OLAHRAGA - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) disarankan tidak lagi bergantung pada cabang olahraga (cabor) bulu tangkis dalam meraih medali emas Olimpiade 2028 mendatang dan mulai mengarahkan dukungan finansialnya ke cabor lain yang dianggap menunjukkan potensi lebih, kata sejumlah pengamat olahraga.
Hal ini menyusul situasi tim bulu tangkis Indonesia – cabor andalan Indonesia dalam Olimpiade – yang disebut "sedang tidak baik-baik saja" usai berguguran di babak awal dan hanya memperoleh satu medali perunggu di nomor tunggal putri.
Berbeda dengan cabor panjat tebing dan angkat besi yang masing-masing menyumbangkan medali emas.
Deputi bidang peningkatan prestasi olahraga Kemenpora, Surono, mengatakan raihan medali Indonesia sejauh ini "adalah yang terbaik dari para atlet yang telah melalui proses panjang dan berdarah-darah".
Namun demikian dia menepis anggapan bahwa pihaknya "pilih kasih" ke cabor tertentu dan berjanji untuk menggenjot cabor selain bulutangkis untuk meraih medali di Olimpiade 2028.
Peringkat Indonesia naik ke-28 di Olimpiade Paris
Kontingan Indonesia akhirnya melejit ke peringkat ke-28 di klasemen perolehan medali Olimpiade Paris 2024 pada Jumat (09/08).
Kenaikan posisi ini berkat keberhasilan dua atlet Indonesia yang mampu menyumbangkan medali emas di dua cabang olahraga yang berbeda, yakni Veddriq Leonardo dari cabor panjat tebing nomor speed dan Rizki Juniansyah di cabor angkat besi kelas 73 kilogram.
Dengan tambahan dua medali emas itu, maka Indonesia setidaknya telah mengoleksi tiga medali dengan tambahan satu perunggu dari Gregoria Mariska Tunjung melalui bulu tangkis nomor tunggal putri.
Atas capaian ini, Presiden Joko Widodo memastikan bakal ada bonus untuk atlet yang meraih medali di Olimpiade Paris 2024.
Meskipun Jokowi belum bisa memberikan detail besaran bonus, tapi yang pasti dia menjamin bahwa bonus tersebut ada dan sudah disiapkan.
"Nanti dibicarakan, yang jelas pasti ada bonus," kata Jokowi di Jakarta.
Tak lupa Jokowi memuji Veddriq Leonardo dan Rizki Juniansyah karena berhasil 'mencuri' emas di Olimpiade pada hari yang sama.
"Saya sangat senang, saya sangat mengapresiasi dan masyarakat saya kira semuanya senang terhadap perolehan emas dari Veddriq Leonardi di panjat tebing dan Rizki Juniansyah di angkat besi," sambung Jokowi.
"Negara mengapresiasi, rakyat juga sangat bangga terhadap capaian emas ini."
Untuk diketahui pada ajang ini, tim Indonesia diwakili 29 atlet, jumlah terbanyak dalam keikutsertaan Olimpiade. Tapi meski begitu sejak awal pemerintah tidak memasang target raihan medali.
Para atlet hanya diminta mempersiapkan diri dengan baik dan bertanding dengan semangat. Presiden Jokowi menyatakan memahami sulitnya para atlet mendapatkan tiket bertanding di Olimpiade.
Karenanya dia berpesan agar semua atlet Indonesia selalu optimis.
"Bertandinglah dengan penuh semangat dan Saudara pasti tahu apa yang diinginkan," ucapnya kepada para atlet maupun kontingen Indonesia di halaman Istana Merdeka pertengahan Juli lalu.
Cabor mana saja yang diberangkatkan?
Sebanyak 29 atlet yang bertanding untuk 12 cabang olahraga (cabor) di Olimpiade Paris 2024 diantaranya panahan, bulu tangkis, senam artistik, rowing, selancar ombak, judo, panjat tebing, dan angkat besi.
Seperti Olimpiade Tokyo 2020, tim panahan Indonesia meloloskan empat atlet ke Olimpiade Paris 2024. Mereka adalah Arif Dwi Pangestu dan Diananda Choirunisa yang akan berlaga di nomor individu recurve putra dan putri serta Syifa Nur Afifah dan Rezza Octavia yang akan melaju di jalur beregu putri.
Panjat tebing mengirimkan Desak Made Rita Kusuma Dewi, Ramhad Adi Mulyono, Veddriq Leonardo, dan Rajjah Sallsabjllah.
Di senam artistik, untuk pertama kali, Indonesia akan mengirimkan pesenam ke Olimpiade melalui pesenam artistik Rifda Irfanaluthfi.
Petembak Indonesia Fathur Gustafian juga akan ke Olimpiade Paris di cabor menembak nomor senapan angin putra 10 meter.
Di selancar ombak, Indonesia akan diwakili Rio Waida yang juga berlaga di Olimpiade Tokyo 2020.
Di cabor angkat besi, Indonesia mengirimkan Eko Yuli Irawan, Rizki Juniansyah, dan Nurul Akmal.
Pada cabor bulu tangkis, Indonesia memiliki wakil di semua nomor. Pada nomor tunggal putra, Indonesia diwakili Jonathan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting, sedangkan di ganda putra ada Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto.
Di tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung akan berlaga, sedangkan pasangan Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti akan turun di ganda putri. Pasangan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari akan bertarung di nomor ganda campuran.
Untuk cabor rowing, Indonesia memiliki La Memo, atlet yang juga berlaga di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Balap sepeda diwakili atlet Bernard Benyamin van Aert. Sementara Judoka Indonesia Maryam March Maharani berlaga di cabor judo.
Di atletik, Indonesia mengirim Lalu Muhammad Zohri.
Selain itu di cabor renang, Indonesia juga memiliki dua wakil yakni Joe Aditya Kurniawan dan Azzahra Permatahani.
Mengapa cabor unggulan Indonesia badminton gagal raih emas?
Sejak awal Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, menyebut Indonesia berharap banyak pada bulu tangkis untuk mengantongi medali emas. Begitu juga di panjat tebing dan angkat besi.
"Itu cabang yang secara hitungan punya potensi besar untuk medali," kata Dito di acara pengukuhan kontingan di gedung Kemenpora.
Tapi pengamat badminton, Daryadi, memperkirakan harapan besar itu bakal sulit digapai.
"Bukan saya pesimis, tapi saya mencoba realistis, sekitar seminggu sebelum Olimpiade Paris digelar saya sudah katakan itu di DPR," sebutnya kepada BBC News Indonesia, Jumat (09/08).
"Semua kan berharap tradisi emas bulu tangkis berlanjut, cuma saya katakan please berhenti [berharap] untuk tahun ini, karena tim bulu tangkis kita agak berat," sambungnya.
Apa yang diperkirakan Daryadi, rupanya terjadi.
Tim bulu tangkis Indonesia hanya mampu membawa pulang medali perunggu yang disabet Gregoria Mariska Tunjung.
Jagoan tepok bulu Indonesia di nomor tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonathan Christie tak lolos fase grup.
Di nomor ganda campuran, Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas serta ganda putri, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva juga gagal ke fase gugur.
Adapun di nomor ganda putra, Fajar Alfian/Muhammad Rian juga kandas meraih medali di babak perempat final.
Kondisi yang disebutnya hampir mirip dengan Olimpiade London 2012 ini, kata Daryadi, menunjukkan bahwa bulu tangkis Indonesia "sedang tidak baik-baik saja".
Penyebabnya, menurut dia, ada beberapa faktor.
Pertama, karena materi pemain yang maju ke Olimpiade Paris, sebutnya, tidak ada yang di top ranking.
Dia mencontohkan Jonathan Christie yang bertengger di peringkat 3 dunia, Anthony Ginting berada di peringkat 9, dan Apri/Fadia di peringkat 8.
Adapun Gregoria di peringkat 7, begitu pula dengan Fajar/Rian. Sementara Rinov/Pitha peringkat 12.
"Jika begitu layak tidak sih mereka dibebankan medali emas?" tanyanya.
"Jadi posisinya berat, mereka tidak dalam posisi di atas. Belum lagi kalau melihat track record ke belakang sebelum Olimpiade digelar... Malaysia Open sampai Kanada Open perolehan yang kita dapat dari pemain yang maju di Olimpiade sekarang, itupun cuma dua gelar."
Di tengah situasi pelik tersebut, sambungnya, regenerasi pemain bulu tangkis Indonesia untuk lapis kedua "mandek alias tidak berjalan" – yang akhirnya membuat federasi terus-menerus menggantungkan harapan mereka kepada pemain senior dan junior.
"Jadi kita hanya terus berharap pada pemain yang itu-itu saja, Jojo dan Ginting sudah hampir delapan tahun [ikut turnamen]. Fajar/Rian sudah dari 2014 mereka dipasangin, sudah lama banget..."
"Jadi proses dari senior ke junior ini gap [kesenjangannya] kejauhan."
Daryadi kemudian membandingkan dengan pemain-pemain dari negara lain yang disebutnya memiliki "lapis kedua" seperti Kunlavut Vitidsarn dari Thailand, Lakshya Sen dari India, dan Li Shifeng dari China.
"Mereka semua kelahiran tahun 2000 dan 2001. Situasi regenerasi yang enggak jalan ini harus menjadi warning bagi PBSI. Karena kepengurusan sekarang tidak menanam," jelasnya.
Persoalan kedua, di sektor kepelatihan yang disebutnya "kurang mumpuni secara kualifikasi maupun kompetensi".
Daryadi menilai federasi PBSI terlalu takut untuk mengganti pelatih yang gagal. Sementara apa yang disebutnya para pelatih hebat Indonesia akhirnya berkiprah di negara lain karena federasi dianggap tidak mampu "memberikan kenyamanan" bekerja, gaji, dan kontrak yang jelas.
"Di Malaysia di belakangnya ada Rexy Mainaky, Hendrawan, dan Nova Widianto yang dua tahun lalu meninggalkan pelatnas dalam kondisi ganda campuran sedang terpuruk," ucapnya.
"Dan ketika dia pegang [menjadi pelatih] Malaysia ternyata Cheng Tang Jie dan Toh Ee Wei justru mampu melewati prestasi ganda campuran Indonesia. Ini seperti muka kita ditampar."
Penyebab ketiga, menurutnya, adalah kurangnya dukungan finansial untuk mengirim para pemain – terutama lapis kedua – bertanding di turnamen-turnamen internasional.
Daryadi menyebut India, Thailand, dan Jepang "gila-gilaan" mengirim pemain muda mereka di setiap pertandingan.
Jangan dulu berharap pada tim bulu tangkis di Olimpiade 2028
Dengan segala persoalan itu, Daryadi mengatakan, agak sulit untuk kembali mengharapkan tim bulutangkis Indonesia meraih medali emas di Olimpiade 2028 selama tidak ada perubahan besar dari federasi.
Apalagi jika masih mengandalkan pemain yang ada saat ini.
"Bukan tidak mungkin situasi seperti ini akan masih terus berlangsung hingga 2-3 tahun mendatang. Karena kita belum memiliki pemain lapis kedua yang benar-benar siap melejit," ucapnya.
"Kita punya Alwi Farhan juara dunia junior tahun lalu, tapi tidak serta merta dia bisa langsung melejit. Gregori yang juara dunia junior tahun 2017 saja butuh waktu enam tahun untuk menembus level atas."
"Sedangkan Jojo dan Ginting, usia mereka sudah 28 dan 29 tahun."
Itu mengapa dia menyarakan Kemenpora agar mulai mengarahkan fokus serta dukungan finansialnya ke "bintang baru" yang dianggap menunjukkan potensi lebih. Semisal angkat besi, panjat tebing, dan panahan.
Cabor-cabor ini, katanya, perlu dikelola dengan baik dengan memperbanyak jam terbang bertanding.
"Jangan melulu bulutangkis aja yang diharapkan."
Pengamat olahraga, Djoko Pekik, sependapat.
Dia mengatakan cabor panjat tebing – yang terbilang baru di Olimpiade – memang sudah diprediksi bakal meraih medali emas. Sama halnya dengan angkat besi.
Namun menjadi tidak disangka, ungkapnya, lantaran bulutangkis yang juga diharapkan membawa pulang emas ternyata tidak kesampaian.
Hasil perolehan medali Olimpiade Paris ini pun, menurutnya, "seperti membuka mata kita bahwa cabor lain sebetulnya mampu jika sungguh-sungguh didukung".
Meskipun baginya perhatian terhadap tim bulu tangkis jangan ditinggalkan.
"Harus ada evaluasi menyeluruh sehingga terungkap apa yang menyebabkan [tim bulu tangkis] tidak konsisten di Olimpiade," ujarnya.
Beberapa cabor yang disebutnya patut didukung aktif secara finansial oleh Kemenpora di antaranya panahan, menembak, atletik, dan renang.
Sebab dalam sejarahnya ketiga cabang itu pernah memenangi turnamen bergengsi dan nomor yang dipertandingkan cukup banyak.
Susahnya mencari dana untuk pemain panjat tebing
Mantan atlet panjat tebing Indonesia, Aries Susanti Rahayu, bercerita tangannya ikut "berkeringat" kala menyaksikan detik-detik kemenangan Veddriq Leonardo di Olimpiade Paris.
Ia seperti kembali ke masa lalu ketika bertanding di kejuaraan dunia.
Tapi begitu menyaksikan Veddriq mengalahkan atlet China, Wu Peng, perempuan 29 tahun yang mendapat julukan 'Spiderwoman' ini bilang "dirinya langsung bersorak, bergembira".
"Ini adalah pintu untuk selanjutnya untuk next level bagi cabor panjat tebing semakin dikenal di Indonesia dan juga mata dunia memandang Indonesia," tambah Aries.
Kendati di sisi lain, ia mengakui sejauh ini olahraga panjat tebing tidak sepopuler bulutangkis atau pun sepakbola.
Tapi dengan pembuktian kemenangan ini, ia berharap publik dapat lebih luas mendukung panjat tebing.
"Semoga dengan ini, panjat tebing pun yang minat juga makin banyak," katanya.
Ia mengatakan kemenangan atlet Indonesia dalam pesta olahraga internasional yang berlangsung di Prancis ini, bukan hanya mengharumkan nama Indonesia, tapi juga "pendukung mental" bagi anak-anak muda yang saat ini berlatih bersama Aries.
Manajer atlet panjat tebing Indonesia, Ical Umarella saat dihubungi di Paris mengatakan, "orang masih terkaget-kaget" karena olah raga ini "tidak banyak orang yang menonton, tidak banyak orang yang support".
Bahkan, sambungnya, "kemarin-kemarin kita agak kesulitan mencari pendanaan dari pihak swasta karena selalu keduluan cabor lain atau organisasi resmi lainnya untuk olahraga," kata Ical kepada BBC News Indonesia.
Namun, dengan raihan emas di nomor Men’s Speed Climbing ini telah membuktikan bahwa panjat tebing juga bisa jadi andalan Indonesia. Ia berharap kemenangan Veddriq menjadi "efek bola salju".
"Bahwa cabor panjat tebing ini, cabor yang bisa jadi andalan Indonesia, bisa memasyarakat di Indonesia, bisa memberikan manfaat buat insan-insan panjat tebing di Indonesia," kata Ical.
'Raihan emas di Olimpiade Paris membuat olahraga angkat besi naik kelas'
Pelatih angkat besi Indonesia, Dirja Wiharja menyebut Rizki Juniansyah sebagai "anak ajaib".
Musababnya, Rizki setahun terakhir ini baru menjalani operasi usus buntu dengan sebelas jahitan di perutnya. Perut, kata Dirja merupakan bagian tubuh paling penting dalam angkat besi.
"Dokter juga bingung ini," kata Dirja terheran-heran.
Dengan raihan emas di Olimpiade 2024, menurut Dirja, olah raga angkat besi Indonesia "sudah naik grade".
Ia menjelaskan sejak mengikuti Olimpade 2000 di Sydney sampai 2020 di Tokyo, cabor ini belum menyumbangkan emas.
"Dan baru kali ini Indonesia dapat emas. Jadi ibaratnya grade-nya naik, bukan penyumbang medali saja di Olimpiade. Dan sekarang tantangan lebih besar kita penyumbang medali emas ya. Besok lebih ke depan ya lebih baik lagi tantangan ini kita lewatin saja," kata Dirja.
Dalam waktu dekat tim pelatnas angkat besi sedang mempersiapkan pertandingan Asian Youth Games pertengahan Agustus.
Di tengah hiruk pikuk kemenangan cabor angkat besi ini, Dirja menyelipkan kisah tentang proses pelatihan atlet dalam tujuh tahun terakhir dalam mengikuti kejuaran-kejuaraan internasional: berpindah-pindah tempat latihan karena cabor ini tak punya pusat pelatihan sendiri.
Kata Dirja, sejak persiapan ASEAN Games 2016 timnya "melalang buana" dari satu tempat ke tempat lainnya untuk berlatih. Mulai dari "pintu kuning di GBK Senayan" sampai "PP PON di Cibubur" dan mulai menumpang dan menetap sejak 2017 di Pangkalan Marinir, kawasan Kwini, Jakarta Pusat.
"Di Pangkalan Marinir, Mes Kwini ini enggak selamanya. Kita harus mempunyai padepokan seperti bulu tangkis… Itu mimpi saya sebagai pelatih," kata Dirja.
Kemenpora: 'Kami tidak pilih kasih'
Deputi bidang peningkatan prestasi olahraga Kemenpora, Surono, mengatakan raihan medali Indonesia sejauh ini "adalah yang terbaik dari para atlet yang telah melalui proses panjang dan berdarah-darah".
Namun demikian dia menepis anggapan bahwa pihaknya "pilih kasih" ke cabor tertentu.
Ia bilang sejak awal memang sudah menyiapkan atlet angkat besi dan panjat tebing untuk terus-menerus mengikuti pertandingan tingkat dunia. Tujuannya tak lain agar mereka terbiasa dan secara mental kian terasah.
"Kalau ingin juara dunia, ya harus bertanding dengan atlet-atlet elite dunia," ujar Surono kepada BBC News Indonesia.
Khusus cabor panjat tebing, sambungnya, pengelolaannya diambil alih Kemenpora dan untuk angkat besi pihaknya berkolaborasi dengan federasi yang telah melakukan pembinaan sejak lama.
Adapun cabor judo klaimnya, sudah difasilitasi dengan tempat latihan termasuk mengirim ke Jepang, Korea, dan Eropa.
Sedangkan cabor surfing, sambungnya, telah diberikan fasilitas pertandingan super series tingkat dunia sebanyak enam kali dalam setahun.
"Jadi itu semua cabor yang punya skala prioritas kami pelatnas-kan karena punya peluang dan lolos di Olimpiade."
"Misal renang, atletik, senam, kami pilih mana atlet yang punya peluang. Itu semua kami fasilitasi denga catatan kami selektif yang terbaik dan nomornya kami pilih serta punya peluang lolos meraih medali."
Bersandar pada hasil Olimpiade Paris ini, kata Surono, Kemenpora akan menyusun strategi baru.
Seperti layaknya negara lain di China, Amerika Serikat, dan Prancis yang rata-rata menggelontorkan Rp2,5 - Rp4 miliar per tahun per atlet, maka Indonesia akan memberikan hal yang sama – utamanya kepada atlet yang punya peluang besar meraih medali.
Dana itu sedianya dipergunakan untuk kepentingan turnamen dan hal-hal yang berkaitan dengan kejuaraan.
Dia juga menantang federasi cabor lain yang merasa tersisihkan agar mendatanginya jika memang memiliki atlet berpretasi.
Jika bisa membuktikan dengan data-data yang dimiliki Kemenpora, klaimnya, siap memberikan dukungan finansial.
"Silakan kami terbuka ke federasi-federasi, paparkan. Kalau ada [atlet] bawa ke kami, pasti akan kami biayai. Tapi jangan sampai atlet yang salah, kita rugi biaya, tenaga, dan waktu. Karena ini uang rakyat harus selektif."
Tags : Olahraga, Paris 2024, Olimpiade, Indonesia, Badminton,