AGAMA - Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengirim paket bantuan untuk warga Palestina di Jalur Gaza yang menjadi korban genosida penjajah Israel.
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Faisal Abdullah Al Amudi mengatakan, total bantuan yang disalurkan mencapai 5 miliar riyal Saudi atau Rp 20 triliun.
Paket bantuan tersebut terdiri dari tiga kanal bantuan yang mengangkut 401 kontainer. Adapun sebanyak 289 kontainer berisi berbagai kebutuhan obat-obatan.
Sementara, sebanyak 112 kontainer lainnya membawa kebutuhan makanan dan tempat berlindung.
Selain itu, Kerajaan Arab Saudi telah mengirim paket bantuan dari 27 penerbangan udara yang mengangkut 604 ton.
Paket bantuan tersebut terdiri dari berbagai bantuan berupa bahan makanan, obat-obatan dan peralatan untuk tempat tinggal sementara. Bantuan juga terdiri dari 18 ambulans.
“Alhamdulillah pemberian bantuan jumlahnya mencapai 5 miliar riyal Saudi,”ujar dia di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Al Amudi mengatakan, Arab Saudi juga telah menjalin kesepakatan untuk melaksanakan proyek darurat bagi pengungsi di Jalur Gaza, di sektor ketahanan pangan, tempat tinggal, kesehatan, malnutrisi, dan tanggap darurat.
Saudi memberikan dana bantuan tersebut melalui Program Pangan Dunia (WFP) sebesar 5 juta dolar AS, melalui Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (ICRC) 10 juta dolar AS, Agensi Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA)15 juta dolar AS, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 10 juta dolar AS.
Al Amud memastikan, pihak kerajaan terus mengupayakan gencatan senjata di Jalur Gaza dan dibukanya akses bagi penyaluran bantuan kemanusiaan ke warga Gaza.
"Sampai sekarang, kami terus mengupayakan agar dilakukannya gencatan senjata dan juga memberikan jalan bagi penyaluran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Ini bertujuan untuk bisa membantu masyarakat Gaza," kata dia.
Dubes menyadari, perang ini telah mengakibatkan tidak hanya jatuhnya korban tetapi juga semakin melunturnya nilai-nilai kemanusiaan. Terlebih dengan terus bertambahnya kekerasan sehingga korban terus berjatuhan terutama dari kalangan masyarakat sipil.
"Kerajaan Arab Saudi menekankan perlunya menjaga hak-hak sipil dan kita menolak secara keras tindakan-tindakan yang mengakibatkan jatuhnya korban dari masyarakat sipil itu. Kami juga menolak keras tindakan tersebut yang mengakibatkan hancurnya infrastruktur yang menyebabkan tidak adanya pelayanan publik di Gaza," ujarnya.
Al Amudi mengatakan, Kerajaan Saudi juga terus berupaya, bersama-sama dengan berbagai macam pihak dan organisasi-organisasi internasional, untuk mencegah peningkatan eskalasi yang saat ini terus terjadi. Dia menyatakan, eskalasi ini telah mengakibatkan jatuhnya korban.
Usai pemaparan tersebut, Dubes Al Amudi mendapat pertanyaan soal gerakan boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel dan apa dampaknya terhadap eskalasi yang terjadi Gaza. Al Amudi mengatakan, terkait boikot ini, Kerajaan Saudi tidak ikut campur atas kehendak masyarakat Indonesia.
"Untuk boikot, ini adalah kehendak masyarakat Indonesia. Dan tentu kami tidak melakukan intervensi atas apa yang dilakukan oleh pemerintah RI maupun masyarakat Indonesia," jelasnya.
Setelah itu, Dubes mendapat pertanyaan soal sikap Kerajaan Saudi terhadap Hamas. Namun ia enggan merespons hal itu.
"Kita kali ini bicara soal bantuan kemanusiaan yang disalurkan kepada masyarakat Gaza yang telah melewati peperangan ini," kata Al Amudi menjawab pertanyaan tersebut.
Sikap negara-negara Arab dalam agresi Israel di Jalur Gaza mendapat sorotan dunia. Pemerintah negara-negara di kawasan teluk terkesan tidak mampu berbuat banyak menyaksikan pembantaian rakyat Palestina yang terjadi di depan ‘halaman rumah mereka’.
Negara Arab termasuk Arab Saudi hanya bisa mengeluarkan pernyataan kutukan dan melakukan pengiriman bantuan. Mereka tak mau terlibat lebih dalam untuk menghentikan kekejaman israel.
Direktur Penelitian dan Analisis di Arab Center Washington DC. Imad K Harb, mengungkapkan, kondisi ini bermula ketika rezim-rezim Arab, baik republik maupun monarki, menjadi lebih mapan. Daya tarik dan manfaat perjuangan Palestina bagi para pemimpin Arab perlahan-lahan mulai memudar.
Padahal saat pasukan Zionis memulai pembersihan etnis di Palestina untuk mendirikan negara Israel pada 1948, penderitaan rakyat Palestina mengejutkan dunia Arab. Hal ini membuat marah negara-negara Arab yang berada di tengah perjuangan anti-kolonial dan mengangkat status pembebasan Palestina menjadi perjuangan pan-Arab.
Abainya Arab terhadap Palestina berhubungan langsung dengan sifat tidak demokratis rezim Arab. Kondisi ini ditambah dengan ketergantungan politik yang terus berlanjut pada Amerika Serikat, pendukung utama Israel dan proyek kolonial pemukimnya.
Palestina saat ini tampak seperti sebuah renungan dalam tatanan politik Arab. Banyak negara yang berdamai dan menormalisasi hubungan dengan Israel, termasuk yang terbaru adalah seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain pada 2020.
"Seiring dengan semakin otoriter dan mengakarnya pemerintahan Arab, ruang advokasi bagi perjuangan Palestina semakin menyusut. Meningkatnya pengawasan atas wacana publik, meningkatnya sensor dan meningkatnya kekerasan politik telah membungkam perbedaan pendapat di dunia Arab," ujar Harb dikutip dari Aljazirah.
Menurut Harb, dukungan resmi negara-negara Arab hanya sebatas retorika yang menipu dan isyarat simbolis untuk menghindari konfrontasi dengan Israel dan pendukungnya, AS. Contoh saja, hingga saat ini mereka hanya membuat pernyataan mengecam tindakan pembantaian Israel terhadap warga Gaza, tetapi tetap menjalankan diplomasi dan kebutuhan lainnya bersama Israel dan sekutunya.
Faisal Abdullah Al Amudi memastikan terus mengupayakan gencatan senjata di Jalur Gaza dan dibukanya akses bagi penyaluran bantuan kemanusiaan ke warga Gaza.
"Sampai sekarang, kami terus mengupayakan agar dilakukannya gencatan senjata dan juga memberikan jalan bagi penyaluran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Ini bertujuan untuk bisa membantu masyarakat Gaza," kata dia dalam konferensi pers di kantor Kedubes Arab Saudi, Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Al Amudi menyadari, perang ini telah mengakibatkan tidak hanya jatuhnya korban tetapi juga semakin melunturnya nilai-nilai kemanusiaan. Terlebih dengan terus bertambahnya kekerasan sehingga korban terus berjatuhan terutama dari kalangan masyarakat sipil.
"Kerajaan Arab Saudi menekankan perlunya menjaga hak-hak sipil dan kita menolak secara keras tindakan-tindakan yang mengakibatkan jatuhnya korban dari masyarakat sipil itu. Kami juga menolak keras tindakan tersebut yang mengakibatkan hancurnya infrastruktur yang menyebabkan tidak adanya pelayanan publik di Gaza," ujarnya.
Al Amudi mengatakan, Kerajaan Saudi juga terus berupaya, bersama-sama dengan berbagai macam pihak dan organisasi-organisasi internasional, untuk mencegah peningkatan eskalasi yang saat ini terus terjadi. Dia menyatakan, eskalasi ini telah mengakibatkan jatuhnya korban.
Dia juga mengungkapkan, Kerajaan Saudi baru-baru ini telah melakukan kampanye pengiriman bantuan kepada masyarakat di Gaza untuk meringankan beban mereka akibat perang ini. "Alhamdulillah, pemberian bantuan ini jumlahnya mencapai 500 juta riyal Saudi (sekitar Rp 2 triliun)," tuturnya.
Kerajaan Arab Saudi mengirim tiga kapal bantuan yang mengangkut 401 kontainer. Sebanyak 289 kontainer ini berisi berbagai kebutuhan terkait obat-obatan, dan 112 kontainer membawa kebutuhan makanan dan peralatan tempat berlindung.
Selain itu, Kerajaan Arab Saudi juga telah mengirim 27 penerbangan udara yang mengangkut 604 ton berbagai bantuan berupa bahan makanan, obat-obatan, dan peralatan untuk tempat tinggal sementara. Juga ada 18 ambulans yang dikirim ke sana.
Arab Saudi juga telah menjalin kesepakatan untuk melaksanakan proyek darurat bagi pengungsi di Jalur Gaza, di sektor ketahanan pangan, tempat tinggal, kesehatan, malnutrisi, dan tanggap darurat.
Arab Saudi memberikan dana bantuan tersebut melalui WFP sebesar 5 juta dolar AS, melalui ICRC 10 juta dolar AS, UNRWA 15 juta dolar AS, dan WHO 10 juta dolar AS.
Kerajaan Arab Saudi, terang Al Amudi, juga terus melakukan berbagai langkah baik secara kemanusiaan dan juga secara politik terkait konflik Israel Palestina.
Dia juga mengingatkan, hukum humanitarian internasional mengedepankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan. Dari aspek politik pun, Kerajaan Arab Saudi telah menyerukan negara-negara Arab dan Islam untuk melakukan KTT Luar Biasa guna mendukung persoalan Palestina ini.
"Dan setelah KTT itu, Kerajaan Arab Saudi memimpin komite dewan tingkat menteri, untuk menyampaikan satu sikap dari negara-negara Arab dan Islam terutama kepada negara-negara anggota tetap PBB. Di mana salah satu anggota komite yang dibentuk setelah KTT ini adalah Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi. Ini bertujuan mengakhiri konflik tersebut, dan menjaga hak-hak sipil di Gaza," jelasnya. (*)
Tags : arab saudi, dukungan arab saudi, palestina, arab saudi dukung palestina, kerajaan arab saudi, bantuan kemanusaan arab saudi, genjatan gaza, perang gaza, jalur gaza, perang hamas israel,