JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahmad Zubaidi menyampaikan ada hal yang tidak diperbolehkan dalam momen tahun baru, yakni menjadikan momen ini sebagai momentum hura-hura dan melakukan kemaksiatan.
"Saya kira itu tidak boleh dilakukan dalam rangka menyambut tahun baru, sehingga umat Islam seharusnya tidak melakukan hal-hal yang mengarah kepada kemaksiatan, seperti misalnya di malam tahun baru (malam pergantian tahun) banyak membuang waktu untuk berjoget-joget atau minum-minuman keras atau membuang waktu sepanjang malam tanpa ada manfaatnya kemudian subuhnya pun tertinggal," kata Kiai Zubaidi, Ahad (31/12/2023).
Kiai Zubaidi mengatakan tidak masalah kalau ada yang menganggapnya sebagai momentum liburan berkumpul bersama keluarga dan tetangga yang sifatnya ramah-tamah atau makan bersama. Yang penting jangan lupa dalam momen tersebut harus ada momen renungan untuk menjadikan masa lalu sebagai pembelajaran di masa yang akan datang.
Ia menjelaskan Rasulullah SAW mengatakan jangan sampai seseorang terjerembab dalam lubang yang sama dua kali. Seseorang tidak boleh gagal oleh sebab yang sama dua kali. Gagal oleh sebab yang sama itu dilarang, sebab sudah tahu dulu gagal karena faktor A, kemudian di masa mendatang gagal lagi karena faktor A.
"Pergantian tahun ini sebagai momentum untuk muhasabah untuk menjadikan tahun-tahun yang akan datang lebih baik lagi, lebih baik ibadahnya dan lebih baik dalam muamalahnya sehingga kita bahagia dunia dan akhirat," ujar Kiai Zubaidi.
Bagaimana Islam Memandang Pergantian Waktu
Sebelumnya, Ketua Komisi Dakwah MUI ini menyampaikan terkait dengan tahun baru dalam Islam, sesungguhnya pergantian waktu itu kapanpun terjadinya sangat penting. Pergantian dari detik ke detik, jam ke jam, hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun sangat penting sekali karena umat Islam tidak boleh menyepelekan waktu.
Kiai Zubaidi mengatakan umat Islam tidak boleh menyepelekan waktu agar tidak merugi. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Asr, Wal-‘aṣr(i). Innal-insāna lafī khusr(in). Artinya, demi masa (waktu), sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.
"Artinya siapa yang merugi yakni orang-orang yang tidak dapat memanfaatkan waktu, waktu berlalu begitu saja tapi tidak ada kemanfaatan yang dia dapat, sehingga dia mendapatkan kerugian dari aspek agama maupun dunianya, karena itu pergantian waktu itu sesungguhnya merupakan hal yang penting bagi umat Islam," kata Kiai Zubaidi seperti dirilis Republika, Jumat (29/12/2023)
Kiai Zubaidi mengatakan melakukan muhasabah, introspeksi dan renungan agar yang terjadi di masa lalu itu dapat menjadi pembelajaran di masa yang akan datang. Kalaulah itu sebuah kesuksesan, maka bagaimana seseorang itu mampu mempertahankan kesuksesan itu atau bertambah lebih baik lagi. Kalau itu kegagalan, maka umat Islam harus belajar kepada masa lalunya agar masa depannya tidak mengalami kegagalan.
Kiai Zubaidi menjelaskan sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam Surat Al-Hasyr Ayat 18. Setiap orang yang beriman itu disuruh untuk bertakwa kepada Allah. Diperintahkan untuk melihat masa lalunya demi masa depannya, ini mengandung arti bahwa umat Islam harus belajar ke masa lalu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Hasyr Ayat 18)
"Maka refleksi perenungan muhasabah ini sesungguhnya bagi umat Islam harus dilakukan setiap waktu, bukan hanya pada pergantian tahun Islam saja atau pada tahun Masehi saja, tapi setiap waktu," ujar Kiai Zubaidi.
Kiai Zubaidi mengatakan berkenaan dengan pergantian tahun Masehi, apakah boleh umat Islam ikut melakukan muhasabah atau kegiatan lainnya. Tentu kalau pekerjaannya itu berupa muhasabah, maka boleh saja karena muhasabah boleh dilakukan kapan saja.
Menurut Kiai Zubaidi, oleh umat Islam di Indonesia tahun baru dipandang sebagai tradisi yang sudah melekat. Karena yang digunakan sehari-hari adalah kalender Masehi, jadi sudah kandung terlanjur. Maka, semua menjadikan momen tahun baru itu sebagai momen yang sangat berharga.
"Yang penting adalah pergantian tahun itu untuk muhasabah, apapun kegiatannya apakah zikir dan doa, apakah kegiatannya selamatan atau kumpul-kumpul silaturahmi dengan keluarga dan lain-lain, pada intinya harus ada muhasabah, kita ingin masa lalu dijadikan sebagai pelajaran untuk masa yang akan datang," jelas Kiai Zubaidi. (*)
Tags : muslim, hura hura, tahun baru 2024, perayaan tahun baru, pergantian tahun, malam tahun baru, maksiat, pergantian waktu dalam islam, muhasabah ,