
PEKANBARU, RIAUPAGI.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, termasuk subholding dan kontraktor kontrak kerja sama, dalam periode 2018-2023. Para tersangka terdiri dari empat petinggi anak perusahaan PT Pertamina dan tiga pihak swasta.
Sementara Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran [GARAPAN] melihat ini menyebutkan, penanganan perkara tersebut hendaknya dilakukan secara transparan. Penyidik langsung paparkan nama lengkap para tersangka karena publik harus tahu, siapa saja manusia serakah yang terlibat dalam aksi haram itu.
"Jadi lakukan pengembangan, kami yakin dan percaya, masih banyak pihak-pihak yang mesti dijadikan tersangka. Hadirkan kepastian hukum, Kejaksaan harus jujur demi menunaikan Asta Cita Presiden Republik Indonesia," kata Larshen Yunus, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Rakyat Prabowo Gibran [GARAPAN] melalui rilis pesan elektroniknya Whats App (WA), Selasa (25/2/2025).
Seraya Iapun menambahkan, budaya korupsi dalam pengelolaan sumber daya minyak dan gas alam di Indonesia saatnya harus disudahi, "ini jelas sangat melukai hati rakyat," pesannya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa ketujuh tersangka tersebut langsung ditahan mulai hari ini di lokasi yang berbeda.
Beberapa ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung, sementara lainnya ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Penyidik di jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menetapkan penahanan terhadap tujuh orang tersangka,” ujar Harli Siregar dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/2).
Berdasarkan pantauan di Gedung Kartika Kejagung, para tersangka selesai menjalani pemeriksaan dan persiapan penahanan menjelang tengah malam. Mereka mengenakan rompi tahanan berwarna pink dengan tangan diborgol saat digiring menuju mobil tahanan. Tidak ada satu pun yang memberikan komentar kepada media.
Tersangka pertama yang keluar dari ruang pemeriksaan adalah GRJ, Komisaris PT Jengga Maritim sekaligus Direktur PT Orbit Terminal Merak, yang merupakan salah satu broker dalam kasus ini. GRJ meninggalkan gedung pada pukul 00.38 WIB.
Selanjutnya, tersangka DW, yang menjabat sebagai Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, menyusul sekitar pukul 01.01 WIB. Keduanya dibawa dengan mobil tahanan yang berbeda.
Pada pukul 01.50 WIB, RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, ikut dibawa ke tahanan. Ia tampak mengenakan batik lengan panjang bernuansa biru saat keluar dari gedung Kejagung.
Setelah itu, YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, juga diamankan dan dibawa menggunakan mobil tahanan yang sama dengan tersangka lainnya.
Tersangka berikutnya, SDS, yang menjabat sebagai Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, terlihat keluar tanpa mengenakan masker, berbeda dengan para tersangka lain.
Kemudian, penyidik membawa AP, yang merupakan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, sebelum akhirnya tersangka terakhir, MKAR, yang diketahui sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, juga digiring ke mobil tahanan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat antara penyelenggara negara dan broker dalam pengaturan tender minyak mentah.
“Sebelum tender dilaksanakan, telah terjadi kesepakatan harga yang telah diatur antara penyelenggara negara dan broker. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum yang berakibat pada kerugian keuangan negara,” ujar Qohar.
Pemufakatan tersebut dilakukan dengan cara mengatur proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan. Pada kenyataannya, terdapat rekayasa dalam pemenangan broker tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
Akibat perbuatan para tersangka, terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak yang dijual kepada masyarakat. Hal ini memaksa pemerintah untuk meningkatkan kompensasi subsidi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Akibat tindakan melawan hukum ini, negara mengalami kerugian sekitar Rp 193,7 triliun,” ungkap Qohar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tetapi menyikapi ini Larshen Yunus kembali mengingatkan bahwa cadangan energi fosil Indonesia kian menipis dan akan habis sebelum 2045.
Tiga jenis bahan bakar fosil yang dimanfaatkan saat ini adalah minyak bumi, batu bara dan gas alam.
“Nah kalau kita hubungkan tadi dengan target industrialisasi sama pertumbuhan ekonomi, gak mungkin konservatif ya kan? Pasti lebih banyak, berarti skenario moderat ataupun agresif,” kata Dia sembari menyebutkan perlu adanya tiga pendekatan untuk mengukur pasokan energi fosil di Tanah Air yakni konservatif, moderat, dan agresif.
Menurutnya, dengan metode konservatif, stok batu bara RI akan habis di 28 tahun mendatang, minyak bumi 21 tahun, gas alam 19 tahun.
Tetapi soal fenomena transmisi budaya korupsi pengelolahan sumber daya minyak dan gas alam ini, Larshen mengaku Indonesia dibekali dengan sumber daya alam yang melimpah, termasuk sumber daya minyak dan gas alam.
"Seharusnya sumber daya minyak dan gas alam tersebut dikuasai oleh negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kenyataannya rakyat Indonesia tidak juga sejahtera walaupun melimpahnya sumber daya minyak dan gas alam tersebut," kata Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjend) KNPI Bidang Minyak dan Gas Bumi Pusat Jakarta ini.
Untuk menguraikan permasalahan pengelolaan sumber daya minyak dan gas alam yang berujung merugikan negara dan telah membentuk pola budaya korupsi itu,perlu menunjukkan peran stakeholder terkait, seperti pemerintah, Pertamina, pebisnis, pemegang modal, media massa, dan masyarakat untuk ikut mengontrol dan mengawasi.
"Korupsi pengelolahan sumber daya migas di Indonesia telah terbentuk membudaya, hal tersebut mendukung dan memperkuat dugaan tentang telah membudayanya korupsi di Indonesia, karena transmisi dan struktur lembaga serta induvidu yang korup. Transmisi budaya korupsi dalam pengelelohan sumber daya migas di Indonesia diawali dengan transmisi budaya penyalahgunaan kekuasaan (culture of abuse of power) kecendurungan melakukan korupsi sebagai perilaku dilakukan oleh siapa saja," sebutnya.
Hal ini sesuai dengan temuan Kejagung RI yang telah menetapkan 7 orang tersangka tersebut. "Tetapi institusi maupun perorangan yang mengkorupsi uang negara lebih banyak didominasi oleh kekuasaan di birokrasi, eksekutif dan legislatif, meskipun tidak dipungkiri kalangan swasta dan para politisi di partai politik juga punya kecenderungan melakukan korupsi," kata Larshen.
"Jadi birokrasi, eksekutif dan legislatif modern yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pelayanan publik yang anti pemberantasan korupsi, justru memiliki kecenderungan kuat untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan koruptif," sambungnya.
"Para aktor korupsi di lembaga negara dan lembaga badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah dalam hal ini Pengelolahan Sumber Daya Minyak dan Gas Alam di Indonesia yang dipenuhi dengan mekanisme transaksional dalam setiap momen transisi, telah menyeret proses pemerintahan ke dalam pusaran korupsi."
"Akibat transmisi habitus budaya korupsi yang semakin merajalela, tingkat kemiskinan meningkat tajam dan berpotensi untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa, dan merugikan negara. Budaya korupsi dalam pengelelohan sumber daya migas di Indonesia, akibat para aktor korupsi disebabkan kecintaan terhadap uang, kecintaan terhadap gaya hidup yang mewah merupakan akar dari kejahatan," jelasnya.
Menurut Larshen, akibat budaya korupsi berimplikasi kesenjangan sosial di masyarakat gara-gara segelintir aktor korupsi yang posisinya dekat dengan kekuasaan menjadi sangat kaya raya, sedangkan di sisi lain masyarakat luas menjadi semakin terjerumus ke jurang kemiskinan dan kesengsaraan yang memilukan. (*)
Tags : minyakdan gas, korupsi minyak pertamina, kejagung tetapkan 7 orang tersangkan korupsi minyak, korupsi minyak pertamina rp 193, 7 triliun, relawan prabowo gibran larshen yunus, budaya korupsi minyak pertamina rugikan negara,