MENERJANG badai demi tugas merupakan dedikasi tinggi yang dilakukan oleh Bahrummazi (40), seorang penjaga Menara Suar atau kerap disebut Mercusuar di Pulau paling selatan, Daik Lingga, Kepri, Indonesia.
Bahrummazi bercerita pengalamanya masa masih membujang aktifitas menjadi penjaga mercusuar dilakoninya seperti mimpi dan tak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Bukan hanya harus bertaruh nyawa dan mengalahkan rasa takut dari diri sendiri, kita harus rela menahan rindu tak bertemu keluarga," sebutnya.
Pria kelahiran Pulau Mepar, Daik Lingga itu mulai menjaga Mercusuar sejak masih usia muda [1992].
Mercusuar di pulau dekat Laut Cina Selatan Provinsi Kepulauan Riau [Kepri] merupakan tugas pertama dirinya.
Dia juga pernah bertugas di pulau yang berbatasan dengan negara tetangga [Malaysia].
"Rasa gugup dan takut dalam dirinya kala itu masih sangat terasa namun demi menjalankan tugas dan tanggung jawab ia mengalahkan rasa takutnya."
“Dalam pertama kali saya bertugas di pulau terpencil, pastinya saya bingung karena baru pertama langsung ditinggal di pulau kecil. Hanya ada saya dan bangunan Mercusuar saja di sana. Tapi saya harus bertanggung jawab atas tugas ini,” ujarnya yang sekarang Ia sudah memiliki dua orang anak ini menceritakan.
Sejak saat itu rindu menjadi kata penuh makna. Bagaimana tidak? Bahrummazi harus menahan rindu tidak bertemu keluarga selama tiga bulan.
"Ia harus bertahan hidup dengan persediaan logistik yang terbatas di pulau kecil."
Namun ia sadar, profesi yang sedang dijalankan sangat penting bagi orang banyak. Sebagai penjaga Mercusuar, ia mempunyai tanggung jawab untuk menyalakan lampu di Bangunan Mercusuar yang tinggi agar kapal yang melintasi perairan tersebut tahu bahwa wilayah tersebut dangkal.
"Penjaga Mercusuar mempunyai tugas menyalakan lampu Mercusuar saat malam hari sebagai tanda kepada kapal yang berlayar dangkalnya perairan tersebut."
“Kami harus menyalakan lampu agar kapal tidak ada yang celaka. Jadi meski badai dan gelap harus tetap naik ke atas Mercusuar,” kisah Bahrummazi yang hobi memancing ikan ini.
Seingatnya, ada lebih dari lima tahun Bahrummazi mempunyai tugas menjaga Mercusuar pulau terpencil. Selama tugas di sana, ia pernah mengalami lampu Mercusuar mati disaat hujan badai di malam hari.
Tetapi Ia kembali menjelaskan, tak pernah ada pilihan bagi penjaga Mercusuar ketika lampu mati, dia harus bergegas menyalakan kembali meski harus menaiki anak tangga untuk mencapai puncak.
“Pernah waktu dalam tugas itu hujan badai dan begitu gelap. Ketika itu lampu Mercusuar padam, kami harus tetap menaiki atas menara dan kita mengerjakan lampunya sampai menyala kembali meski dalam keadaan gelap dan berat menerjang badai. Di sini tuh hujan angin setiap tahun,” kenang Bahrummazi sambil menyeruput kopi hitam buatannya sendiri.
Bukan tanpa drama kehidupan, Bahrummazi juga pernah menahan sakit dan tidak ada yang merawat. Ia hanya bisa memberikan informasi kepada rekannya melalui radio pemancar SSB.
“Kalau sakit meski rindu dengan keluarga, tetapi harus tetap dilawan. Palingan kami memberikan info ke Daik Lingga pakai radio pemancar SSB,” tuturnya.
Dengan perjuangannya dalam menjalankan tugas, Bahrummazi berharap jika hal tersebut dapat dilakukan oleh seluruh insan perhubungan.
Meski terkadang pendapatan yang diterima belum sesuai dengan tanggung jawab dalam tugas, jangan sekali-kali pikirkan hal tersebut. Keselamatan banyak orang ada ditangan Bahrummazi dan petugas penjaga Mercusuar lainnya.
“Khususnya untuk insan perhubungan kita harus lebih bertanggung jawab dengan pekerjaan yang diberikan. Khususnya bagi penjaga menara suar, kita yang hidup di Menara terpencil kita bertanggung jawab atas pekerjaan kita kedepannya lebih bagus,” pesan Bahrummazi.
Dia juga berpesan kepada masyarakat agar lebih sadar keselamatan bertransportasi. Jangan sampai mengambil rambu suar yang ada di perairan.
Menurutnya rambu suar sangat penting bagi kapal untuk menandakan keadaan laut.
“Masyarakat harus saling menjaga, kalau menara suar atau rambu suar ambil barangnya karena ini menjaga keselamatan perlayaran. Jangan mengambil barang seperti aki atau lain, karena kalau rambu suar kan ditempat tidak dijaga. Jadi mereka harus tahu kalau itu sangat penting untuk masyarakat,” kata Bahrummazi.
Jadi Bahrummazi mengingatkan, hidup tiada mungkin, tanpa perjuangan tanpa pengorbanan mulia adanya, tetaplah berpegangan tangan satu dalam cita demi masa depan Indonesia Jaya. (*)
Tags : penjaga mercusuar, petugas mercusuar, kisah perjuangan penjaga mercusuar, petugas mercusuar di pulau paling terluar, daik lingga, kepri, indonesia, Artikel,