JAKARTA - Tidak tercapainya Komunike atau komitmen bersama para pemimpin negara-negara G20 dalam pertemuan di Bali nanti, bakal membuat krisis ekonomi global semakin panjang, kata Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara.
Padahal sejak jauh-jauh hari, forum multilateral ini diharapkan bisa memulihkan persoalan ekonomi dunia pasca dihantam pandemi Covid-19 dan baru-baru ini perang di Ukraina.
Namun begitu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tak mempersoal jika tidak adanya kesepakatan bersama, sebab Indonesia klaimnya "berhasil menjalin kerjasama bilateral di bidang ekonomi dengan nilai jutaan dolar".
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu, mengatakan komunike atau kesepakatan bersama para pemimpin negara-negara G20 adalah hal yang sangat penting untuk dicapai dalam pertemuan di Bali.
Sebab komunike menunjukkan mereka memiliki komitmen bersama untuk mengatasi dan memberikan solusi atas persoalan-persoalan global terkini.
"Jadi komunike ini sangat penting. Karena itu menunjukkan bahwa mereka punya sikap yang sama baik persoalan maupun solusi yang dihadapi," imbuh Aleksius Jemadu seperti dilansir BBC News Indonesia, Minggu (13/11).
Tapi perang Rusia-Ukraina, kata dia, mengubah situasi yang membuat beberapa pemimpin negara berada dalam dua kubu yang berseberangan.
China, India, dan Brasil misalnya disebut mendukung Rusia. Sedangkan AS, Australia, Kanada, Inggris, mengecam Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Sementara publik, sambung Aleksius, punya harapan tinggi bahwa forum ini bisa meredam konflik yang telah berlangsung selama sembilan bulan. Itu artinya perang belum akan berakhir.
Di tengah kondisi ini pula, posisi Indonesia menjadi dilematis. Selain karena harus meyakinkan para pemimpin negara-negara G20 untuk menghadiri pertemuan ini, juga bekerja keras agar tiga agenda yang diusung Indonesia bisa disepakati.
Tiga agenda itu yakni transformasi ekonomi digital, transisi transformasi menuju energi hijau, dan membangun arsitektur kesehatan global.
Dia memprediksi agenda-agenda tersebut bakal 'menggantung'. Sebab bagaimanapun persoalan itu beririsan dengan sikap politik negara-negara yang memihak dua pihak yang sedang berperang.
"Akan status quo (tiga agenda yang diusung Indonesia) itu karena tidak ada keputusan apa-apa."
"Jadi ya sayang menyayangkan kalau tidak ada komunike, karena konstituen negara-negara G20 punya ekspektasi yang tinggi."
Krisis ekonomi akan semakin panjang
Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara juga sependapat.
Meskipun forum G20 bersifat tidak mengikat, tapi dengan tidak adanya komunike atau kesepakatan bersama para anggota menggambarkan sebuah 'kegagalan'.
Ini karena pada waktu presidensi G20 di Roma, Italia, tercapai sebuah kesepakatan meskipun saat itu terjadi tensi perang dagang yang meningkat.
"Ini sebenarnya kemunduran yang paling dalam atau paling tidak ada progres sepanjang sejarah G20 yang pernah ada," ujar Bhima Yudhistira.
Imbas dari tidak adanya kesepakatan bersama itu, sambungnya, krisis ekonomi global akan semakin panjang.
Sebab, tidak ada arah kebijakan moneter yang 'akomodatif' dan selaras dengan kepentingan untuk menjaga stabilitas kurs di negara berkembang.
Apalagi beberapa waktu belakangan, AS memutuskan menaikkan suku bunga yang berdampak pada larinya arus modal dan pelemahan kurs Rupiah terhadap dolar AS.
"Ini kan efeknya nanti fluktuasi nilai tukar inflasi ke depan juga semakin berisiko bagi Indonesia."
Dampak lainnya adalah ketahanan pangan.
Tanpa adanya komunike, kebijakan proteksionisme bahan pangan akan sering terjadi. Bhima mencontohkan keputusan India yang menahan ekspor gandum dan Indonesia yang melarang ekspor minyak sawit mentah atau CPO.
"Nah itu bisa terjadi lagi ke depan. Jadi proteksionisme akan menguat. Mereka tidak peduli dengan kondisi negara lain."
Baginya jika pertemuan di Bali nanti tidak menghasilkan solusi atas persoalan-persoalan terkini sama saja dengan "buang-buang uang".
Luhut: Tidak apa-apa KTT G20 tak mencapai kesepakatan
Keraguan bahwa KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022 akan menghasilkan komunike atau kesepakatan bersama atas isu-isu global terkini, sebetulnya sudah tercium sejak Oktober lalu.
Pasalnya pertemuan para menteri keuangan di Washington, AS tersebut tidak menghasilkan kesepakatan lantaran ada perbedaan pandangan dari para anggota mengenai isu perang Rusia-Ukraina.
Kemudian seorang pejabat Jerman yang enggan disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters, terjadi perselisihan dagang dengan AS mengenai apa yang dilihat banyak negara sebagai proteksionisme.
Dalam jumpa pers jelang KTT G20 di Bali, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tidak menjadi masalah jika forum ini tidak menghasilkan kesepakatan bersama mengingat situasi dunia yang cukup rumit.
"Sebenarnya kalau kita lihat jujur, belum pernah saya kira G20 situasi dunia sekompleks ini. Kalau pada akhirnya tidak melahirkan komunike, leaders' communique, menurut saya, ya sudah, nggak apa-apa," kata Luhut saat jumpa pers yang ditayangkan YouTube Kemenko Marves, Sabtu (12/11).
Dia juga menjelaskan meski nantinya G20 tanpa ada komunike, banyak kesepakatan yang dicapai Indonesia dari pertemuan ini mulai dari bidang kesehatan, lingkungan hingga ekonomi.
"Tapi banyak hal, saya kira lebih dari 361 titik yang kita hasilkan, berbagai macam, dan itu million of dollars kalau dihitung dari sisi ekonomi. Baik itu dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang dekarbonisasi. Banyak hal yang bisa kita capai."
Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Dave Laksono, optimistis G20 masih bisa melahirkan sejumlah kesepakatan dan kebijakan yang bermanfaat sesuai dengan tujuan awal.
"Saya percaya Presiden Jokowi memiliki tim ekonomi yang dipimpin oleh Pak Airlangga dengan kemampuan diplomasi ekonomi yang sesuai dengan kondisi global saat ini," kata Dave.
Adapun anggota Komisi I DPR lainnya Muhammad Farhan memaklumi jika KTT G20 di Bali gagal mencapai kesekapatan.
Tapi setidaknya Indonesia bisa menempatkan diri dlam peta global di antara pemimpin dunia yang berpengaruh.
"Krisis Ukraina adalah jendela bagi Indonesia untuk menjadi peimpin global, selain fakta bahwa Vladimir Putin akhirnya menolak untuk datang," ujar Farhan.
Tapi acara ini akan menempatkan Joe Biden dan Xi Jinping dalam satu rungan, itu kredit untuk negara tuan rumah."
Keuntungan lain, sambung Farhan, Indonesia akan punya banyak kesempatan untuk memamerkan potensinya kepada dunia. Utamanya karena berhasil mejadi penyelanggara forum besar kelas dunia.
Apa saja yang akan dibahas para pemimpin dunia
Para pemimpin dunia bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahunan di Bali mulai Selasa, 15 November 2022.
Tujuan utama dari KTT ini adalah membantu pemulihan ekonomi setelah dunia diterpa pandemi Covid, namun ketegangan atas perang di Ukraina berpotensi menghambat diskusi.
Apa itu G20?
G20, atau kelompok 20, adalah klub dari negara-negara yang akan bertemu untuk membahas rencana ekonomi global.
Negara-negara G20 ini menyumbang 85% dari hasil perekonomian dunia dan 75% dari perdagangan dunia. Mereka mewakili dua pertiga dari populasi global.
Anggotanya terdiri dari Uni Eropa, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Cina, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Sedangkan Spanyol selalu diundang sebagai tamu.
Ada pula kelompok yang lebih kecil, yakni G7 yang terdiri dari negara-negara industri terkemuka.
Apa yang didiskusikan oleh G20?
Isu-isu yang dibahas oleh para pemimpin G20 telah berkembang dari ekonomi hingga perubahan iklim, energi berkelanjutan, pengampunan utang internasional dan pajak perusahaan multinasional.
Setiap tahun, negara anggota G20 yang berbeda akan menjabat kursi kepresidenan dan mengatur agenda pertemuan.
Sebagai pemegang presidensi G20 2022, Indonesia ingin KTT di Bali fokus pada langkah-langkah kesehatan global dan pemulihan ekonomi setelah pandemi. Indonesia juga ingin mempromosikan adopsi energi berkelanjutan.
KTT ini juga merupakan kesempatan bagi para pemimpin negara-negara itu untuk bertemu empat mata di sela-sela agenda diskusi.
Presiden AS Joe Biden mengatakan ingin bertemu dengan pemimpin China Xi Jinping untuk membahas status Taiwan.
Siapa saja yang akan hadir?
Ketegangan situasi politik global bisa membayangi agenda KTT ini.
Kementerian Luar Negeri Ukraina telah meminta Rusia dikeluarkan dari G20 karena menginvasi negaranya.
Pemerintah Indoesia pun menyatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan hadir di Bali secara langsung.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden diperkirakan enggan bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman.
Biden menuduh Arab Saudi membantu Rusia membiayai perang di Ukraina. Dia juga mengatakan Rusia dan Saudi telah bekerja sama menjaga harga minyak mentah tetap tinggi.
Mengapa ada ‘foto keluarga’?
Para kepala negara sering berpose untuk foto bersama.
Sesi foto ini digunakan sebagai kesempatan mempromosikan kesepakatan apa pun yang telah ditandatangani oleh para pemimpin.
Namun, perselisihan diplomatik yang diungkapkan oleh foto itu yang justru sering menjadi berita utama.
Pada 2018, setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsultan Saudi di Istanbul, Turki, Pangeran Mohammed bin Salman kerap diabaikan pada pertemuan puncak para pemimpin. Dia bahkan tampak berdiri di pojok.
Apa saja yang sudah dicapai oleh G20?
Pada KTT tahun 2008 dan 2009 yang berlangsung di tengah krisis keuangan, para pemimpin negara-negara ini menyetujui sejumlah langkah untuk menyelamatkan sistem perekonomian global.
Namun para kritikus berpendapat bahwa KTT setelahnya kurang konstruktif, seringkali disebabkan oleh ketegangan antara kekuatan dunia yang bersaing.
Namun, pertemuan bilateral di KTT seringkali terbukti konstruktif.
Pada KTT 2019 di Osaka, Presiden AS saat itu, Donald Trump dan Xi Jinping setuju untuk melanjutkan pembicaraan demi menyelesaikan sengketa dagang.
Apakah KTT ini memicu aksi protes?
Demonstrasi besar seringkali terjadi di sekitar pertemuan puncak para pemimpin.
Para pengunjuk rasa anti-kapitalis berdemonstrasi pada KTT 2010 di Toronto dan KTT 2017 di Hamburg.
Ribuan orang juga berunjuk rasa selama KTT 2018 di Rio de Janeiro untuk memprotes kebijakan ekonomi G20.
Pada 2009, seorang penjual koran bernama Ian Tomlinson meninggal dunia setelah terjebak dalam aksi protes selama KTT G20 di London. (*)
Tags : Ekonomi, Indonesia, G 20,