AGAMA - Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Sabtu 22 April 2023 berdasarkan hasil sidang isbat yang baru saja dilaksanakan. Hal itu berbeda dengan penetapan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menyatakan hari raya Lebaran jatuh pada Jumat 21 April 2023.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, berkata jika ada perbedaan pada pelaksanaan Idulfitri, dirinya berharap umat Islam di Indonesia bisa saling menghargai dan bertoleransi.
Dia juga kembali menekankan agar pemerintah daerah mengakomodir permohonan izin penggunaan fasilitas umum bagi umat Muslim yang menjalankan salat Id, pada Jumat 21 April 2023.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan hari raya Lebaran jatuh pada Jumat, 21 April 2023.
Ini sesuai dengan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 1/MLM/1.0E/2023 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1444 H.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, meminta agar warga Muslim bisa saling menghargai lantaran adanya perbedaan perayaan Lebaran tahun ini.
Ia bahkan mengatakan, perbedaan Idulfitri bisa diwujudkan dengan saling bantu saat melakukan takbir keliling.
Adapun sejumlah warga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di Solo, Jawa Tengah dan Pamekasan, Jawa Timur tidak mempersoalkan perbedaan penetapan Idulfitri 2023. Sebab perayaan Lebaran selisih hari seperti sekarang bukan suatu hal yang baru.
"Tinggal bagi yang merayakan pada 21 April bisa ikut membantu pada tanggal 22, yang 22 bisa ikut bantu 21," ujar Haedar Nasir.
Kendati demikian, dia menekankan supaya takbir keliling dilakukan dengan tidak berlebihan.
"Kami berharap khusus warga Muhammadiyah yang Idulfitri 21 April juga suasanya tetap menghargai dan tidak demonstratif walaupun sudah berlebaran," sambungnya.
Warga Muhammadiyah: 'Kami takbiran tidak terlalu keras'
Akbariman, warga Muhammadiyah di Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, bakal merayakan Idulfitri pada Jumat (21/04) sebagaimana ditetapkan pimpinan pusat organisasi tersebut.
Akan tetapi, Akbar dan istrinya, Melia Megasari, tidak bisa menyambut hari raya ini dengan penuh kegembiraan. Sebab keluarga besarnya mayoritas warga Nahdlatul Ulama (NU) -yang merayakan Lebaran pada Sabtu (22/04).
Di keluarga pria 31 tahun ini, hanya dia dan ibunya yang sealiran. Sementara sang ayah merupakan pengikut NU.
Tapi perbedaan di keluarga tidak menjadi perkara besar. Mereka hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain.
Seperti saat menyambut Lebaran, mereka tetap merayakan sesuai keyakinan dan pilihan masing-masing tanpa ada gangguan.
"Jadi meskipun [Muhammadiyah] lebih awal, juga ada toleransi untuk saudara yang warga NU. Kami takbiran tidak terlalu keras, bahkan setelah salat Id, kami langsung pulang ke rumah masing-masing," ungkap Akbar seperti dirilis BBC News Indonesia, Kamis (20/04).
Silaturahmi bersama keluarga besar biasanya baru dilakukan bersamaan dengan perayaan Lebaran warga NU, kata Akbar.
Dengan begitu, akan mempererat hubungan keluarga.
Dalam keseharian pula tidak pernah ada perselisihan dengan sang ayah meskipun ada perbedaan ritual keagamaan.
"Misalkan kalau bapak saya jadi imam salat subuh dan ibu saya menjadi makmum, maka bapak saya mentolerir tidak ada qunut. Kalau bapak salat sendiri, tetap ada qunut," ujar alumnus Universitas Madura ini.
"Bahkan tidak pernah memaksakan kepada anak-anaknya untuk ikut NU atau Muhammadiyah," tutur Akbar yang mantap memilih menjadi warga Muhammadiyah sejak duduk di bangku kuliah.
Lebaran tidak akan semeriah biasanya
Di Solo, Jawa Tengah, salah satu warga Muhammadiyah bernama Rizka Ardika juga akan merayakan Idulfitri pada Jumat (21/04).
Meskipun dia mengaku sedikit menyayangkan adanya perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 H antara Muhammadiyah dan pemerintah.
Sebab perayaan Lebaran di rumahnya juga tidak bisa berbarengan dengan sang suami, termasuk saat menjalankan salat Id.
Perayaan Idulfitri, menurutnya, tidak akan semeriah biasanya.
"Suami saya ikut Lebaran dari pemerintah, sedangkan keluarga saya itu Muhammadiyah jadi momennya tidak bisa sama-sama," ujar Rizka, Kamis (20/04).
Tapi meski berbeda hari, sang suami mengaku tidak mempersoalkan hal tersebut. Malah, kata dia, suaminya mengizinkan dirinya merayakan hari raya Lebaran lebih awal.
Warga NU: Perbedaaan waktu penetapan Idulfitri sudah sering
Warga Nahdliyin di Solo, Muhammad Ichsan, mengatakan tidak mempersoalkan perbedaan waktu Idulfitri di antara kedua organisasi agama terbesar ini.
Menurut dia, selisih hari penetapan Lebaran sudah menjadi hal yang lumrah.
"Kalau buat saya biasa saja. Dari dulu kan di Indonesia sudah sering seperti ini," ujarnya.
Di keluarga besarnya, perbedaan merayakan hari raya bukan hal baru. Tidak ada pula yang saling menyalahkan atau menyudutkan ketika merayakan Lebaran di hari yang berlainan.
Toh, kegiatan silaturahmi tetap menunggu pengumuman resmi pemerintah.
Di keseharian, hubungan antara warga Muhammadiyah dan NU juga tetap rukun dan harmonis.
"Ya contoh nyata kerukunan antara Muhammadiyah dan NU itu kalau di tempat saya ada yang namanya tahlilah. Walaupun mereka mengakunya Muhammadiyah tapi kalau tahlilan juga hadir. Padahal di dalam pahamnya dia [tahlil] tidak ada. Sama saja, kita silaturahmi juga tidak ada masalah," kata dia.
Itu mengapa Ichsan dan Rizka menyayangkan adanya pelarangan penggunaan fasilitas umum ataupun masjid oleh pemerintah daerah dan Dewan Masjid.
Kalau sebelumnya polemik larangan warga Muhammadiyah menggunakan Lapangan Mataram untuk salah Id sudah tuntas, kini Dewan Kemakmuran Masjid Besar atau DKMB Malikul Falaah menolak permohonan izin pimpinan cabang Muhammadiyah Rajapolah di Tasikmlaya menggunakan Masjid Besar Rajapolah Malikul Falaah pada 21 April 2023.
Dalam surat itu tidak dijelaskan alasan penolakan pemberian izin. Hanya disebutkan, "Sehubungan dengan permohonan izin pelaksanaan salat Idulfitri, maka dengan berat hati kami selaku Ketua DKMB Malikul Falaah Kecamatan Rajapolah tidak bisa memberikan izin."
"Jangan begitu [melarang] lah. Ini kan termasuk toleransi antar-organisasi [keagamaan]. Jadi jangan dilarang," imbuh Rizka.
"Harusnya sama-sama meskipun Muhammadiyah atau NU itu pemerintah harus memfasilitasi siapapun warganya. Tempat ibadah atau lapangan kalau dipakai salat hari ini dan besok juga enggak apa-apa, enggak akan rusak," ucap Ichsan.
Kalau merujuk dalam 12 tahun ke belakang, penetapan Idulfitri oleh warga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama berbeda waktu beberapa kali. Misalnya pada tahun 2011, 2007, dan 2006. (*)
Tags : kementerian agama, kemenag tetapkan idulfitri pada 22 April, hasil sidang isbat idulfitri pada 22 April, islam, muslim, agama,