JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat penurunan luas panen padi sebesar 0,19 persen dari 10,68 juta hektare tahun 2019 menjadi 10,66 juta hektare tahun 2020. Kementerian Pertanian (Kementan) tak menampik kondisi itu memang terjadi pada tahun lalu.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi, faktor pemicu adanya penurunan luas panen yakni alih fungsi lahan yang terjadi. Selain itu, perubahan preferensi komoditas yang ditanam oleh petani. Kendati demikian, Suwandi mengatakan, Kementan tetap bersyukur penurunan luas panen tidak berdampak pada penurunan produksi gabah dan beras yang dikonsumsi masyarakat. "(Peningkatan produksi) bisa lewat perbaikan agroinput, mekanisasi, dan penanganan pascapanen yang mampu menekan losses," kata Suwandi dalam keterangan resminya dirilis Republika.co.id, Selasa (2/3).
Suwandi mengatakan, pihaknya berharap ada terobosan yang bisa dilakukan tahun ini untuk peningkatan produktivitas. Selain itu untuk memajukan pertanian dengan penerapan teknologi benih, alsintan dan manajemen korporasi. Adapun beberapa program yang telah jalan tahun ini seperti korporasi petani, perluasan area tanam baru, komando strategi penggilingan padi, serta food estate. “Semua bermuara di satu tujuan untuk meingkatkan produksi tanaman pangan serta mensejahterakan petani,” ujarnya.
Kepala BPS, Suhariyanto pada Senin (1/3) menjelaskan, penurunan luas panen disebabkan oleh curah hujan tinggi yang terjadi pada awal musim tanam 2020 lalu. Tren data BPS menunjukkan, luas panen pada Januari-Maret 2020 jauh lebih rendah dari luas panen yang diperoleh pada tahun 2019. Meski luas panen turun tipis, ia memaparkan, produksi gabah dan beras justru mampu mengalami kenaikan. Hal itu mencerminkan adanya kenaikan produktivitas padi sehingga penurunan luas panen terkompensasi.
BPS mencatat, produksi gabah kering giling (GKG) sepanjang 2020 sebesar 54,65 juta ton. Terdapat kenaikan tipis, 0,08 persen dari produksi GKG 2019 sebanyak 54,6 juta ton. "Ini karena ada kenaikan produktivitas di beberapa provinsi seperti Jawa Timur, Lampung, dan Aceh. Ini yang menyebabkan harga beras 2020 terjaga stabil dan tidak memberi andil inflasi," kata Suhariyanto.
Produksi gabah 2020 di Jawa Timur naik 3,8 persen, Lampung naik 22,47 persen, serta Aceh naik 2,5 persen. Dengan adanya kenaikan GKG, maka turut berpengaruh pada produksi beras. Mengutip data BPS, produksi beras pada tahun yang sama mencapai 31,33 juta ton, naik 0,07 persen dari posisi 2019 sebesar 31,31 juta ton. Suhariyanto mengatakan, kenaikan produksi gabah dan beras juga turut dipengaruhi oleh curah hujan akhir 2020 yang memudahkan proses penanaman. "Curah hujan juga berdampak positif sehingga berpotensi meningkatkan luas panen pada Januari-April 2021," kata dia.
Produksi padi Riau naik
Sementara produksi padi di Provinsi Riau selama tahun 2020 berdasarkan hasil perhitungan Badan Pusat Statistik mencapai 243.690 ribu ton gabah kering giling (GKG), dan mengalami kenaikan sebanyak 12.810 ton dibandingkan 2019. Berdasarkan data BPS di Pekanbaru, Selasa (2/3), produksi padi mengalami kenaikan sebanyak 12.810 ton atau setara 5,55 persen dibandingkan 2019, yang sebesar 230.870 ton GKG. "Pada 2020, luas panen padi sebesar 64.730 hektare dengan produksi sebesar 243.690 ton GKG. Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras pada 2020 mencapai 139.130 ton," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, Misfaruddin.
Menurut Misfaruddin, jumlah tersebut adalah angka tetap untuk produksi beras di Riau pada tahun 2020. Kenaikan jumlah produksi disebabkan beberapa faktor, diantaranya luas panen padi meningkat dan juga meningkatnya produktivitas padi. Luas panen padi pada 2020 di Riau sebesar 64.730 hektare, dimana mengalami kenaikan sebanyak 1.590 hektare atau 2,52 persen dibandingkan 2019, yang sebesar 63.140 hektare. Selain itu, terjadi peningkatan produksi padi pada "subround" Mei-Agustus dan September-Desember 2020, yaitu masing-masing sebesar 2,88 ribu ton GKG (2,98 persen) dan 10,36 ribu ton GKG (40,63 persen) dibandingkan 2019. Penurunan hanya terjadi pada subround Januari-April, yakni sebesar 0,43 ribu ton GKG atau 0,39 persen.
Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, lanjutnya, produksi beras pada 2020 sebesar 139.130 ton, mengalami kenaikan sebanyak 7.310 ton atau 5,55 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 131.820 ton. Ia menambahkan potensi produksi padi pada subround Januari-April 2021 diperkirakan sebesar 85.380 ton GKG. Jumlah itu mengalami penurunan sebanyak 22.970 ton atau 21,20 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020, yang sebesar 108.350 ton GKG. Sebelumnya, Gubernur Riau, Syamsuar, mengatakan peningkatan produksi beras dibutuhkan untuk mengimbangi jumlah penduduk Riau yang terus bertambah. Riau hingga kini masih defisit beras sekitar 30 persen, dan sangat bergantung dari pasokan luar provinsi seperti dari Sumatera Barat dan Jawa. Akibatnya, bahan pangan ini harganya bisa sangat fluktuatif dan menyumbang inflasi cukup tinggi di daerah berjuluk "Bumi Lancang Kuning" itu.
Ia mengatakan jumlah penduduk Riau saat ini 6,39 juta jiwa dengan kebutuhan beras 571.266 ton per tahun, sedangkan produksi hanya 269.334 ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara 153.781 ton beras. Ini artinya Riau hanya mampu memproduksi 26,9 persen beras. Menurut dia, pada 2024 jumlah penduduk Riau diperkirakan 7,4 juta jiwa dengan kebutuhan beras 662.475 ton. Sementara produktivitas padi di Riau baru 3,75 ton per hektare. "Karenanya pada 2024 minimal luas panen (harus) mencapai 125.378 hektare dengan produktivitas 4,4 ton per hektare, sehingga target produksi beras minimum (naik) 50 persen atau 331.237 ton beras yang setara dengan 519.914 ton GKG," katanya. (*)
Tags : luas lahan padi, panen, alih fungsi lahan, luas panen, produksi beras, produksi gabah, beras, padi riau, panen padi, produksi padi riau,