Pekanbaru   2025/09/23 18:15 WIB

KNPI Riau: Sekarang Sudah Darurat Polusi Plastik yang Dampaknya Setara dengan Perubahan Iklim 

KNPI Riau: Sekarang Sudah Darurat Polusi Plastik yang Dampaknya Setara dengan Perubahan Iklim 
Larshen Yunus, Ketua Dewan Pengurus Daerah [DPD] Tingkat I, KNPI Provinsi Riau

LINGKUNGAN - Komite Nasional Pemuda Indonesia [KNPI] Provinsi Riau melihat sekarang sudah darurat polusi plastik.

"Dikota-kota besar seperti di Pekanbaru tak menampikkan telah menunjukkan bahwa polusi plastik mencapai tahap darurat global, sehingga dibutuhkan segera untuk mengatasinya," kata Larshen Yunus, Ketua Dewan Pengurus Daerah [DPD] Tingkat I, KNPI Provinsi Riau ini dalam bincang-bincangnya belum lama ini.

Ia berpendapat ancaman polusi plastik hampir setara dengan perubahan iklim.

"Udara yang kita hirup saat ini telah mengandung partikel mikroplastik, begitu juga tanah hingga makanan kita."

"Bahkan ada hewan memakan sampah plastik dari tempat pembuangan. Ini sebagai bentuk gambaran yang tidak lazim," katanya. 

"Kita berhadapan dengan detik jam yang mematikan, yang terus menghitung mundur dengan cepat," kata Larshen.

"Apabila polusi ini terus berlanjut, jumlah plastik di lautan akan melebihi berat seluruh ikan pada 2040," tuturnya.

Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) ini juga mengidentifikasi tiga ancaman yang muncul dari persoalan lingkungan yang perlu diselesaikan bersama, yakni perubahan iklim, hilangnya keragaman hayati, serta polusi.

Ia juga melihat multilateral terkait hilangnya keanekaragaman hayati dan lingkungan telah muncul dalam 30 tahun terakhir, meski kesepakatan untuk mengurangi emisi karbondioksida untuk menjaga lingkungan sepertinya gagal.

"Di Kota Pekanbaru yang sudah mulai maju pesat belakangan untuk membuat kesepakatan yang khusus menyoroti persoalan plastik mulai tampak."

Tetapi Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) KNPI Pusat Jakarta itu juga mengaku belum mengetahui pasti, apakah pemerintah setempat sudah melakukan perjanjian soal limbah plastik ini untuk mengikat secara hukum atau bersifat sukarela.

Walikota Pekanbaru, Agung Nugroho kelihatan belum mendukung sepenuhnya tentang kesepakatan terkait plastik yang sebagian besar plastik terbuat dari minyak dan gas.

"Mengingat, Indonesia merupakan negara yang paling banyak memproduksi plastik murni, yang masuk katagori menjadi produsen sampah terbesar per orang."

"Dampak polusi plastik yang terlihat sejauh ini telah menyebabkan publik khawatir, tetapi sebetulnya sebagian sebagian besar dampaknya justru tidak terlihat," kata Larshen dalam amatannya.

"Dampak buruk yang timbul akibat plastik dan siklus produksi hingga pemakaiannya tidak dapat diubah, sehingga ini adalah ancaman bagi peradaban manusia dan lingkungan yang layak huni di planet ini. Ini sama seriusnya dengan ancaman perubahan iklim."

Larshen mengatakan harus ada kesepakatan tentang penanganan limbah plastik ini dan itu harus fokus pada siklus hidup plastik.

"Masalah mendasarnya ada pada tingkat produksi dan konsumsi plastik yang tidak berkelanjutan," ujarnya.

"Mengadvokasi kebijakan yang hanya mempromosikan bahwa 'plastik bisa didaur ulang' tidak akan efektif, kecuali ada infrastruktur yang menopang pengumpulan dan pemisahannya sehingga plastik tersebut bisa didaur ulang sebagaimana mestinya."

"Kebijakan yang mempromosikan penggunaan plastik 'kompos' juga hanya akan efektif apabila ada infrastruktur untuk menangani persoalan limbahnya," lanjut Larshen.

Menurutnya, plastik adalah bahan yang ringan, aman, dan hemat energi. Tetapi menggantinya dengan alternatif lain sering berakibat buruk bagi lingkungan, juga kesehatan dan keselamatan.

"Penampakan sampah plastik yang terdampar di sungai dan lautan terjadi karena sampah plastik tidak dikelola dengan benar, di situ lah yang seharusnya menjadi fokus."

Seberapa buruk dampak pencemaran plastik, namun menunda mengambil langkah pun akan berdampak berbahaya, "memang dampak pencemaran plastik ini masih relatif baru dan beberapa di antaranya kompleks." 

"Ada banyak bukti bahwa kita perlu segera bertindak demi mencegah kerusakan lebih lanjut akibat polusi plastik," saran Larshen.

"Banyaknya hal yang belum diketahui terkait pencemaran plastik, tetapi polusi yang terjadi saat ini telah melampaui ambang batas, sehingga berisiko terhadap manusia sendiri."

Menurut Larshen, hal itu terlihat dari paparannya yang terus meningkat, dampaknya yang tidak bisa diperbaiki pada ekosistem global, menyebabkan kerusakan ekologis, serta meningkatkan emisi plastik.

Jadi Larshen menilai untuk menghindari ancaman atas polusi plastik adalah dengan mengurangi konsumsi plastik murni, bersama dengan strategi pengelolaan sampah. (*)

Tags : Polusi, Perubahan iklim, Polusi udara, Lingkungan, Alam, Sains,