PENCEMARAN logam berat, khususnya merkuri, di Teluk Jakarta, telah sampai pada titik mengkhawatirkan. Seorang peneliti dari Institut Pertanian Bogor menyebut, kini berbahaya untuk mengonsumsi kerang hijau dari perairan itu.
Kaki Hasan, seorang nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara, menghentak-hentak membersihkan kerang hijau yang baru dibawanya dari Teluk Jakarta. Gerakannya seakan melambangkan kekecewaan terhadap hasil panennya belakangan ini.
"Susah. Kita lagi susah sekarang. Kerangnya lagi susah dan kotor. Kan ini kotor kayak begini," ungkapnya sambil memperlihatkan kerang hijau yang dikerubungi tritip atau kerang batu. "Biasanya kalau bersih, ya dia bersih. Gak ada tritipnya."
Peneliti di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Etty Riani, menyebut banyaknya tritip yang menempel di kerang hijau, adalah salah satu "pertanda tidak langsung" telah tercemarnya Teluk Jakarta oleh merkuri.
"Kerang hijau mampu menyerap logam berat dalam jumlah yang sangat tinggi," ujarnya. Namun, pencemaran yang begitu dahsyat, diduga Etty membuat kerang hijau "keracunan", sehingga kehilangan kemampuan membersihkan diri, termasuk dari tritip.
"Aduh, pencemaran di Teluk Jakarta sudah sangat-sangat tinggi... Pencemaran logamnya memang tinggi sekali. Pada kerang hijau, konsentrasi Hg (merkuri) saja sudah mencapai 40mg/kg lebih, padahal baku mutu konsumsinya hanya 1mg/kg," ceritanya dengan nada getir.
Hasil penelitian Etty sejalan dengan telaah Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tidak hanya merkuri, peneliti LIPI, Zainal Arifin bahkan menyebut "kerang hijau di Teluk Jakarta juga memiliki kandungan arsenik yang tinggi; 6,77, tiga kali lipat dari batas yang bisa dikonsumsi."
Hanya boleh seekor kerang
Merkuri bukanlah logam yang pencemarannya bisa dianggap sepele.
Ingat bagaimana sejumlah masyarakat di kota Minamata, Kumamoto, Jepang, pada tahun 1950an menderita lumpuh, cacat fisik dan kanker karena memakan ikan yang tercemar logam berat itu.
Dan sekarang kerang hijau di Teluk Jakarta, menurut Etty, membawa ancaman serupa.
"Kami hitung analisis risikonya; kalau orang dewasa makan kerang, itu risiko kejadian kankernya baru berkurang kalau dia hanya makan satu ekor (kerang hijau) per sekali makan. Itu dengan asumsi bahan makanan lainnya tidak terkontaminasi logam berat."
Namun, ancaman itu ternyata tidak dianggap serius oleh sejumlah konsumen di sebuah warteg (Warung Tegal) di Jakarta Pusat, yang gemar memakan kerang hijau. Misalnya Pia, yang sambil tergelak mengungkapkan bahwa meskipun dia "tahu merkuri bisa memicu kanker, tetapi kalau suka ya tetap makan saja, asal jangan kebanyakan."
Sementara, pemilik warteg, Asri merasa caranya memasak kerang hijau, sudah cukup membuat penganan itu bersih dari pencemar, termasuk logam berat.
"Ya itu, caranya ya dicuci bersih, langsung digoreng pakai minyak panas, baru dimasak pakai bumbu. InsyaAllah yakin aman," ungkapnya.
Tetapi Etty menegaskan merkuri tidak bisa dilepaskan dari tubuh kerang yang telah tercemar.
"Kalau dia sudah terakumulasi (di tubuh kerang hijau), logam berat tidak akan bisa lepas. Karena ikatan logam berat ini, pada asam amino pada gugus yang ikatannya kovalen, yang sifatnya irreversible (tidak dapat diubah). Tidak mampu lepas. Sehingga sangat sulit dilepaskan."
Bermula dari industri
Meskipun begitu, Etty menekankan masyarakat tetap bisa memakan kerang hijau, "asalkan jangan yang berasal dari Teluk Jakarta" yang tercemar.
Namun, himbauan tersebut, dikhawatirkan nelayan Muara Angke, Hasan, akan terus menggerus pendapatannya, yang belakangan memang sudah turun dari Rp400 ribu menjadi Rp100 ribu perhari, karena munculnya nelayan dari berbagai perairan Jawa, yang mulai memasok kerang hijau ke Jakarta.
"Aku sudah puluhan tahun (di sini) seandainya ada kerang ini kotor atau berbahaya, itu kan setiap pembeli, pas makan, itu kan pasti ada yang sakit atau apa. Ini kan gak ada," kata Hasan, protes. "Contohnya kami. Sebelum kita menjual, kita kan coba dulu. Menurut saya gak ada yang (be)racun."
Etty menyatakan, berdasarkan penelitiannya pencemaran logam berat di Teluk Jakarta telah berlangsung lebih dari 10 tahun. "Pencemarannya bahkan sudah mencapai Kepulauan Seribu".
Menurutnya, pencemar berasal dari banyaknya industri di Jakarta, khususnya pabrik barang elektronik "yang masih menggunakan bahan merkuri, dan membuang limbahnya ke sungai yang berujung ke Teluk Jakarta... Tetapi tetap tidak ada tindakan pemerintah," pungkasnya.
Manager Konservasi Taman Impian Jaya Ancol Yus Anggoro Saputra juga memperingatkan masyarakat untuk tidak mengonsumsi kerang hijau.
"Jika ingin mengkonsumsi kerang hijau bukan yang berasal dari Teluk Jakarta."
“Kerang hijau memiliki peran memfilter kotoran dan logam berat, jadi tidak layak dikonsumsi. Kalau mau makan seafood, mending cari yang lain. Kalau pun mau konsumsi kerang hijau, cari di lokasi selain Jakarta,” kata Yus belum lama ini.
Yus memaparkan saat ini Teluk Jakarta telah tercemar 21 ton sampah yang mengalir dari 13 sungai setiap harinya. Dari hasil penelitian pakar kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), limbah dan sampah itu U mengakibatkan kondisi air mengandung silikat sebesar 52.156 ton, fosfat 6.741 ton, dan nitrogen 21.260 ton.
Kerang hijau yang berperan menyaring air laut pun ikut tercemar. Dari temuan IPB, ditemukan berbagai polutan logam berat di dalam kerang hijau asal Teluk Jakarta, seperti misalnya merkuri (Hg), cadmium (Cd), timbal (Pb), krom (Cr), dan timah (Sn).
Kandungan limbah ini dapat berdampak keracunan bagi yang mengonsumsinya hingga mengakibatkan kanker dan kegagalan organ jika dikonsumsi dalam jangka waktu panjang.
Meskipun berbahaya untuk dikonsumsi, Yus menjelaskan kerang hijau tetap harus dibudidayakan karena sifatnya yang dapat menyerap limbah. Ia mencontohkan 1 kilogram kerang hijau mampu menjernihkan 10 liter air yang keruh hanya dalam waktu 1 jam. Hal ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi polusi di laut Jakarta.
Atas dasar hal itu, PT Taman Impian Jaya Ancol bersama 105 sukarelawan menyebarkan 1 ton kulit kerang hijau di pantai Ancol yang terletak di kawasan Teluk Jakarta. Kulit kerang itu nantinya akan menjadi tempat menempelnya bibit kerang hijau untuk berkembang.
“Dalam waktu 3 bulan kerang sudah dewasa dan mampu menyerap polutan,” kata Yus. (*)
Tags : kerang hijau, konsumsi kerang hijau berbahaya, kerang hijau di teluk jakarta, kerang hijau sudah tercemar, teluk jakarta mengkhawatirkan,