Artikel   2025/01/04 10:28 WIB

Kerajaan Lingga Ada Sejak Abad Ke-19 yang Hadir di Nusantara

Kerajaan Lingga Ada Sejak Abad Ke-19 yang Hadir di Nusantara
Sisa sisa bekas kerjaan Lingga seperti istana Damnah

KERAJAAN LINGGA atau Kesultanan Lingga merupakan kerajaan Melayu yang hidup pada abad ke-19. Kerajaan ini berpusat di Kepulauan Riau dan berkembang menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan.

Sebelum berdiri, Kerajaan Lingga merupakan bagian dari Kerajaan Johor Riau yang berpusat di Malaka.

Sebelum berdiri, Kerajaan Lingga merupakan bagian dari Kerajaan Johor Riau yang berpusat di Malaka.

Namun, pada tahun 1824, Kerajaan Lingga berdiri sendiri karena terdapat campur tangan Belanda.

Sejarah Berdiri Mulanya, Kesultanan Lingga adalah bagian dari Kesultanan Malaka yang kemudian diteruskan oleh Kesultanan Johor Riau.

Pada tahun 1811, Sultan Mahmud Syah III yang menguasai Kesultanan Johor meninggal dunia.

Setelah kematian Sultan Mahmud Syah III terjadi perselisihan dalam penentuan siapa yang akan menjadi sultan. Akhirnya Inggris yang menguasai Malaka dan Belanda yang menguasai Indonesia ikut campur dalam penentuan pewaris takhta. Pihak Inggris mendukung putra tertua dari Sultan Mahmud Syah III yaitu Tengku Hussain. Sementara Belanda, mendukung adik tiri dari Tengku Hussain, yaitu Abdul Rahman.

Selanjutnya, sengketa pewaris kesultanan ini kemudian diselesaikan melalui Traktat London pada 1824. Keputusannya adalah membagi Kesultanan Johor Riau menjadi dua, yakni Kesultanan Johor dan Kesultanan Lingga. Selanjutnya, Kesultanan Lingga dipimpin oleh Abdul Rahman sebagai sultan pertama dengan gelar Muazzam Syah.

Sistem Birokrasi Struktur Kesultanan Lingga dibagi antara sultan, yang dipertuan muda, dan ulama. Sultan memerintah dalam bidang militer, politik, ekonomi, dan perdagangan. Yang dipertuan muda bertugas sebagai penasehat sultan. Sementara, peran ulama di Kesultanan Lingga adalah sebagai penasehat Yang Dipertuan Muda dalam bidang rihlah ilmiah atau keilumuan.

Kehidupan Kesultanan Lingga Ketika menjadi kesultanan sendiri, Kesultanan Lingga menjadi salah satu pusat kegiatan pembelajaran Islam di kawasan Melayu. Ulama dari berbagai wilayah berdatangan ke Lingga untuk belajar dan mengajar agama.

Seiring berjalannya waktu, di wilayah Lingga mulai banyak penganut paham tasawuf. Paham fikih dan tasawuf yang paling berpengaruh di Lingga adalah pemikiran Al-Ghazali.

Kesultanan Lingga juga telah mengembangkan tradisi tulis menulis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam bidang sastra dan keagamaan.

Naskah-naskah ditulis menggunakan abjad Jawi/huruf pégon. Selain itu, Kesultanan Lingga membuat kamus Bahasa Melayu dan menjadikannya sebagai sebuah bahasa standar.

Lalu, pada tahun 1850, Lingga membangun percetakan surat kabar dengan tulisan abjad Jawi dan abjad Latin. Runtuhnya Lingga Pada tahun 1883, Raja Abdurrahman naik takhta dan diberi gelar Sultan Abdurrahman Muazam Syah. Raja Abdurrahman menggantikan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah yang memeritnah dari tahun 1857 hingga 1883.

Pada tahun 1903, Sultan Abdurrahman memindahkan pusat pemerintahan ke Pulau Penyengat. Pulau Penyengat menjadi pusat perkembangan politik, budaya, dan kemasyarakatan Melayu. Namun, ia menjadi pemimpin terakhir Lingga, karena Belanda secara sepihak membubarkan Kesultanan pada 10 Februari 1911. Setelah itu, Sultan Abdurrahman bersama para bangsawan akhirnya pindah ke Singapura. (*)

Referensi: Kadir, Mohammad Daud. (2008). Sejarah Kebesaran Kesultanan Lingga-Riau. Pangkal Pinang: Pemerintah Kabupaten Lingga.

Tags : kerajaan, nusantara, kerajaan lingga, sejarah kerajaan lingga runtuhnya kerajaan lingga,