JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menegaskan komitmennya untuk menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat Indonesia sepanjang waktu. Salah satu upaya mendukung penyediaan pangan adalah dengan memperkuat cadangan pangan nasional melalui penguatan cadangan pangan pemerintah daerah (CPPD) yang terus di advokasi kepada pemerintah daerah.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi mengungkapkan bahwa, penguatan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah tidak sekadar esensial, tetapi juga urgent dalam menjamin penyediaan pangan bagi 267 juta penduduk, terlebih lagi saat ini seluruh wilayah Indonesia sedang menghadapi darurat Covid-19 dan juga kerap kali terdampak bencana.
“CPPD erat urgensinya untuk mengantisipasi atau menanggulangi kerawanan pangan, bencana alam, dan keadaan darurat. Dalam kondisi tersebut, Kepala Daerah dapat langsung mengintervensi wilayahnya tanpa harus menunggu bantuan cadangan pangan dari Pemerintah (Pusat)” ujar Agung pada pernyataan tertulisnya dirilis Republika,co,id, Rabu (14/7).
Dalam hal ini Agung menyebut jika mekanisme pencairan CPPD lebih mudah dan cepat karena sifatnya yang dinamis melalui permohonan (bottom-up) maupun instruksi langsung Kepala Daerah. “Saya menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mengalokasikan anggarannya untuk cadangan pangan. Bagi yang belum, saya kembali menghimbau agar Pemda segera melakukan percepatan. Ini diibaratkan kotak P3K pada kondisi darurat,” tambahnya.
Hingga pertengahan Juli 2021 ini, sebesar 523 ton beras CPPD telah disalurkan oleh Dinas yang menangani ketahanan pangan di 11 Provinsi dan 23 Kabupaten/Kota, yang diperuntukkan bagi masyarakat yang terdampak bencana, darurat Covid-19, dan kerawanan pangan. Sementara itu, Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan BKP, Andriko Noto Susanto mengungkapkan bahwa peruntukan CPPD tidak hanya bermanfaat untuk menjaga ketahanan wilayah masing-masing, tetapi juga sebagai wujud solidaritas terhadap wilayah lain yang membutuhkan.
“Seperti halnya penyaluran pada tahun 2021 yang dilakukan oleh Dinas yang menangani ketahanan pangan Provinsi Jawa Tengah dan Kalimantan Timur, serta Kabupaten Penajem Paser Utara, beras CPPD nya diantaranya disalurkan untuk masyarakat yang terdampak bencana di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan NTT,” ungkapnya.
Andriko menyebut advokasi kepada Pemerintah Daerah kerap terus dilakukan. Hingga awal Juli 2021 ini, tercatat 22 dari 34 Provinsi di Indonesia telah melaksanakan pertemuan Koordinasi dan Sinkronisasi CPPD yang melibatkan stakeholder terkait. “Pangan kita tidak boleh bersoal, bagi daerah yang belum memiliki CPPD upayakan untuk segera merealisasikan penyusunan perda dan alokasi APBD-nya” tegas Andriko.
Petani tingkatkan nilai tambah
Mentan juga menilai subsektor pertanian khususnya hortikultura di masa pandemi Covid-19 ini harus semakin diperkuat sehingga mampu menjadi penyokong utama perekonomian nasional. Menindaklanjuti arahan tersebut, Direktur Jenderal Hortikultura menyampaikan salah satu arah kebijakan Direktorat Jenderal Hortikultura adalah
meningkatkan daya saing hortikultura untuk memajukan pertanian Indonesia. Peningkatan daya saing dapat dicapai melalui peningkatan produksi, produktivitas, akses pasar, sistem pertanian modern yang ramah lingkungan, serta kesejahteraan petani.
Salah satu strategi yang digunakan untuk mendukung arah kebijakan tersebut adalah penumbuhan UMKM hortikultura. Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Retno Sri Hartati Mulyandari mengungkapkan bahwa penumbuhan UMKM merupakan implementasi dari tiga Cara Bertindak (CB) yang digaungkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Arah kebijakan UMKM hortikultura ini adalah implementasi CB2, CB4, dan CB5 dari 5 Cara Bertindak yang digaungkan oleh Bapak Menteri Pertanian. CB2 adalah diversifikasi pangan, CB4 pengembangan pertanian modern, dan CB5 yaitu GRATIEKS,” ujar Retno saat membuka Bimtek virtual bertajuk Meningkatkan Nilai Tambah Olahan Hortikultura dengan Kemasan via Zoom Meeting, Sabtu 10 Juli 2021 lalu. Pada 2021, Direktorat Jenderal Hortikultura menargetkan ada 200 UMKM hortikultura di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Kampung Hortikultura setempat.
Ada setidaknya empat hal yang melatarbelakangi kebijakan penumbuhan UMKM hortikultura, yaitu produk hortikultura yang mudah busuk dan rusak, produksi musiman, kebutuhan untuk meningkatkan daya saing, serta memenuhi kebutuhan domestik dan impor. Oleh karena itu, perlu adanya pengolahan hasil produksi untuk meningkatkan nilai tambah di bawah naungan UMKM hortikultura dan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura siap memfasilitasi dari hulu ke hilir. “Penumbuhan UMKM hortikultura ini akan difasilitasi dengan sarana prasarana pendukung, kemitraan dengan stakeholders, pendampingan lewat bimtek, hingga promosi dan pemasarannya,” jelas Retno, seperti dalam siaran pers nya, Kamis (14/7).
Senada dengan Retno, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura (PPHH) Bambang Sugiharto menjelaskan bahwa UMKM hortikultura merupakan program peningkatan nilai tambah untuk menyelamatkan produksi hortikultura yang sifatnya musiman dan mudah rusak, serta menjaga stabilitas harga produk hortikultura di pasaran. Untuk menjadi UMKM hortikultura, ada tiga syarat yang perlu dipenuhi, yakni berada pada daerah surplus, kelompok tani setempat kreatif dan bersemangat untuk maju, serta adanya dukungan dari pemerintah daerah dan instansi dari sektor selain pertanian. “Kami mendorong kelompok tani untuk menjadi trigger atau pendorong UMKM di wilayahnya sendiri. Kami akan fasilitasi secara lengkap sesuai kebutuhan,” ungkap Bambang.
Cabai, komoditas hortikultura yang penting untuk diolah
Peneliti muda dari BB Pascapanen Pertanian, Ira Mulyawanti, mengungkapkan bahwa cabai adalah salah satu produk hortikultura yang paling penting untuk ditingkatkan nilai tambahnya melalui pengolahan oleh UMKM. Hal ini dikarenakan cabai menduduki posisi penting dalam menu pangan di Indonesia. Selain itu, cabai mudah rusak dan harganya fluktuatif, terutama karena kondisi iklim, sehingga dapat mempengaruhi inflasi. “Mengapa cabai? Karena cabai menduduki posisi penting dalam menu pangan. Hampir setiap makanan di indonesia menggunakan cabai sebagai bumbu masak atau pendamping, sehingga permintaannya selalu tinggi. Selain itu, harga cabai juga fluktuatif dan mempengaruhi inflasi,” jelas Ira.
Ira memaparkan beberapa alternatif pengawetan dan pengolahan cabai, antara lain pengeringan, pembekuan, pengolahan, dan pengasaman. Teknik pengeringan akan menghasilkan produk bubuk cabai, pembekuan menghasilkan produk puree atau pasta cabai, pengolahan menghasilkan saus dan minyak cabai, sementara pengasaman menghasilkan produk acar cabai.
Teknologi pascapanen yang digunakan untuk mengolah cabai ini, diungkapkan Ira, dapat meningkatkan daya saing, mempertahankan kualitas cabai, mempermudah pemasaran, meningkatkan umur simpan, dan menjaga ketersediaan produk hortikultura di pasaran.
Kemasan menarik tingkatkan nilai jual produk
Peningkatan daya saing produk hortikultura tidak berhenti di pengolahan saja. Produk hasil olahan juga perlu untuk dikemas dengan baik dan menarik agar meningkatkan nilai tambah dan penjualan produk. “Sebuah produk erat kaitannya dengan kemasan. Tanpa kemasan, hasil produksi tidak dapat disebut sebagai produk. Oleh karena itu, kemasan harus dibuat semenarik mungkin agar dapat meningkatkan penjualan produk,” papar pengusaha kemasan D&D Pack, Maria Magdalena.
Maria menjelaskan bahwa kemasan satu produk olahan dengan produk olahan lainnya pastilah berbeda, tergantung dari karakteristik produk itu sendiri. Sebagai contoh, produk olahan keripik sebaiknya dikemas dalam kantong standing pouch atau seal T yang terbuat dari bahan metalize atau aluminium dan diberikan udara agar tidak mudah remuk.
Sementara itu, produk olahan bubuk dapat dikemas dalam botol atau toples agar tidak mudah tercecer. Satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kemasan adalah label. Label ini harus memberikan keterangan mengenai produk panganan yang dikemas sebagai informasi kepada calon pembeli. (*)
Tags : kementan, hortikultura kementan, nilai tambah hortikultura, kementan, cadangan pangan,