News   2024/12/18 19:24 WIB

Kebun Sawit Seluas 75 Ribu Ha Milik SDG Masih 'Bertengger' di Kawasan Hutan, INPEST: 'Semakin Lama Didiamkan dan Diproduksi akan Besar Biaya Dendanya'

Kebun Sawit Seluas 75 Ribu Ha Milik SDG Masih 'Bertengger' di Kawasan Hutan, INPEST: 'Semakin Lama Didiamkan dan Diproduksi akan Besar Biaya Dendanya'
Ilustrasi kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan. Foto: Mongabay

PEKANBARU - Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) dan Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) telah merilis daftar 8 perusahaan kelapa sawit milik PT Surya Dumai Grup/SDG atau sudah berganti nama menjadi  PT First Resource itu diduga tidak mengantongi izin pelepasan kawasan hutan.

Tetapi Ketua Umum (Ketum) DPN Lembaga Independen Pembawaan Suara Transparansi (INPEST), Ir Marganda Simamora SH MSi justru memberikan jalan keluar dari [masalah] yang menerpa perusahaan perkebunan asal daerah Riau itu untuk memiilih ikuti ketentuan Undang-Undang No 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, dengan prosedur 110B.

Kebun sawit Surya Dumai Group masih 'bertengger' di kawasan hutan, menurutnya semakin lama perusahaan mendiamkan dan mencicipi hasil produksi tentu semakin besar biaya dendanya.

Diketahui baru-baru ini, luas lahan kebun sawit PT Duta Palma Group (DPG) yang berada di Kabupaten Inhu disita. Tetapi untuk SDG belum diketahui apakah nanti pihak APH akan melakukan hal sama.

"Hampir sama dan tidak menutup kemungkinan pada PT Surya Dumai Group, yakni dengan 8 perusahaan dinaungi memiliki lahan seluas 75 ribu hektar diduga tidak mengantongi izin pelepasan kawasan hutan."

Hal itu sebagaimana CERI dan LPPHI ini merilis daftar 8 perusahaan kelapa sawit milik PT Surya Dumai Grup (First Resource) itu diduga tidak mengantongi izin pelepasan kawasan hutan.

Diduga kuat perusahaan itu sejak lama telah menanam sawit di kawasan hutan tanpa izin pelepasan hutan dengan total luasan mencapai 75.378 hektar. Selain itu, sebagian lahan tersebut juga diduga tidak mengantongi hak guna usaha (HGU) dengan total luas 47.479 hektar.

Adapun itu delapan perusahaan temuan CERI dan LPPHI yang sebagaimana rilis diterima media ini. Antara lain yakni PT Ciliandra Perkasa (6.627 hektar) berada di Kabupaten Kampar, PT Perdana Inti Sawit Perkasa (34.390 hektar) berada di Kabupaten Rokan Hulu, PT Surya Inti Sari Raya (3.291 hektar) di Kabupaten Siak dan Kota Pekanbaru, dan PT Subur Arum Makmur (12.090 hektar) terdapat di Kabupaten Kampar.

Selain itu, juga PT Murini Wood Indah Industri (2.767 hektar) di Kecamatan Mandau Bengkalis, PT Meridan Sejati Surya Plantation (6.852 hektar) berada di Kabupaten Siak, PT Priatama Riau (435 hektar) di Kabupaten Rokan Hulu, bahkan PT Gerbang Sawit Indah (8.951 hektar) di Kabupaten Rokan Hulu.

CERI dan LPPHI menduga Surya Dumai Group setidak-tidaknya telah melanggar peraturan perundang-undangan berlaku di negeri ini. Antara lain UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria, UU No26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Nasional, Peraturan Pemerintah No40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha.

Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman mengaku telah melayangkan konfirmasi tertulis kepada CEO Surya Dumai Group Marthias Fangiono pada 25 Juni 2022.

Namun, hingga tenggat waktu 28 Juni 2022 kemarin, Marthias tidak ada memberikan keterangan apa pun mengenai temuan tersebut.

“Kami telah meminta konfirmasi dan informasi tentang kewajiban semua perusahaan di bawah bendera Surya Dumai Group terkait izin pelepasan kawasan hutan dan HGU sejak dahulu hingga terbitnya Peraturan Pemerintah No23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah No24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Adminitratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Denda Administatif yang Berasal dari Bidang Kehutanan. Tapi hingga saat ini mereka tidak membalasnya,” ungkap Yusri pada wartawan, Rabu (18/12).

Yusri menyebutkan, surat konfirmasi bernomor 08/EX//CERI/VI/2022 itu dilayangkan sesuai Undang-undang No14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan bahkan Peraturan Pemerintah No34 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dikatakan Yusri, pihaknya juga sudah mengirim tembusan surat konfirmasi tersebut ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri ATR/ BPN, Dirjen Gakkum Kementerian LHK dan Dinas LHK Provinsi Riau.

Pihak manajemen PT Surya Dumai Grup (First Resource) juga sulit dikonfirmasi terkait temuan CERI dan LPPHI ini.

Martias yang merupakan pemilik Surya Dumai Grup telah dikonfirmasi, namun belum membalas pesan dilayangkan.

Seperti halnya diberitakan sebelumnya. Kejaksaan Agung RI telah melakukan penyitaan sebanyak 5 kebun sawit milik PT Duta Palma Grup di Indragiri Hulu seluas 37 ribu hektar pada 22 Juni lalu. Selain itu, penyidik Jampidsus Kejagung juga turut menyita dua unit pabrik kelapa sawit perusaahana Darmex Agro Grup tersebut. Sita aset itu diserahkan penitipannya pada PTPN V. 

Menyikapi ini, Ganda Mora (sapaan nama hari harinya) itu menyebut, Surya Dumai Group boleh mengelola lahan yang berada dalam kawasan hutan yang terlanjur di kuasai tetapi dengan prosedur keterlanjuran sebagaimana diatur dalam undang-undang No 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, dengan prosedur 110B , tetapi dengan syarat memiliki izin sebelum nya seperti IUP dan atau perizinan lainya dan nanti pihak perusahaan harus membayar biaya denda keterlanjuran.

"Misalkan bila memiliki lahan hingga puluhan ribu hektare di dalam kawasan hutan maka perusahaan harus membayar hingga triliunan rupiah kepada negara sebagai konsekwensinya tentu semakin luas lahan dan semakin lama masa produksi nya maka semakin besar yang harus dibayarkan," katanya.

"Kalau prosedur tersebut tidak dilakukan maka prosedur perdata yang tidak dilakukan maka akan timbul prosedur pidana yaitu kerugian negara dari sektor pajak yang bisa saja triliunan rupiah," terangnya, seperti Rabu (18/12) ini.

"Apalagi sudah ada contoh kasus pada PT Duta Palma Group, yang di putar oleh pengadilan harus membayar kerugian negara dan di pidana kurangan badan dan ini bisa dijadikan Yurisprudensi yaitu ketetapan pengadilan dalam kasus yang sama dapat diterapkan di PT Surya Dumai Group (Fist Reseuce)," tambahnya.

Dia memaparkan, boleh juga aturan yang dikenakan pada Fist Reseuce dengan prosedur 110A dengan cara membetuk koperasi untuk masyarakat binaan di sekitar lahan mereka dengan kelompok tani dan lahan tersebut diberikan kepada kepala keluarga untuk dikelola satu daur sehingga prosedur pinjam pakai lebih gampang sebab dengan adanya masyarakat tentu persyaratan lebih gampang yaitu maksimal 5 hektar (ha). (*)

Tags : Surya Dumai Group, Fist Reseuce, Kebun Sawit Surya Dumai Group, Kebun Sawit di Kawasan Hutan, News,