Kerusakan lingkungan secara global mengancam kelestarian hutan di Riau, perusahaan perkebunan sawit jadi sorotan para aktivis.
PEKANBARU - Eyes on the Forest (EoF) merupakan koalisi LSM di Riau [Sumatra] terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup [WALHI] Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau [Jikalahari] dan WWFIndonesia Program Sumatra Tengah mengakui hingga dekade ini masih ada kebun sawit beroperasi di Riau menggunakan kawasan hutan.
Saat ini ada juga perusahaan perkebunan yang memperluas kebun sawit diluar batasan Hak Guna Usaha [HGU] tanpa izin. Seperti kembali disebutkan Made Ali, Koordinator Jikalahari menyebutkan, ada 60% dari luas wilayah Provinsi Riau merupakan kawasan hutan. Namun, tidak menutup kemungkinan luas kawasan hutan di provinsi Riau akan terus berkurang karena perambahan hutan di Riau masih terus berlangsung hingga sekarang.
"Hasil Pansus Monitoring Perizinan Lahan Perkebunan di DPRD Riau sebelumnya bahkan menemukan terdapat puluhan ribu hektar hutan yang digarap secara ilegal dalam kawasan hutan oleh 33 perusahaan perkebunan sawit. Selain itu ditemukan pula perusahaan yang membuka areal kebun di luar batas Hak Guna Usaha (HGU). Kita juga melihat hasil penertiban kebun sawit ilegal yang sudah menjadi komitmen Pemprov Riau sepertinya jalan ditempat," kata Made.
Katanya, koalisi Eyes on the Forest sudah melakukan pemantauan dilapangan untuk membuktikan adanya 33 kebun sawit apakah kawasan hutan di Riau telah dikuasai oleh perusahaan sawit dengan mengabaikan peraturan yang melarang Kawasan hutan untuk perkebunan. "Kita melihat fungsi kawasan hutan setelah diterbitkannya SK 673/Menhut-II/2014 dan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, maka terbitlah SK 878/2014. Dilihat dari luas masing-masing fungsi kawasan hutan sesuai SK 878/2014 hampir keseluruhan mengakomodir SK 673/2014, antara lain Hutan Lindung seluas 234.015 ha, KSA/KPA seluas 633.420 ha, HPT seluas 1.031.600 ha, HP seluas 2.331.891 ha dan HPK seluas 1.268.767 ha".
Koalisi aktivis menyikapi laporan Koordinator KKR, Fachri Yasin ada 33 perusahaan ke Polda Riau dengan dugaan tindak pidana penggunaan kawasan hutan dan lahan secara ilegal yang dikuatkan juga oleh hasil Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan DPRD Riau. Temuan 33 perusahaan itu melakukan penanaman Kelapa Sawit dalam kawasan hutan seluas 103.320 hektare [ha]. Selain itu ada juga yang melakukan penanaman kelapa sawit tanpa izin Hak Guna Usaha seluas 203.977 ha sehingga dikatakannya mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp2,5 triliun. Ke-33 perusahaan yang dilaporkan itu adalah:
Jika dibandingkan dengan Surat Keputusan 7651/Menhut-VII/2011, kata Made, Provinsi Riau telah menjadi bukan kawasan hutan mencapai 3.485.130,67 hektar hingga tahun 2011. Sebagian besar perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dari perubahan Hutan Produksi dapat Dikonversi sekitar 1.298.260 ha. Selain perubahan peruntukan kawasan hutan juga terjadi perubahan fungsi kawasan hutan, dimana dalam SK 878/2014 tersebut terdapat penambahan Hutan Produksi sekitar 438,177 ha, sebutnya.
Selain itu, WWF Indonesia juga melihat Kawasan Hutan Provinsi Riau berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016, 07 Desember 2016, menunjukkan bahwa terdapat lebih kurang 1,4 juta hektar kawasan hutan di Riau telah ditanami kelapa sawit. Dari angka ini berarti lebih 27% total kawasan hutan di Riau telah berubah menjadi kebun kelapa sawit. Pengembangan sawit dalam kawasan hutan mungkin saja dilakukan oleh perusahaan kebun kelapa sawit, pemodal, kerjasama perusahaan dengan koperasi dan petani kecil.
Satgas pantau lahan kebun sawit ilegal
Mengingat action Satuan Tugas (Satgas) terpadu penertiban penggunaan kawasan hutan dan lahan secara ilegal Pemerintah Provinsi Riau saat ini masih terus memantau lahan kebun sawit ilegal, seiring dengan ditemukannya lima perusahaan yang diduga tidak mengantongi izin di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar. Wakil Gubernur Riau Edy Nasution mengatakan, Satgas terpadu yang tergabung di dalamnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, sedang memonitoring lahan-lahan perusahaan ilegal dan yang berada dalam kawasan hutan. "Kita sudah menurunkan tim sebagai mata dan telinga untuk mendapatkan data akurat di lapangan. Data awal 99,9 persen sudah benar," kata Edy pada media.
Menurut Edy, penertiban kawasan ilegal sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga, perusahaan yang tidak memiliki izin akan ditindak tegas. "Baik itu izinnya bodong atau memang tak memiliki izin sama sekali. Kita sikat habis, karena sudah merugikan negara," terang Edy.
Dia menyebutkan, Satgas tersebut dibagi menjadi dua tim, masing-masing tim ada 40 orang. Tim itu sedang bekerja di lapangan untuk mengumpulkan bahan dan keterangan. Saat ditanyai perusahaan mana saja yang diduga ilegal, Edy masih merahasiakannya. Tim ini terbentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts.1078/IX/2019. Berdasarkan catatan KPK, ada 1,2 juta hektare kebun sawit di Riau tanpa memiliki izin, dan masuk dalam kawasan hutan. Pemprov Riau diminta untuk menertibkan perkebunan sawit ilegal tersebut. Selain masyarakat, paling besar lahan tersebut dikuasai perusahaan tanpa izin, dan ditanami kebun kelapa sawit. Bahkan banyak perusahaan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) selama menguasai hutan.
Sebelumnya, Gubernur Riau H Syamsuar juga telah menegaskan pihaknya akan melakukan penertiban perkebunan ilegal. "Iya, kami akan menertibkan perkebunan yang ilegal," ujar Syamsuar di kantor Gubernur Riau. KPK juga mendorong Pemprov Riau untuk menertibkan perkebunan sawit ilegal tersebut. Hal itu dikatakan Wakil Pimpinan KPK, Alexander Marwata di Pekanbaru, saat berkunjung ke Riau, Kamis 2 Mei 2019 lalu. "Dalam catatan kami ada 1,2 juta hektare perkebunan sawit mengokupasi areal hutan dijadikan perkebunan kelapa sawit. Selain dikuasai masyarakat, paling besar dikuasai perusahaan tanpa izin," kata Alex.
Sebagian lahan sawit yang ditemukan terindikasi berada dalam kawasan hutan produksi konversi (HPK) bahkan ada juga perusahaan yang memperluas Hak Guna Usaha [HGU di Riau.
PT Inecda Plantation bantah miliki kelebihan lahan
Salah satunya perusahaan PT Inecda Plantation [IP] yang semula dituding miliki kelebihan lahan telah membantahnya. PT Inecda Plantations, anak perusahaan Samsung Group yang dituding masyarakat mengambil lahan melebihi hak guna usaha (HGU), perusahaan membantah karena persoalan itu sudah diputuskan pengadilan.
''Memang pernah terjadi konflik dengan masyarakat Desa Talang Suka Maju Kecamatan Rakit Kulim, dimana mereka menuding PT. Inecda telah menguasai lahan mereka seluas 3200 hektar. Namun letaknya tidak jelas dan mereka sendiri pun tidak mengetahui dimana letak lahan tersebut, sepertinya, itu hanya pengakuan saja, dan masalah ini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Rengat Pematang Reba, dimana akhirnya PT. Inecda memenangkannya,'' kata Humas PT Inecda Plantations, Joko Dwiyono yang pernah disebutkannya pada media di Pematang Reba belum lama ini.
Joko mengaku selama ini perusahaan tidak mengetahui adanya kelebihan lahan yang dimiliki dan dikuasai. Tetapi dari hasil putusan PN Rengat, akhirnya keluarlah HGU (Hak Guna Usaha) kedua PT Inecda seluas 3.108 hekatar sebagai areal pengembangan sedangkan luas HGU pertama PT Inecda adalah seluas 6.300 hektar, ''jadi sejauh ini saya benar-benar tidak mengetahui adanya kelebihan lahan yang dimilki PT Inecda,'' katanya menambahkan perusahaan telah kembali menggugat (masyarakat Talang Suka Maju) juga telah melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru, namun ditolak oleh pihak pengadilan, sehingga keputusannya tetap PT Inecda yang memenangkan masalah ini. (*)
Tags : Kebun Sawit di Kawasan Hutan, Satgas Terpadu Riau, Penertiban Kebun Sawit Ilegal,