Artikel   2025/02/06 11:35 WIB

Kisah Syekh Ibrahim yang Rela Kembali ke Makkah Demi Sebutir Kurma

Kisah Syekh Ibrahim yang Rela Kembali ke Makkah Demi Sebutir Kurma

SYEKH IBRAHIM BIN ADHAM (718-782) merupakan seorang sufi yang berpengaruh besar dalam sejarah Islam. Ia rela kembali lagi ke Makkah hanya untuk mengurus sebutir kurma.

Tokoh yang berdarah Arab itu lahir di Khurasan, tepatnya Kota Balkh, kini bagian dari Afghanistan. Keluarganya menetap di wilayah tersebut setelah bermigrasi dari Kufah, Irak.

Dalam hidupnya, Syekh Ibrahim bin Adham selalu mengutamakan warak, yakni menjauhi perkara-perkara yang syubhat, apalagi yang haram.

Apabila barang yang dimiliki atau dikonsumsinya belum jelas betul status kehalalannya, pantang baginya untuk menikmati barang tersebut.

Pada akhir musim haji, sufi tersebut baru saja usai menunaikan rukun Islam kelima.

Ia berniat melanjutkan rihlahnya ke Baitul Makdis. Ingin sekali berziarah dan beribadah di Masjid al-Aqsha.

Sebelum bertolak ke Palestina, Syekh Ibrahim menyambangi sebuah pasar di pinggiran Makkah.

Untuk bekal perjalanan, dirinya pun membeli sekeranjang kurma dari seorang pedagang tua di sana.

Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat ada sebutir kurma yang tergeletak di bawah wadah timbangan.

Disangkanya, sebutir kurma kecil itu adalah bagian dari buah-buahan yang dibelinya. Usai membayar, ia pun langsung berangkat menuju al-Aqsha.

Sesudah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya lelaki ini tiba di tujuan.

Seperti biasa, dirinya memilih tempat ibadah di bawah atap Kubah Batu (Qubbat as Sakhrah). Saat sedang berzikir, tiba-tiba ia mendengar suara percakapan dari arah atas.

"Lihatlah, ini Ibrahim bin Adham, seorang ahli ibadah yang doa-doanya selalu dikabulkan Allah," kata suara pertama.

"Namun, kini tidak lagi. Doanya tertolak karena beberapa bulan lalu ia memakan sebutir kurma yang ditemukannya di dekat wadah timbangan seorang pedagang tua di Makkah," timpal suara kedua.

"Astaghfirullah al-'azhim!" seru Ibrahim.

Ia sangat terkejut dan menyadari kesalahannya itu. Seketika, sufi ini bangkit dan bergegas pergi ke Makkah.

Akhirnya, sampailah ia ke pasar yang dahulu dikunjunginya. Sayang, pedagang tua itu sudah meninggal dunia. Kini, yang menjaga toko buah tersebut adalah putranya.

Setelah menjelaskan secara detail pokok persoalan, anak itu mengaku tidak mempermasalahkan buah yang telah dimakan Ibrahim.

Namun, kata pemuda itu lagi, "Sesungguhnya, ayahku memiliki banyak anak. Jumlahnya 11 orang. Tidak hanya aku, tetapi ada juga saudara-saudaraku. Aku tidak berani mengatasnamakan mereka yang mempunyai hak waris yang sama denganku terkait dengan urusan Tuan ini."

Setelah meminta alamat mereka masing-masing, Ibrahim langsung pergi menemui para anak almarhum itu satu per satu.

Walau jarak rumahnya berjauhan, selesai juga permohonan maaf Ibrahim. Mereka semua setuju untuk menghalalkan sebutir kurma milik ayah mereka dahulu yang termakan oleh Ibrahim.

Nasihat Ibrahim bin Adham

Ibrahim bin Adham, seorang ulama yang zuhud dan wara’, ditanya tentang firman Allah ta’ala yang artinya, “Berdoa’alah kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan do’a kalian.” (QS. Ghafir: 60). Mereka mengatakan, “kami telah berdoa kepada-Nya namun belum juga dikabulkan”. Lalu beliau menjawab, “Karena hatimu telah mati dengan sebab sepuluh perkara…

  1. Kamu telah mengenal Allah tetapi kamu tidak menunaikan hak-hak-Nya.
  2. Kamu telah membaca kitab Allah tetapi kamu tidak mengamalkannya.
  3. Kamu mengatakan bermusuhan dengan syaitan, tetapi kenyataannya kamu setia dengannya.
  4. Kamu mengaku cinta Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tetapi kamu meninggalkan sunnah-sunnah-Nya.
  5. Kamu mengaku cinta surga, namun kamu tidak melakukan amalan-amalan ahli surga.
  6. Kamu mengaku takut neraka, tetapi kamu tidak mau meninggalkan perbuatan dosa.
  7. Kamu mengatakan bahwa kematian itu adalah benar adanya, tetapi kamu tidak bersiap-siap untuk kematian itu.
  8. Kamu sibuk mencari aib orang lain sedang aibmu sendiri tidak kamu perhatikan.
  9. Kamu telah makan dari rizki-Nya namun kamu tidak pernah bersyukur kepada-Nya.
  10. Kamu sering mengubur orang mati, tetapi kamu tidak pernah mengambil pelajaran darinya.

Ada seorang yang datang kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah lalu berkata kepadanya, “Wahai Abu Ishak! Sesungguhnya aku telah berbuat zhalim kepada diriku, maka tunjukkanlah kepadaku sesuatu yang dapat menahan dan menyelamatkanku”.

Lalu Ibrahim berkata, “Jika Anda menerima lima hal dan mampu untuk melakukannya, maka tidak apa-apa Anda berbuat maksiat.” Ia berkata,”Tunjukkanlah, wahai Abu Ishak!” Beliau menjawab,”Yang pertama, jika Anda ingin berbuat maksiat kepada Allah, maka jangalah makan (dari) rizki-Nya.” Ia berkata,”Darimana aku makan? Sementara semua yang ada di bumi adalah rizki-Nya?.”

Ibrahim berkata, “Wahai fulan, pantaskah Anda memakan rizki-Nya sedang Anda berbuat maksiat kepada-Nya?.” Ia menjawab, “Tidak (pantas), lalu tunjukkanlah yang kedua.”

Ibrahim berkata, “Jika Anda ingin berbuat maksiat kepada-Nya, maka janganlah tinggal di daerah mana saja dari bumi-Nya.” Ia berkata, “ini lebih besar lagi, lalu dimana aku akan tinggal?.” Ibrahim berkata, “Wahai fulan, pantaskah bagi Anda untuk makan dari rizki-Nya menempati bagian dari bumi-Nya sedang Anda berbuat maksiat kepada-Nya?” Dia menjawab, “Tidak! tunjukkan yang ketiga.”

Ibrahim berkata, “Jika Anda ingin berbuat maksiat kepada-Nya, makan dari rizki-Nya, dan bertempat di bumi-Nya, maka carilah sebuah tempat yang tidak dilihat oleh Dia, lalu berbuatlah maksiat disitu.” Dia menjawab, “Wahai Ibrahim, bagaimana hal itu terjadi sedang Dia mengetahui segala apa yang tersembunyi dalam hati?.” Ibrahim berkata, “Wahai fulan, pantaskah bagi Anda untuk makan dari rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan berbuat maksiat kepada-Nya, sedang Dia melihatmu dan mengetahui kemaksiatan yang kamu tampakkan?.” Ia menjawab, “Tidak! lalu tunjukkan yang keempat.”

Ibrahim berkata, “Jika malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu maka katakanlah kepadanya, ‘tundalah dahulu sampai aku bertaubat dengan sebenarnya dan beramal shalih’.” Ia menjawab, “Dia tidak akan mau menerima hal itu dariku.” Ibrahim berkata, “Wahai fulan, jika Anda tidak mampu menolak kematian Anda agar dapat bertaubat lebih dulu dan Andapun mengetahui bahwasanya jika kematian itu datang Anda tidak bisa mengundurkannya, lalu bagaimana Anda menginginkan kebebasan?” Ia berkata, “Tunjukkan yang kelima.”

Ibrahim berkata, “Apabila pada hari kiamat malaikat Zabaniyah datang kepada Anda untuk melemparkan Anda kedalam neraka, janganlah pergi bersamanya.” Ia menjawab, “mereka tidak akan meninggalkanku, tidak akan mau menerima permintaanku.” Ibrahim berkata, “kalau demikian, bagaimana Anda mengharap selamat?”. Ia berkata, “wahai Ibrahim, cukup! cukup! Aku akan beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Dia lalu benar-benar bertaubat kepada Allah dan akhirnya dia beristiqomah dalam beribadah dan menjauhi segala kemaksiatan sampai ia meninggal dunia. (*)

Tags : kisah hikmah, kisah sufi syekh ibrahim bin adham, menjauhi syubhat ,