapai walaupun dirawat dengan maksimal saat ini. Pada tahun 2020 kemarin produksi rata-rata per bulan Kopsa-M 750 ton. Ini berarti produksi per hektar hanya 1,18 ton. Produksi ini jauh dibawah standar minimal untuk umur tanaman sawit 18 tahun, yang bisa mencapai diatas 2 ton per hektar.
Ketiga, biaya produksi yang meliputi upah panen, upah lansiran Tandan Buah Segar [TBS], sampai upah angkut TBS ke Pabrik Kelapa Sawit [PKS] yang cukup besar, sekitar Rp. 469 sampai Rp. 550 per kg TBS. Upah ini menelan dana 30% dari pendapatan kotor.
“Upah yang terlalu besar ini disebabkan pembangunan jalan yang tidak selesai, serta sarana jembatan, polongan dan titian panen yang minim sehingga mobil tidak bisa mencapai lokasi panen. Padahal pada kredit pembangunan telah dialokasikan untuk itu semua,” kata Anthony.
Pada tahun 2020 pengurus telah mengajukan proposal kegiatan replanting dengan dana BPDPKS untuk memperbaiki lahan yang tidak produktif dan kosong agar produksi bisa ditingkatkan dengan harapan kemampuan membayar kredit dapat ditingkatkan. Namun, niat ini dihalangi oleh PTPN-V dengan alasan lahan masih menjadi agunan kredit di Bank Mandiri. Padahal, persyaratan pengajuan replanting telah terpenuhi
Ketua Kopsa-M, Anthony Hamzah
“Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana cara PTPN-V membayar cicilan kredit sampai lunas. Otomatis PTPN-V menanggung hutang Kopsa-M sampai lunas gara-gara hasil dari kebun kelapa sawit gagal,” sebutnya.
Sejauh ini pihak PTPN V sendiri baik General Manager [GM] KKPA, Manager KKPA dan Kaur Humas PTPN V Kantor Pusat di Pekanbaru belum memberikan penjelasan dan kelarifikasi terkait hasil kebun kelapa sawit KKPA Kopsa-M ini. (*)
Tags : Kebun Sawit, PTPN V Riau, Tak Terurus, Koprasi Petani Sawit Makmur, Kopsa-M, Kebun Sawit Binaan PTPN V Tak Terurus,