"Komisi III DPR RI menemukan ada sejumlah 80 perusahaan perkebunan sawit terindikasi masuk pada kawasan hutan. yang dinilai kuatnya kuasa pusat di daerah"
PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Mulfachri Harahap mengungkapkan, ada sekitar 80 perusahaan di Riau terindikasi melakukan usaha perkebunan secara ilegal di dalam kawasan hutan.
"Jadi ada 80 perusahaan perkebunan sawit yang terindikasi masuk pada kawasan hutan."
"Dari informasi, paling tidak ada 80 perusahaan yang melakukan aktifitas ilegal di kawasan hutan, masih aktif," ungkap Mulfachri Harahap saat melakukan kunjungan ke Riau, Kamis (17/11).
"Kita tahu di sini sebagian besar tanah produktif sudah dipakai untuk perkebunan sawit atau lainnya," katanya.
"Kita dapat informasi sebagian diantaranya sudah masuk kawasan hutan, ada perkebunan di kawasan yang ilegal," sambungnya.
Dia menuturkan, dari data dan laporan yang diterima, sejumlah perusahaan di Riau bahkan membuka perkebunan sawit di atas kawasan hutan lindung.
"Tapi pada saat ini kita tidak masuk pada materi itu (hutan lindung, red), kami akan datang lagi ke sini untuk isu yang kedua," sebutnya.
"Hari ini kita bahas konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan, kesempatan berikutnya kita bicara tentang perambahan kawasan hutan oleh perusahaan perkebunan," terangnya.
Dia mengatakan, pihaknya selaku tim Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum Komisi III DPR RI akan memberikan rekomendasi sanksi untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (APH) di Riau.
"Kita berikan rekomendasi sanksi kepada APH. Sedangkan untuk sanksi yang akan menentukannya yaitu majelis hakim. Kewenangan kita sampai pada menemukan ada sejumlah kegiatan ilegal di kawasan yang terlarang dilakukan perkebunan," pungkasnya.
Tetapi Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dr Gulat Medali Emas Manurung menilai hasi temuan Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini sebaiknya kembalikan ke UU Cipta Kerja.
Menurutnya, adanya perkebunan yang masuk dalam kawasan hutan sebaiknya diselesaikan melalui Undang-undang Cipta Kerja (UUCK).
"Semuanya dikembalikan saja kepada Undang-undang Cipta Kerja. Kembalikan saja ke situ. Kalau memang UUCK memberikan waktu tenggang, ya kita tunggu waktu tenggang itu berakhir," kata Gulat dikontak ponselnya, Minggu (20/11).
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Mulfachri Harahap saat melakukan kunjungan ke Riau membahas persoalan lahan yang ada di Riau bersama Aparat Penegak Hukum (APH) di Riau.
Mulfachri juga mengungkapkan data mengejutkan ada 80 perusahaan perkebunan di Riau yang terindikasi menggunakan kawasan hutan untuk melakukan kegiatan usahanya. Bahkan ada di antaranya berada di kawasan hutan lindung.
Pihak Anggota DPR RI juga meminta agar hal ini menjadi perhatian khusus bagi Aparat Penegak Hukum (APH) di Provinsi Riau, baik Polda Riau, maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
"Yang mengesahkan undang-undang itu kan DPR RI, ya dikembalikan saja ke isi UUCK tersebut dalam hal sawit yang diklaim dalam kawasan hutan. Kami petani sawit patuh terhadap produk hukum seperti undang-undang," kata Gulat menyikapi.
'Kuatnya kuasa pusat ke daerah'
Anggota DPRD Riau, Mardianto Manan juga menyikpai temuan soal 80 perusahaan perkebunan di Riau terindikasi melakukan aktivitas ilegal di kawasan hutan, dinilainya kondisi itu akibat kuatnya kekuasaan pusat di daerah.
"Masalah ini merupakan kuatnya kekuasaan pusat di daerah, mengeluarkan izin tanpa melihat kondisi lapangan ataupun kalau tahu seakan tutup mata dengan tata guna lahan di lapangan," kata Mardianto, Jumat (18/11).
Mardianto mengatakan, izin yang dikeluarkan untuk perusahaan-perusahan di Riau tanpa melihat kondisi di lapangan.
Menurutnya, atas temuan itu, Pemprov Riau hanya bisa mengidentifikasi dan membuat laporan ke pusat. Sama halnya yang dilakukan Pansus konflik lahan yang dibentuk beberapa waktu lalu.
"Hanya mampu mengidentifikasi dan laporkan perangai pusat ke pusat juga. Itulah yang kita lakukan kemarin di Pansus konflik lahan DPRD Riau," ungkapnya.
Pada 2019 lalu, Pemprov Riau gencar menggaungkan penertiban lahan ilegal. Bahkan membentuk tim Satuan Tugas atau Satgas penertiban lahan ilegal Provinsi Riau.
Mardianto menilai tim ini juga ada manfaatnya untuk mengidentifikasi dan melaporkan temuan. Namun, eksekusi tetap berada di pemerintah pusat.
"Pasti ada manfaatnya mengidentifikasi dan melaporkan. Eksekusi ada di tangan pusat," sebutnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Mulfachri Harahap mengungkapkan, ada sekitar 80 perusahaan di Riau terindikasi melakukan usaha perkebunan secara ilegal di dalam kawasan hutan.
Dari informasi, paling tidak ada 80 perusahaan yang melakukan aktivitas ilegal di kawasan hutan, masih aktif.
Tetapi Mardianto menilai, izin yang dikeluarkan untuk perusahaan-perusahan di Riau tanpa melihat kondisi di lapangan.
"Kita tahu di sini sebagian besar tanah produktif sudah dipakai untuk perkebunan sawit atau lainnya. Kita dapat informasi sebagian di antaranya sudah masuk kawasan hutan, ada perkebunan di kawasan yang ilegal," ujarnya.
Jadi pihak Anggota DPR RI menuturkan, dari data dan laporan yang diterima, sejumlah perusahaan di Riau bahkan membuka perkebunan sawit di atas kawasan hutan lindung. (*)
Tags : Perusahaan Perkebunan Sawit, Kebun Sawit Terindikasi di Kawasan Hutan, Kuatnya Kuasa Pusat di Daerah,