JAKARTA- Tim Penyidik Kejaksaan Agung kembali menyita sejumlah aset milik bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi. Setelah dilakukan di Jakarta, Bali dan Riau, kali ini penyitaan juga dilakukan di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat.
Penyitaan aset ini merupakan terkait dari pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Surya Darmadi, butut dari dugaan korupsi yang dilakukannya dalam pelaksanaan usaha di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Di Sumatera Utara, penyitaan dilakukan terhadap satu bidang tanah seluas 1.998 meter persegi di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Barat, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatra Utara, yang di atasnya dibangun kantor PT Danatama Mulia
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan penyitaan dilakukan dengan dengan memasang plang tanda penyitaan dan tindakan pengamanan terhadap aset tersebut.
"Penyitaan dilaksanakan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan Kelas-I A Khusus Nomor : 32/SIT/PID.SUS-TPK/2022/PN.MDN tanggal 24 Agustus 2022 dan Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-160/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 20 Juli 2022 jo. Print-234/F.2/Fd.2/08/2022 tanggal 24 Agustus 2022," ujarnya, Senin (29/8).
Bukan hanya itu, penyitaan juga dilakukan di terhadap 11 aset Surya Darmadi di Kalimantan Barat.
Penyitaan dilakukan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 01/Pen.Pid.Sus-TPK/2022/PN Ptk tanggal 25 Agustus 2022 dan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 2/Pen.Pid.Sus-TPK/2022/PN Ptk.
Dari 11 aset itu, total yang disita oleh tim penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung adalah 53.228,67 hektare kebun sawit
Puluhan ribu hektar kebun sawit itu, dikuasai oleh perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi, yakni PT Ceria Prima, PT Wirata Daya Bangun Persada dan PT Wana Hijau Semesta.
"Setelah dilakukan penyitaan, dilanjutkan dengan pemasangan plang tanda penyitaan dan tindakan pengamanan terhadap aset tersebut. Adapun kegiatan penyitaan dilaksanakan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Agung bersama dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Kejaksaan Negeri Bengkayang," pungkasnya.
Kejagung kejar kerugian negara
Sementara pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa, menyarankan Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk mengajukan gugatan perdata untuk menyita kekayaan tersangka kasus korusi lahan sawit Surya Darmadi. Kerugian negara yang mencapai Rp.78 triliun harus bisa dikembalikan.
Dalam mengejar kerugian negara akibat korupsi, menurut Eva, ada kendala dengan belum selesainya undang-undang tentang aset recovery. Dalam posisi seperti itu, Kejakgung bisa melakukan gugatan perdata. “Jadi bisa melakukan gugatan perdata atau gugatan in rem,” kata Eva, Senin (29/8).
Dijelaskannya, upaya yang sering dilakukan kepolisian di berbagai negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, kata Eva, untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi adalah dengan melakukan gugatan perdata.
Ketika ada aset yang diduga berasal dari sumber tidak jelas yang akan disita penegak hukum, tapi penegak hukum juga belum memiliki cukup bukti, maka bisa dilakukan upaya gugatan perdata in rem. “Ini upaya negara dalam menyita aset-aset yang tidak jelas,” papar Eva.
Kasus aset semacam ini, menurut Eva, bukan hanya dalam kasus Suryadi tapi terjadi di banyak kasus. Menurutnya, banyak aset-aset yang sudah dibekukan oleh penegak hukum, tapi pelakunya masuk DPO.
“Jadi rekening-rekening ini tidak jelas bagaimana nasibnya. Pemilik rekening tidak bisa ngapa-ngapain karena sudah dibekukan. Kalau negara mau mengambil ini, gugat perdata saja,” jelas pakar pidana ini. Hakim perdata, lanjut Eva, nantinya yang akan memutuskan sita perdata, supaya bisa ditarik menjadi aset negara.
Gugatan ini bisa dilakukan jaksa sebagai pengacara negara. “Ini sebenarnya sudah ada di UU Tipikor pasal 32,” terang Eva.
Dalam kasus Suryadi, menurut Eva, aset yang bisa dikejar adalah aset-aset yang setelah ditelusuri berasal dari tindak pidana. “Jadi ini nanti bisa dikejar TPPU-nya (Tindak Pidana Pencucian Uang),” kata Eva.
Pendiri Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, mengingatkan kebiasaan para koruptor, yang rela dipidana tapi asetnya tetap aman. Kejaksaan Agung (Kejakgung) harus menempuh semua cara agar kerugian negara Rp.78 triliun bisa dikembalikan ke negara.
"Pola di Indonesia ini, para koruptor siap menerima sanksi pidana asal bukan dimiskinkan atau dicabut hak politiknya. Kejaksaan harus merampas asetnya untuk dikembalikan ke negara,” kata Ray Rangkuti didepan media, Selasa (30/8).
Kejahatan korupsi, lanjut Ray, memang tidak cukup sekadar menghukum terdakwa. Tapi yang juga sangat penting adalah merampas aset pelakunya.
Dijelaskannya, sekalipun undang-undang perampasan aset belum ada, tapi jaksa dapat meminta hakim untuk memutuskan hal itu. Dengan putusan dan perintah hakim, maka kejaksaan kelak dapat mendata aset yang bersangkutan untuk dikembalikan ke negara.
Kejakgung terus melakukan pelacakan keberadaan aset-aset milik tersangka korupsi Surya Darmadi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, pelacakan aset-aset tersebut dilakukan untuk disita sebagai pengganti kerugian negara.
Sampai saat ini, aset sitaan dari bos PT Duta Palma Group tersebut, sudah mencapai Rp.10 triliun-an.
Ketut menerangkan, tim penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), baru-baru ini, kembali melakukan sita. Yaitu, terhadap satu unit helikopter Bell 427 seri 28001. Transportasi udara tersebut, disita dari PT Dabi Air Nusantara, milik Surya Darmadi.
“Penyitaan helikopter tersebut, dilakukan Selasa (23/8) kemarin. Penyitaan dilakukan di kantor Duta Palma Group, di Pekan Baru, Riau,” uajr Ketut, dalam siaran pers, Kamis (25/8).
Kata Ketut, helikopter yang disita tersebut menambah sejumlah objek sitaan yang berhasil dilakukan oleh tim penyidik Jampidsus. (*)
Tags : korupsi surya darmadi, kerugian negara kasus surya darmadi, surya darmadi 78 triliun, aset surya darmadi, hukrim,