NUSANTARA - Komnas Hak Azasi Manusia (HAM) mengatakan temuan kerangkeng manusia di rumah milik Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin, yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), "sangat mengejutkan dan pertama kali terjadi di Indonesia."
"Untuk peristiwa sejenis ini, ini sangat mengejutkan dan ini baru kami dengar pertama kali. Maka kami memberikan perhatian serius atas kasus ini," kata Komisioner Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam dirilis BBC News Indonesia Senin (24/1).
Choirul juga mengatakan Komnas HAM segera mengirim tim ke Langkat pekan ini untuk menindaklanjuti temuan kerangkeng manusia itu.
"Karena melihat substansinya, dan bukti-bukti awal yang kami nyatakan situasinya sangat urgent, maka dalam minggu ini kami akan kirim tim ke sana untuk melihat langsung apa yang terjadi dan mendalami peristiwanya," kata Choirul.
Sebelumnya Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dan menyebut temuan ini sebagai "dugaan perbudakan modern" yang digunakan untuk pekerja sawit.
Anis Hidayat, Ketua Migrant Care, mengatakan informasi berdasarkan "wawancara orang-orang di dalam" menunjukkan orang-orang di kerangkeng ini bekerja di perkebunan kepala sawit milik sang bupati.
"Jadi bekerjanya sif pagi dan malam, tidak digaji, kemudian sehari makan hanya dua kali, kualitas makanannya kita belum [tahu]detil. Kemudian juga ada dugaan dipukuli, ada luka memar. Mereka juga tidak punya akses untuk bergerak, karena dikunci dari luar. Kita menduga ini praktik perbudakan modern," kata Anis setelah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM.
Migrant Care mengatakan dugaan perbudakan modern ini mereka dapatkan setelah menerima informasi dari masyarakat.
Namun keterangan dari Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol. RZ Panca Putra Simanjuntak menyebutkan kerangkeng itu "tempat rehabilitasi secara pribadi yang sudah berlangsung selama 10 tahun."
Panca hanya mengatakan tempat rehabilitasi itu tidak miliki izin dari pemerintah
Panca juga mengatakan ia melihat langsung kerangkeng manusia di kediaman pribadi Bupati Langkat saat tim dari KPK menggeledah rumahnya usai terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi.
"Pada waktu teman-teman KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan, kita backup dan dilakukan penggeledahan di rumah pribadi Bupati Langkat"
"Saat itu saya melihat langsung kerangkeng tersebut, saat petugas KPK melakukan penggeledahan rumah pribadi Bupati Langkat pada Rabu 19 Januari 2022 lalu," kata Panca.
"Memang betul, kerangkeng itu berisikan tiga sampai empat orang. Kita dalami bukan, tiga atau empat orang. Tapi, kita dalami kenapa mereka," ujarnya.
Menanggapi temuan Migran Care yang mengindikasikan di kerangkeng tersebut ada indikasi perbudakan modern yang diduga dilakukan Bupati Langkat, Panca menyatakan tidak ada persoalan dan akan ditindaklanjuti.
"Semua ini masih di dalami di lapangan," kata Panca.
Sebelumnya, KPK menangkap Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin dalam operasi tangkap tangan (OTT) dan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Pemerintah Kabupaten Langkat tahun anggaran 2020-2022.
Selain bupati, KPK juga menetapkan Iskandar Peranginangin (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Bupati sebagai tersangka bersama tiga pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS).
Kasus itu terungkap bermula saat bupati bersama saudara kandungnya, Iskandar PA, mengatur pelaksanaan proyek pekerjaan infrastruktur di Langkat. Bupati memerintahkan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat, Sujarno dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Langkat, Suhardi untuk berkoordinasi dengan Iskandar untuk memilih kontraktor yang akan menjadi pemenang proyek.
Mereka yang ingin menang proyek diduga harus memberikan suap sebanyak 15% dari nilai proyek kepada bupati dan Iskandar. Biaya naik menjadi 16,5% bila proyek itu menggunakan mekanisme penunjukan langsung.
Salah satu kontraktor yang menang untuk mengerjakan sejumlah proyek adalah Muara Perangin-angin. Dia memenangkan proyek senilai Rp4,3 miliar.
Beberapa proyek lainnya dikerjakan oleh Bupati melalui perusahaan milik Iskandar. KPK menduga fee yang diberikan Muara kepada Bupati sebanyak Rp786 juta. (*)
Tags : Pekerja migran, Hak asasi, Komnas HAM Temukan Pekerja Sawit Dikerangkeng, Dugaan Perbudakan Modern,