Politik   2024/10/01 13:4 WIB

Ketiga Calon Gubernur Masih Dihantui dan Diterpa Catatan yang 'Buruk', Pengamat: 'Jadi Pertimbangan Bagi Pemilih di Pilgub Riau'

Ketiga Calon Gubernur Masih Dihantui dan Diterpa Catatan yang 'Buruk', Pengamat: 'Jadi Pertimbangan Bagi Pemilih di Pilgub Riau'
Tiga Cagub Riau Abdul Wahid, M Nasir dan Syamsuar

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Rakyat Riau pada 27 November 2024, menuju ke tempat pemungutan suara [TPS] untuk memberikan suara mereka dalam pemilihan gubernur [pilgub] 2024-2029.

"Ketiga calon gubernur riau masih dihantui catatan."

"Ini disebut-sebut menjadi pesta demokrasi yang diselenggarakan hanya dalam satu hari. Tetapi memang ketiga calon gubernur Riau itu masing-masing memiliki catatan," diakui  Dr Edy Sabli, Pengamat Politik dari Universitas Islam Riau [UIR] didepan wartawan, Senin (30/9). 

Visi, misi dan program ketiga kandidat;  Abdul Wahid-SF Hariyanto, M Nasir-Wardan dan Syamsuar-Mawardi sebelumnya telah menjadi perdebatan sengit di antara calon pemilih dan pendukungnya.

"Publik kerap menyorot mengenai siapa yang lebih baik dalam menawarkan program visi-misinya," kata Edy Sabli.

Namun, penting untuk diingat bahwa ketiga kandidat pada dasarnya punya catatan masih memilki yang mengkhawatirkan.

Jadi Edy Sabli mengakui ketiga pasangan Cagub-Cawagub Riau itu belum sepenuhnya tegas terhadap isu kesejahteraan rakyat yang bagaimana dan lingkungan.

Selain itu, pada debat yang akan diselenggarakan, apa yang menjadi salah satu topik debat utama pun semakin tak jelas, "ketiga cagub riau itu gagal menguraikan langkah-langkah spesifik mereka terkait isu-isu terkini," sebutnya.

Merujuk pada rekam jejak tiap kandidat itu, para pemilih tentu akan menghadapi tantangan untuk menentukan pilihan mereka, mengingat tidak satu pun kandidat yang benar-benar “bersih” dari masa lalunya.

Abdul Wahid-SF Hariyanto

Anggota DPR-RI yang juga Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa Provinsi Riau, Abdul Wahid ini dinilai masih bungkam saat ditanya wartawan terkait tuduhan Larshen Yunus, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Tingkat I, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Riau, pada saat ditemui di Ruang Tunggu Bandar Udara Internasional, Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.

Larshen Yunus menduga Abdul Wahid sosok yang terlibat memback-up perkara anggota DPRD Kuansing Aldiko tersangka kejahatan kehutanan. 

Sebelumnya, kasus hukum oknum Anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa [PKB] atas nama Aldiko Putra mendapat sorotan tajam dari masyarakat luas.

Perkara yang merujuk Laporan Polisi dengan Nomor: LP/B/84/V/2023/SPKT/POLRES KUANTAN SINGINGI/POLDA RIAU, Tanggal 18 Mei 2023 dan Surat Perintah Penyidikan dengan Nomor: SP.Sidik/179/IX/Res.1.124/2023/Reskrim, Tanggal 01 September 2023 serta Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: SPDP/91/IX/Res.1.24/2023/Reskrim, Tanggal 04 September 2023 sekaligus Merujuk atas Laporan Hasil Gelar Perkara di Ditreskrimsus Polda Riau Tanggal 20 September 2023 yang pada akhirnya Keluar Surat Ketetapan Tentang Penetapan Tersangka atas nama Aldiko Putra alias Aldiko bin Kasasi pada Tanggal 26 September 2023 dengan Ancaman Hukuman diatas 5 Tahun Penjara justru terkesan Jalan di Tempat.

Kasus yang bermula dari Niatan dan Aksi Jahat oknum Anggota Dewan dari Fraksi PKB itu terhadap petugas yang sedang melakukan proses hukum terkait penyelidikan dan atau penyidikan, yakni upaya pencegahan dan pemberantasan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang terjadi pada Sabtu 13 Mei 2023 sekitar pukul 17.30 WIB di Desa Sungai Kelelawar, Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi [Kuansing].

Dari berbagai rujukan hukum yang ada, kata Larshen, semestinya Anggota DPRD dari Fraksi PKB itu segera di Tahan.

Polisi berhak untuk segera melakukan penahanan pasca penetapan tersangka Aldiko Putra.

Menurut Larshen, apabila informasi terkait adanya campur tangan ataupun intimidasi [tekanan] dari oknum Anggota DPR-RI sekaligus Ketua DPW PKB Provinsi Riau, H Abdul Wahid terhadap perkara itu benar adanya, maka tentu saja hal-hal seperti itu sangat tidak diperbolehkan.

"Jadi kabar yang kami dengar, bahwa perkara Aldiko Putra sudah di Back-Up oknum Anggota DPR-RI sekaligus Ketua Partai Kebangkitan Bangsa [PKB] Provinsi Riau, H Abdul Wahid. Mungkin saja sebagai pimpinan di struktural partai, Abdul Wahid ingin terlihat seperti super hero yang disinyalir ingin mendikte institusi Polri. Kalau itu benar adanya, maka semua rakyat harus bersatu padu melawan arogansi Abdul Wahid," ujarnya.

Sembari Iapun pada Kamis 5 Oktober 2023 lalu menegaskan, agar para penyidik Sat Reskrim Polres Kuansing benar-benar bekerja secara jujur dan bijaksana dalam penetapan tersangka Aldiko Putra. Para penyidik harus segera menahan yang bersangkutan.

Sementara SF Hariyanto [sebagai pasangan Abdul Wahid] juga meninggalkan catatan yang masih dikhawatirkan. Ia diduga menggunakan program Pemda untuk elektabilitas di Pilkada yang akhirnya dilaporkan ke Bawaslu Riau.

SF Hariyanto kembali dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu] Riau. Kali ini, laporan terhadap bakal calon Wakil Gubernur Riau ini berkaitan dengan dugaan penggunaan kewenangan dan program pemerintah untuk kepentingan elektabilitas di Pilkada sewaktu dirinya duduk sebagai Penjabat [Pj] Gubernur Riau. 

SF Hariyanto dilaporkan oleh seorang warga Pekanbaru melalui kuasa hukumnya, Arisona Suganda Hasibuan, Selasa (17/9/2024).

Arisona menyebut kalau SF Hariyanto diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat 3 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Menurut Arisona, laporan ke Bawaslu Riau didasarkan pada tindakan SF Hariyanto saat melakukan kunjungan kerja ke salah satu pondok pesantren dan sebuah tempat di Kabupaten Siak beberapa waktu lalu. Saat itu, kata Arisona, SF Hariyanto datang masih menjabat sebagai Pj Gubernur Riau. 

Dalam laporannya, Arisona mempersoalkan pemberian bantuan dana CSR salah satu BUMD milik Pemprov Riau sebesar Rp 50 juta untuk pesantren yang dikunjungi. Masih di pesantren tersebut, lanjut Arisona, bantuan bersifat pribadi dari SF Hariyanto sebesar Rp 60 juta juga ikut diberikan. 

"Saat pemberian bantuan itu, kemudian SF Hariyanto meminta dukungan dan doa untuk maju pada Pilkada," terang Arisona. 

Sementara, dalam kunjungan ke sebuah tempat di wilayah Kabupaten Siak, SF Hariyanto diduga menjanjikan program pembangunan jika terpilih pada Pilkada 2024 ini. 

Menurut Arisona, dua kegiatan yang dilakukan oleh SF Hariyanto tersebut berlangsung kurang dari 30 hari sebelum dirinya mendaftar sebagai bakal calon Wakil Gubernur Riau yang berpasangan dengan calon gubernur Abdul Wahid pada 28 Agustus 2024 lalu. 

"Sehingga menurut kami, perbuatan SF Hariyanto ini diduga melanggar Pasal 71 ayat 3,4 dan 5, Undang-undang Pilkada," kata Arisona. 

Adapun bunyi Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada yakni "Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih".

Ketentuan tersebut menurut UU Pilkada juga berlaku juga untuk Penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/ Walikota. 

Sementara sanksi yang bisa dijatuhkan apabila melanggar Pasal 3 termuat dalam Pasal 5 UU Pilkada yang berbunyi: " Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota".

Arisona dalam laporannya juga merujuk pada Pasal 89 ayat 2 dan ayat 3 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah menjadi PKPU Nomor 8 Tahun 2024. Adapun bunyi Pasal (89) ayat 2 PKPU dimaksud yakni: "Bakal Calon selaku Petahana dilarang menggunakan kewenangan,program dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan 6 (enam) bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih".

Sementara bunyi Pasal 89 ayat 3 yakni: "Dalam hal bakal calon melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2, petahana yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat".

"Sehingga berdasarkan paparan serta data dan informasi tersebut ,sangat wajar dan beralasan hukum bagi Bawaslu Riau agar merekomendasikan pembatalan pencalonan SF Hariyanto sebagai bakal calon atau bahkan calon Wakil Gubernur Provinsi Riau periode 2024-2029 di KPU Provinsi Riau," tegas Arisona. 

Arisona menjelaskan, dirinya telah mendampingi pelapor ke Bawaslu Riau pada Selasa 17 September 2024, saat memberikan keterangan awal dan bukti-bukti terkait laporan tersebut.

"Kami berharap Bawaslu dapat menuntaskan laporan ini," pungkas Arisona.

Sebelumnya bakal calon Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto masa menjabat Sekdaprov Riau juga ikut mengantarkan pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Siak, Irving Kahar-Sugianto saat mendaftarkan diri maju dalam Pilkada Siak pada Kamis, 29 Agustus lalu.

Kehadirannya menjadi sorotan lantaran SF Hariyanto masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi [Sekdaprov] Riau. 

Tindakan SF Hariyanto tersebut diduga bertentangan dengan statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara [ASN], meski sudah mengajukan pengunduran diri karena ikut Pilkada Riau 2024.

Ketentuan aturan kepegawaian dan Pemilu mengharuskan setiap ASN harus netral dan tidak menunjukkan keberpihakan pada paslon tertentu dalam Pilkada.

Disamping itu, sejak pendaftaran dirinya sebagai bakal calon Wakil Gubernur Riau pada Rabu, 28 Agustus lalu, SF Hariyanto terlihat atraktif dan massif dalam melakukan aktivitas sebagai Sekdaprov Riau. Bahkan, beberapa kali ini menghadiri pertemuan dengan banyak orang dalam kapasitas sebagai Sekdaprov Riau. 

Misalnya, kehadirannya dalam pertemuan dengan kalangan pendeta Kristen di Duri Bengkalis beberapa hari lalu. Kemudian ia juga hadir sebagai narasumber dalam kegiatan seminar di Pekanbaru.

Banyak kalangan mengaitkan pertemuan SF Hariyanto dengan warga terkait dengan kepentingan elektabilitas di Pilkada Riau yang kian dekat. 

M Nasir-Wardan

Ada 7 catatan kontroversi Muhammad Nasir yang juga sebagai Calon Gubernur Riau di Pilgub Riau 2024 ini.

Muhammad Nasir kini tengah mendapat sorotan publik setelah dikabarkan akan ikut bertarung sebagai calon Gubernur Riau di Pilkada 2024.

Muhammad Nasir mendapat direkomendasikan Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) untuk maju di Pilgub Riau.

Surat rekomendasi DPP PAN yang beredar luas itu memuat persetujuan untuk Muhammad Nasir maju dalam Pilgub Riau pada November 2024 mendatang.

Berdasarkan catatan dari berbagai media pada Selasa 28 Mei 2024 lalu, Muhammad Nasir sempat terseret sejumlah kasus yang menjadi kontroversi.

1. Dilaporkan ke Bawaslu Riau

Muhammad Nasir yang merupakan Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran sekaligus caleg DPR RI Dapil Riau II itu pernah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau terkait dugaan pelanggaran kampanye capres-cawapres, Prabowo Gibran pada Januari 2024.

Ketua Bawaslu Riau, Alnofrizal, mengatakan laporan yang diterima pihaknya terkait pengancamn dan pemaksaan terhadap pangkalan LPG untuk mengkampanyekan Prabowo-Gibran dan Muhammad Nasir sebagai caleg DPR RI melalui pembuatan video dan spanduk dukungan.

Laporan itu menyebutkan, pemilik pangkalan LPG diwajibkan menghadiri kampanye yang diselenggarakan oknum tertentu. Laporan dugaan pelanggaran Pemilu ini disampaikan warga berinisial SQ.

Menurut SQ, pemaksaan untuk melakukan kampanye itu disampaikan melalui pesan grup agen dan pangkalan LPG. Ancaman berupa pemutusan penyaluran LPG dan pemblokiran disampaikan kepada warga yang menolak kampanye.

2. Minta CSR ke Pertamina

Muhammad Nasir pernah meminta jatah corporate social responsibility (CSR) kepada PT Pertamina (Persero).

Permintaan itu disampaikan Nasir secara terang-terangan jelang Rapat Dengar Pendapat yang digelar Komisi VII DPR RI pada 29 Januari 2020 ditutup.

"Ini kita sudah masuk sidang pertama, pulang ke dapil enggak bawa apa-apa. Jadi kita minta, apa kita buat polanya seperti tahun lalu, kira-kira seperti apa bu dirut?" kata dia bertanya kepada Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.

Nasir bahkan terang-terangan meminta Sekretaris Perusahaan (Sekper) Pertamina dipecat. Menurutnya, Sekper Pertamina seharusnya mencari anggota DPR untuk pemberian dana CSR, bukan sebaliknya.

3. Nyaris usir Dirut PT Inalum

Muhammad Nasir nyaris mengusir Dirut PT Inalum Orias Petrus Moedak dari ruang rapat. Ketika itu ia menanyakan proses pelunasan utang Inalum setelah mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.

Nasir meradang lantaran tidak ada bahan paparan lengkap terkait utang Inalum. Saat itu Inalum baru saja mendapatkan global bond atau surat utang negara sebesar US$2,5 miliar pada Mei 2020.

Sebagian surat utang itu digunakan untuk mencaplok saham Freeport Indonesia sebesar 51,24 persen.

Nasir khawatir, langkah ini akan membuat utang Inalum kian membengkak karena memakai cara "gali lubang, tutup lubang".

Namun, pakar hukum tata negara, Refly Harun, kurang setuju dengan aksi Nasir yang marah kepada bos Inalum.

Menurutnya, pengawasan DPR seharunya tidak boleh langsung kepada BUMN. Pengawasan DPR seharusnya dilakukan terhadap tindakan-tindakan pemerintah, termasuk terkait BUMN.

4. Diperiksa KPK

Kader Partai Demokrat itu pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 1 Juli 2019. Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso. Tim KPK juga menggeledah ruang kerja Nasir pada 4 Mei 2019.

Bowo Sidik diduga menerima suap sebanyak tujuh kali dengan total Rp 8 miliar dari PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK).

5. Tahun lulus SMA dipertanyakan

Warganet di media sosial sempat mempertanyakan tahun kelulusan SMA Muhammad Nasir. Pasalnya laman resmi DPR menyebutkan bahwa Nasir lahir pada 1973.

Tahun kelulusan SMA Nasir pada 2001 menjadi pertanyaan bagi warganet. Nasir diasumsikan lulus SMA saat usianya 28 tahun.

"Cek laman Dpr bapak dewan ini lahir tahun 73 tapi baru lulus SMA 2001 di umur 28 tahun. Ini yang salah laman DPR atau dia sempat berhenti sekolah setelah lulus SMP ya. Nasibnya mujur juga," cuit akun X @RajaBonor3 pada Rabu, 1 Juli 2020.

Kejanggalan lain pada profil Muhammad Nasir pun turut dibongkar akun @jst4Him_sinurat.

"Ini benar tidak, M. Nasir SMA nya 2007, tetapi 2004 sudah jadi sekretaris DPD @PDemokrat Riau ? Artinya belum lulus SMA sudah jadi sekretaris. Kalau benar, apa kira-kira yang jd konsen kualifikasi pengurus PD?" tanyanya.

6. Ancam bunuh Mindo Rosalina

Mantan Direktur Pemasaran PT Anugerah Nusantara, Mindo Rosalina, mengaku mendapat ancaman akan dibunuh dari Muhammad Nasir.

Rosalina menyebut kakak kandung Nazaruddin itu mengancamnya agar tidak bersaksi dalam persidangan Nazaruddin.

Tapi Rosalina justru mengungkap ancaman tersebut di sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008 dengan terdakwa Neneng Sri Wahyuni.

Rosalina mengaku didatangi Nasir di rumahnya, di Jakarta Timur, dan memintanya untuk tutup mulut saat persidangan.

"Pak Nasir memaksa saya supaya akan mengatur kesaksian di KPK dan memaksa saya tidak bersaksi. Katanya kalau saya tidak mau, saya diancam bakal dihabisi. Saya minta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan tetap bersaksi," ujar Rosalina, Selasa, 4 Desember 2012.

7. Tuduh anak buah mencuri, lalu dianiaya

Muhammad Nasir pernah menuduh mantan sopir pribadinya, Fujio Nipponsori (40), mencuri uang Rp 50 juta miliknya. Fujio juga mengalami penganiayaan pada Jumat, 17 September 2010.

Fujio mengalami sobek di dagu dan harus kehilangan empat giginya. Ia dituduh mencuri Rp 50 juta dari uang keseluruhan Rp1,140 miliar.

Menurut Nasir, Fujio mencuri yang ketika ditransfer oleh anggota stafnya, Darsono hanya Rp 1,090 miliar. Padahal Fujio mengaku sama sekali tidak pergi kemana-mana. Fujio hanya pergi beli bensin di SPBU dengan dikawal petugas.

"Saya tidak mengakui apa yang telah dituduhkan karena saya memang tidak mengambil. Menyentuh tasnya saja tidak saya lakukan," kata Fujio di kantor Komnas HAM.

Syamsuar-Mawardi

Pasangan Cagub-Cawagub Riau yang memiliki nomor urut 3 ini, nampaknya menjadi kuda hitam dalam Pilgub Riau kali ini.

Elektabilitas paslon ini terus bertahan di peringkat kedua, menurut jajak pendapat dari mayoritas lembaga survei, namun suara-suara yang tak menyedapkan ditelinga, khusunya Syamsuar [sejak masa menjabat Gubenur Riau 2019-2023] masih diterpa isu soal proyek payung elektronik untuk Masjid Annur Pekanbaru.

Syamsuar-Mawardi dalam program mereka menjanjikan adanya penguatan untuk kelanjutan pembangunan Riau, penyelesaian infrastruktur, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, kesejahteraan dan pemulihan sosial-ekonomi masyarakat.

Di antara dua kandidat lainnya, Paslon Syamsuar-Mawardi [SUWAI] memang termasuk cukup detail dalam menjabarkan programnya.

Namun, rekam jejak dan komitmennya soal lingkungan dari partai politik pendukungnya atau yang berada dalam koalisinya yang justru perlu dipertanyakan.

Syamsuar juga seringkali diasosiasikan dengan politik identitas ketika ia mencalonkan diri dalam Pemilihan Gubernur Riau 2019 lalu. Jadi dibandingkan kandidat lain, SUWAI masih dinilai adalah satu-satunya paslon yang sudah memasukkan program penyelesaian untuk memajukan Riau untuk dimasa kini. (*)

Tags : tiga calon gubernur riau, tiga cagub abdul wahid, m nasir dan syamsuar, tiga cagub riau dihantui catatan mengkhawatirkan, tiga cagub-cawagub riau jadi pertimbangan pemilih,