PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Dewan Pengurus Daerah (DPD) Tingkat I Provinsi Riau, Larshen Yunus meminta agar proses pemilihan Penjabat (Pj) kepala daerah oleh pemerintah pusat dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik.
"Kritik pedas dialamatkan pada Gubernur Riau Syamsuar adalah tentang pengunjukkan dua Penjabat Kepala Daerah (Pj Walikota Pekanbaru dan Pj Bupati Kampar) yang prosesnya belum transparan."
"Maka menjadi penting untuk kita berbicara bagaimana proses pengisian dua penjabat kepala daerah itu. Mengingat akan ada banyak kepala daerah yang habis masa jabatan definitifnya di Riau ini," kata Larshen Yunus dalam diskusinya di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Riau, Minggu (15/5) kemarin.
Larshen mengatakan langkah itu diperlukan lantaran sesuai amanat konstitusi yang ada, pemilihan kepala daerah wajib dilakukan secara demokratis dan melibatkan partisipasi dari masyarakat.
Larshen kembali mengingatkan dua Penjabat kepala daerah itu segera berakhir. Persisnya dipertengahan bulan 5 (Mei) 2023 ini.
Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, Muflihun S.STP M.AP dan Pj Bupati Kampar, Dr H Kamsol MM, kedua kepala Daerah itu genap memimpin satu tahun, kendati dari segala aspek penilaian, hanya Pj Bupati Kampar yang dinilai berhasil memenuhi standar keberhasilan dalam memimpin suatu daerah.
Terkait kepemimpinan Pj Walikota Pekanbaru, Muflihun S.STP M.AP kelihatannya Larsehen enggan lebih banyak mengomentarinya, tetapi dia tidak menampik dinilai memang gagal dalam memimpin Ibukota Provinsi Riau ini.
Satu sisinya, menurut Larshen dua Penjabat kepala daerah itu memang seharusnya masa jabatannyatidak perlu berlama-lama, ini dikhawatirkan nantinya akan menggeser makna Penjabat kepala daerah dalam konstitusi.
"Pasalnya dengan kewenangan yang setara dan masa jabatan yang panjang maka pemilihan harus dilakukan secara terbuka dan partisipatif."
"Tidak diunjuknya kembali dua Penjabat kepala daerah tersebut satu sisi tidak tidak mengkhianati konstitusi yang ada juga seakan menghindar dari kesan politis lantaran ditetapkan secara mutlak oleh pemerintah pusat. Tetapi sebaliknya, bagi Penjabat kepala daerah yang dinilai berhasil memimpin dalam satu tahun terakhir ini mengapa tidak untuk diusulkan kembali," tanya dia.
"Kita tahu sekarang proses pengisian penjabat yang dilakukan itu belum partisipatif, terbuka, dan demokratis. Kita tidak pernah tahu prosesnya, tiba-tiba muncul saja nama penjabat," tegasnya yang kembali menyampaikan melalui Whats App (WA) nya, Kamis (27/4) ini.
Padahal menurut Larshen, para Penjabat kepala daerah ini memiliki dua pekerjaan rumah yang besar. Pertama, mereka harus memastikan legitimasi hukum yang ada sudah tuntas ketika akan memulai kedudukannya penjabat kepala daerah.
Kedua, mereka juga harus memastikan roda pemerintahan, pelayanan publik berjalan dengan baik. Sementara dari segi elektoral 2024, para penjabat juga bertugas untuk memastikan anggaran penyelenggaraan Pilkada serentak bisa direncanakan dan diadakan sesuai dengan kebutuhan.
"Dan kita semua tahu persiapan untuk penganggaran penyelenggaraan Pilkada melalui APBD itu tidak mudah," tuturnya.
Belum lagi, kata dia, para penjabat itu mesti berkomunikasi dengan seluruh stakeholder terkait di daerah khususnya DPRD guna memastikan keberlangsungan Pilkada serentak 2024.
"Tantangan elektoral kedua, para Penjabat ini juga wajib menjaga netralitas ASN, menjaga stabilitas politik dan sosial di tengah kuatnya pertarungan dalam kontestasi pemilu 2024," pungkasnya.
Menurutnya, agar pemerintah dapat membentuk aturan pelaksanaan pemilihan Penjabat kepala daerah.
Sebelumnya, Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar telah mengusulkan calon Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru dan Pj Bupati Kampar masing-masing tiga nama pejabat Eselon II Pemprov Riau.
Tiga nama usulan untuk posisi Pj Walikota Pekanbaru adalah Kepala Disperindagkop UKM Riau M Taufiq OH, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Boby Rachmat, dan Kepala Biro Organisasi Tata Laksana (Ortal) Setdaprov Riau Kemal.
Kemudian pejabat Eselon II yang diusulkan untuk Pj Bupati Kampar adalah Staf Ahli Gubernur Riau Tengku Fauzan Tambusai, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Riau Muhammad Firdaus, dan Kepala Biro Kesra Setdaprov Riau Zulkifli Syukur.
Tetapi Larshen memandang pembentukan aturan mengenai mekanisme pengisian penjabat kepala daerah penting dilakukan untuk menjamin penunjukan berlangsung secara transparan dan demokratis.
Sekaligus untuk menunjukkan bahwa pengisian kepala daerah yang kosong dilakukan secara transparan dan akuntabel. Serta memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa tidak ada unsur politik praktis dalam penentuan Penjabat kepala daerah.
"Karena penjabat ini hal yang sifatnya transisional untuk mengisi kekosongan ketika mau menormalisasi Pilkada serentak," ujarnya.
"Maka jadi suatu keniscayaan bagaimana pemerintah untuk mencari cara yang paling demokratis mungkin untuk mengisi jabatan kepala daerah yang kosong itu," sambungnya.
Larshen melihat tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 67/PUU-XIX/2021, 15/PUU-XX/2022, dan 15/PUU-XX/2022 telah meminta agar pemerintah mempertimbangkan untuk membuat aturan turunan terkait Penjabat kepala daerah.
Aturan turunan yang dimaksud salah satunya, kata dia, yakni terkait mekanisme pemilihan calon Penjabat kepala daerah. Menurutnya, dalam hal tersebut MK secara jelas berpesan agar proses pemilihan dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
Selain itu, Larshen mengatakan, MK juga telah meminta agar para calon Penjabat memiliki kompetensi, kepemimpinan, dan memahami birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dimaksud.
"Kemudian yang tidak kalah penting juga bagaimana pemerintah ke depan membuat mekanisme tertentu untuk melibatkan publik. Khususnya dalam penilaian pengisian Penjabat kepala daerah ini," tegasnya.
"Aturan main ini menjadi sangat penting untuk dibuat, karena pemilihan atau pengisian ini bukan hanya untuk satu atau dua daerah saja. Tetapi secara serentak dari 2022-2023 untuk 271 daerah," terang Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) KNPI itu.
Larshen kembali menyebutkan, penerbitan aturan itu juga akan menjadi preseden pemerintahan saat ini dalam menjalankan amanat konstitusional yang telah diperjuangkan sejak lama. "Ini menjadi salah satu catatan bagaimana Presiden yang sekarang dapat mewariskan nilai-nilai demokrasi konstitusional dalam pemerintahannya," tuturnya.
Di sisi lain, Larshen memandang, mereka-mereka yang dipilih (Penjabat Kepala Daerah) tetap bertanggung jawab terhadap hajat masyarakat setempat dengan waktu yang tidak sebentar.
"Karena masyarakat lokal yang nanti akan terikat dengan pengelolaan pemerintahan penjabat. Apalagi sudah disebutkan bahwa penjabat ini kewenangannya akan sama dengan kepala daerah definitif," pungkasnya.
Jadi sekali lagi Larshen menilai, keputusan Gubernur Syamsuar yang kembali tidak merekomendasikan Dr Kamsol sebagai Pj Bupati Kampar yang dinilai telah berhasi memimpin dalam satu tahun terakhir ini dianggap sebagai suatu hal yang sangat keliru.
"Saya kira mental mantan Bupati Siak itu dinilai terganggu, tidak sehat sebagaimana layaknya seorang pemimpin," kata dia.
"Sudah jelas Kamsol selaku Pj Bupati Kampar berhasil mengemban amanahnya. Tapi kenapa Gubri Syamsuar tidak objektif? seakan tidak siap menerima kenyataan. Ini sangat keliru. Seharusnya beliau cerdas," kesal Larshen.
Sementara Ketua Komisi I DPRD Riau, Eddy A Mohd Yatim justru melontarkan keritikannya bahwa pemprov Riau diduga sudah melanggar Permendagri soal jabatan Pelaksana Tugas (Plt) yang disandang Sekwan dan Kadisdik Riau.
"Pemprov Riau diduga melanggar aturan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota."
"Kalau Permendagri sudah mengatur seperti itu, mestinya Plh tidak Plt. Plh kan harus dari orang dalam. Kita juga bingung mengapa biro hukum melepaskan itu di-Plt-kan. Ada apa? Kalau Permendagri mengatur seperti itu, semestinya Pemprov riau mengikuti itu," kata Eddy A Mohd Yatim didepan wartawan, Kamis (27/4).
Alasannya, posisi Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Riau dan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau harusnya dijabat Pelaksana harian (Plh) bukannya Pelaksana Tugas (Plt).
Aturan itu tertuang dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota Pasal 13 Ayat (3) disebutkan JPT Pratama yang pejabatnya diangkat menjadi Pj Bupati dan Pj Walikota, jabatannya diisi dengan Plh sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Sedangkan selama ini diketahui kedua posisi tersebut ditempati oleh Pelaksana Tugas (Plt).
Menanggapi itu Ketua Komisi I DPRD Riau, Eddy A Mohd Yatim mengatakan, jika memang aturan dalam Permendagri seperti itu, Pemprov Riau harus patuh.
Eddy menyatakan tindakan Pemprov Riau selama ini telah keliru.
"Nggak benar itu. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat tidak boleh seperti itu," tegasnya.
Pemprov Riau harus mengikuti aturan yang ada. Eddy mengaku tidak ingin persoalan ini menimbulkan spekulasi bermacam-macam, terlebih saat ini merupakan tahun politik menjelang Pemilu serentak tahun 2024 yang akan datang.
"Jalankan aturan yang ada. Jangan ada nanti tafsir yang macam-macam. Orang berpikir ini tahun politik, bahaya. Kita tak mau dikaitkan dengan tahun politik. Ikuti aja regulasi yang ada. Kalau itu memang ketentuannya, Pemprov harus ikuti. Jangan mengada-ngada," tegasnya.
Diketahui saat ini ada dua JPT Pratama yang diangkat menjadi Pj Kepala Daerah yaitu Muflihun yang menjabat sebagai Pj Walikota Pekanbaru dan Kamsol sebagai Pj Bupati Kampar.
Pasca diangkat menjadi Pj Walikota Pekanbaru, jabatan Muflihun sebagai Sekwan DPRD Riau selama ini diisi Plt. Begitu juga Kamsol, jabatannya sebagai Kadisdik Riau selama ini juga diisi Plt. (*)
Tags : penunjukkan penjabat kepala daerah, penjabat kepala daerah, riau, pj walikota pekanbaru dan pj bupati kampar, mendagri,