KELAPA yang seluruh bagian buah dan pohonnya berguna telah memberikan kejayaan bagi Indonesia, dari era kepopuleran kopra hingga sawit di masa sekarang.
Seperti apa sejarah panjang kelapa di Indonesia?
Pada awal abad ke-20, seorang Jerman bernama August Engelhardt membentuk sekte penyembah matahari di wilayah yang kini Papua Nugini.
Dia juga percaya bahwa diet yang hanya makan buah adalah hal yang rasional dan alami bagi manusia. Secara khusus, ia menyoroti filosofi cocoivorisme - yang hanya makan dan minum kelapa.
Belasan orang berhasil direkrut mengikuti sektenya. Tapi di akhir hayatnya, Engelhardt ditinggal pengikutnya. Ia meninggal dunia dalam keadaan tragis, dalam keadaan lemah dan berat badannya tinggal 30 kilogram saja.
Kisah Engelhardt ini mungkin terlalu ekstrem dalam menunjukkan betapa kelapa bisa menjadi multiguna bagi manusia.
Semua bagian kelapa bisa menjadi berguna — dari akar, buah, batang, hingga daunnya. Kita belajar ini sejak kecil dari lambang Pramuka. Olahan yang turun darinya pun bisa dimanfaatkan dalam masakan.
“Dalam hal masakan Nusantara sebenarnya yang paling banyak dan paling populer itu bagian santannya, minyak kelapanya, dan kelapa tua parut,” kata Ade Putri Paramadita, penjelajah kuliner dan pendongeng cita-rasa.
Dari khatulistiwa, menyebar hingga jauh
Fosil tertua buah yang paling mirip dengan kelapa ditemukan di Selandia Baru dan diperkirakan berusia sekitar 5,3 juta tahun yang lalu. Sisa-sisanya ditemukan di India dan Australia.
Tapi secara umum yang diterima, kelapa diperkirakan berasal dari kawasan khatulistiwa yang membentang dari India, Indonesia, hingga Kepulauan Pasifik.
Kelapa tak perlu budi daya khusus. Dia hanya butuh gelombang untuk menyebar dari satu kawasan pesisir ke pesisir lainnya.
Orang-orang Austronesia, nenek moyang orang Indonesia juga menggunakan buah dari pohon ini untuk bermigrasi ke aneka pulau.
Para pedagang Arab membawa kelapa hingga ke Timur Tengah dan Afrika Timur. Pada abad ke-16, para penjajah Eropa membawa kelapa ke Afrika Barat, Kepulauan Karibia, dan Amerika Tengah seiring dengan hasrat menjajahnya.
Untuk air dan santannya
Air kelapa telah lama dikaitkan dengan manfaat kesehatan. Sejak tahun 2000-an di Barat, atlet-atlet amatir dan profesional mulai minum air kelapa untuk pasokan cairan elektrolit.
Pada 2013 konsumsi air kelapa meningkat dua kali lipat. Filipina jadi eksportir nomor satu cairan ini dengan nilai industri triliunan rupiah.
Karena steril, dilindungi batoknya, air kelapa juga pernah digunakan sebagai cairan infus darurat di Perang Dunia Kedua.
Air kelapa juga bisa buat masak. Tempe bacem takkan senikmat itu kalau tak direndam air kelapa.
Di Bali, kata Ade Putri Paramadita, ada sup ikan yang direbus bersama bumbu bali, daun-daunan, dengan menggunakan air kelapa sebagai air rebusannya.
“Legitnya legit air kelapa,” kata Ade Putri Paramadita seperti dirilis BBC News Indonesia.
Sementara air santan, yang diperoleh dari perasan daging kelapa tua, juga jadi faktor penting yang mengokohkan identitas beberapa masakan Nusantara, termasuk aneka gulai dalam dalam masakan Minang.
Gulai bisa jadi dipengaruhi kari dari India. Tapi tentu saja dengan cita rasa yang berbeda.
“Kalau kita ngomongin (masakan Minang) yang ada di Kota Padang, santan pilihannya itu memang luar biasa. Mulai dari gulai cumi, gulai kikil, gulai otak, dll. Sama-sama gulai. Tapi gulai A dan B menimbulkan sensasi yang berbeda,” kata Ade.
Kunci santan yang baik, kalau menurut Ade, adalah kualitas kelapanya. Tak bisa sembarang kelapa.
“Memakai kelapa tua dalam membuat rendang bukan hanya penyedap, tapi itu juga medium yang menjadikan rendang terkaramelisasi,” terang Ade.
Kalau santan pada masakan dari Sumatra begitu pekat seperti saus, pada masakan Jawa, misalkan pada soto, penggunaan santan jauh lebih encer.
“Kalau menurut yang aku baca, soto berasal dari dataran China. Tapi karena kita punya santan, kita tambahkan. Banyak sekali soto kita, meski tidak semua, menggunakan santan,” tukas Ade.
Tanpa kelapa, kita takkan punya nasi uduk, nasi liwet, kue pancong, rangi, klepon, klappertaart, kue putu, wingko, dan puluhan atau ratusan masakan lain yang diadaptasi dari masakan negara-negara seberang.
Mereka yang bertaruh nyawa menderes nira
Kelapa memerlukan waktu tiga sampai enam tahun untuk tumbuh dewasa dan berbuah.
Jika tak disadap, bunganya akan tumbuh menjadi kelapa. Sebatang pohon kelapa – yang tak perlu perlakuan khusus – bisa menghasilkan 100 batok buah kelapa.
Karena produktivitas itulah, kelapa juga dijuluki komoditas panen orang-orang yang santai.
Tapi ini tak berlaku buat Ruswanto yang diberi nama tambahan Hadi oleh istrinya. Dia adalah penderes nira kelapa, ini istilah untuk para petani penyadap air bunga kelapa.
Air manis nira kemudian dimasak sampai jadi pemanis yang kita sebut sebagai gula jawa.
Pagi-pagi Ruswanto mengambil nira hingga siang, lalu memasak air nira menjadi gula.
“Kalau sore paling hanya nyadap aja. Mulai sore jam setengah lima sampai selesai lah. Kadang sampai malam,” katanya ditutup tawa kecil.
Ruswanto sudah jadi penderes sejak usia 15 tahun di Desa Pageraji, Banyumas, Jawa Tengah.
Dalam sehari dia bisa memanjat 25 pohon pada pagi dan sore hari. Tinggi rata-rata pohon yang dipanjat itu 10 meter. Itu artinya dia memanjat 15.000 meter dalam sebulan.
Jika dianalogikan, Ruswanto sama saja naik turun Monas lebih dari seratus kali, menara Eiffel lima puluh kali dan Gunung Everest kira-kira dua kali!
Lumpuh seumur hidup atau mati adalah risiko penderes.
Di Kabupaten Banyumas terdapat lebih dari 25.000 penderes nira. Dalam dua tahun saja, dari 2017 hingga 2019, sebanyak 236 penderes celaka, 87 di antaranya tewas.
Ruswanto sendiri sudah pernah jatuh tiga kali dari atas pohon.
“Setiap masuk musim hujan, pasti ada penderes yang jatuh,” kata Arbi Anugerah, ketua Kelompok Tani Cikal Mas yang juga mempromosikan dan mendampingi para penderes untuk memakai pengaman.
Tapi paling banter, katanya, penderes hanya tahan paling lama enam bulan memakai pengaman.
“Kalau makai (pengaman) juga lama, makan waktu,” begitu alasan mereka.
Kopra yang pernah membuat kita jaya
Sebanyak 90% produksi kelapa dunia berasal dari Asia. Dengan garis pantai hampir 100 ribu kilometer panjangnya—terpanjang kedua di dunia—Indonesia jadi produsen terbesar diikuti Filipina, Brasil, dan Sri Lanka.
Pada 2014, Indonesia punya 3,6 juta hektare perkebunan kelapa. Sebanyak 90% di antaranya dimiliki oleh petani-petani kecil. Mereka mengerjakan rata-rata kurang dari satu hektare.
Pada tahun 20-an, Hindia Belanda sudah jadi pemain kopra dunia. Sulawesi jadi pusat produksinya. Kopra adalah daging kelapa yang telah diolah.
Selain buat mentega, kopra adalah sumber utama buat minyak goreng, buat sabun, pelembab, buat minyak lampu, dan akhirnya buat bahan peledak yang lagi booming di awal abad ke-20.
Perdagangan kopra menurun sejak resesi ekonomi dunia pada tahun 1930-an. Setelah itu, teknologi listrik membabat penggunaan lampu minyak.
Tapi pukulan paling telak bagi kopra dari Hindia Belanda adalah Perang Dunia Kedua yang memutus jalur distribusi dunia.
Habis itu Amerika gencar mempromosikan penggunaan minyak dari biji-bijian–dibarengi dengan kampanye yang mengklaim minyak kelapa berdampak buruk buat kesehatan. Industri minyak kelapa jatuh drastis.
Di Indonesia sendiri kopra berada di pusaran revolusi. Komoditas ini aktif diselundupkan untuk membeli senjata dan berada di tengah-tengah konflik pemberontakan Permesta pada tahun 1950-an.
Tata niaga kopra yang buruk—yang hanya menguntungkan pemerintah pusat, akhirnya membuat petinggi-petinggi militer di Kawasan Sulawesi memimpin pemberontakan Permesta itu. (*)
Tags : Kelapa, Sumber Penghidupan Multiguna, Kelapa Memberikan Kejayaan Seluruh Bagiannya, Pertanian, Indonesia,