"Kehilangan seorang anak bisa menjadi pengalaman traumatis bagi orangtua. Situasi tersebut bahkan dapat memberikan dampak pada perubahan biologis dan psikologis"
eperti yang dialami pasangan suami istri Yanto Efendi Panjaitan dan Sudarmi, telah kehilangan anaknya Muhammad Firmansyah Panjaitan (18 tahun), seorang tenaga kerja di pabrik kelapa sawit PT Persada Agro Sawita (PAS) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, meninggal dunia akibat kecelakaan kerja.
Remaja itu [Muhammad Firmansyah Panjaitan] tewas akibat tersiram air panas rebusan buah kelapa sawit di perusahaan tersebut.
Menurut keluarga korban, Firmansyah sempat menjalani perawatan medis.
"Kejadiannya hari Rabu 16 Agustus 2023, Muhammad Firmansyah Panjaitan terkena air panas rebusan buah kelapa sawit di PT PAS, yang mengakibatkan sebagian badannya mengalami luka bakar," kata Yanto Effendi Panjaitan [orang tua korban], Rabu (23/8/2023).
Perasaan kedua orang tua yang memiliki anak yang jumlah keseluruhannya 9 orang itu ketika anaknya meninggal [Firmansyah] kondisi psikologisnya masih tergunjang.
"Tidak ada kata yang bisa menggambarkan bagaimana hancurnya hati orang tua ketika melihat anaknya sudah tiada. Orang tua manapun pasti berharap merekalah yang akan meninggal duluan daripada anak2nya, orang tua manapun pasti ingin melihat tumbuh kembang anaknya, kebahagiaan anaknya sampai akhir hayat orang tua," kata H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, Ketua Umum [Ketum] Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta ini menyikapi atas meninggalnya [Firmasnyah] putera kelahiran Rengat, Inhu, Riau itu tadi pagi, Minggu (27/8).
Menurutnya, rasanya bila harus menukar nyawa, menukar umur, menukar segala hal di dunia ini untuk anaknya bisa hidup lagi, pasti banyak orang tua yang mau melakukan hal tersebut.
"Saya juga turut merasakan kesedihan itu, meski anak yang sudah tumbuh besar yang akhirnya tidak bernafas lagi, tapi entah bagaimana dengan orang tua lainnya yang telah hidup beberapa waktu bersama anaknya lalu ditinggal pergi selamanya. Pasti rasanya lebih sakit daripada kenyataan itu," katanya.
Muhammad Firmasnyah Panjaitan
Tetapi berusaha sebaik mungkin untuk segalanya, "meskipun yakin pasti ada rasa bersalah, tapi kita tetap harus bangkit. Meskipun harus berjalan lagi beriringan dengan luka. Karena hidup akan terus berjalan. Doakan anak yang telah pergi, semoga dilapangkan kubur mereka, diampuni semua dosa-dosanya," saran Darmawi Wardhana.
Menurutnya, orang tua mana pun pastinya terguncang ketika mengetahui anaknya meninggal.
"Memang akan terasa sulit menerima kenyataan, mengingat tahun-tahun indah yang pernah dihabiskan bersama. Menjadi saksi tumbuh kembangnya sejak masih di dalam kandungan hingga lahir ke dunia."
"Lalu, tiba-tiba nasib berkata lain. Menghadapi hari-hari tanpa kehadiran sang anak tentu tidak mudah. Apalagi, jika anak tersebut adalah harapan untuk mengubah masa depan keluarga menjadi lebih baik," katanya
"Orang tua yang berkabung mungkin dibanjiri dengan emosi negatif seperti rasa bersalah dan penyesalan. Mereka mungkin menyalahkan diri sendiri dengan berpikir bahwa sesuatu yang mereka lakukan atau abaikan mungkin berkontribusi pada kematian anak."
"Kematian menyisakan perasaan kosong dan hampa, seolah sebagian dari mereka juga mati. Pasca kematian buah hatinya, mungkin sebagian orang tua masih melakukan rutinitas tertentu, sebelum akhirnya tersadar bahwa sang anak telah pergi untuk selamanya."
"Bahkan, ada orang tua yang merasa anaknya masih ada. Seperti mendengar anaknya berbicara, melihatnya di keramaian, hingga merasakan kehadirannya di rumah. Mereka butuh waktu untuk memproses apa yang terjadi."
"Semua perasaan itu normal. Kelak, akan tiba waktunya terbebas dari perasaan hampa dan kosong ini. Dalam perjalanan mengarungi duka, kehadiran keluarga dan teman-teman yang suportif sangatlah penting," saran Darmawi Wardhana.
Tidak bisa dimungkiri bahwa kehilangan anak bisa menyebabkan orang tua merasakan kesedihan yang mendalam. Hari-hari awal ditinggalkan pasti dipenuhi dengan air mata. Semuanya terasa seperti tidak nyata.
"Kematian orang yang dicintai yang tak terduga dikaitkan dengan perkembangan gejala depresi dan kecemasan. Bahkan, tidak hanya memengaruhi mental, tetapi juga fisik," sebutnya.
Jadi untuk ini ada yang mendampingi dan menguatkan orang tua yang kehilangan anaknya. Entah itu anak (yang masih hidup), saudara kandung, ipar, dan lainnya.
Tidak ada yang tahu pasti kapan periode berduka selesai dan bisa kembali melanjutkan hidup seperti sediakala.
Hubungan dengan mendiang [Almarhum] semasa hidupnya menentukan seberapa berat kesedihan dan rasa kehilangan yang akan ditanggung.
Tetapi kembali seperti disebutkan Yanto Efendi [orang tua korban] dirinya merasakan kehilangan anak memberikan begitu banyak kesedihan dan menyakitkan.
"Kematian anak saya [Firmasnyah] membuat stres yang sangat buruk yang saya alami," katanya.
"Orangtua mana secara umum dan ayah secara khusus yang tidak merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kesehatan anaknya."
"Jadi, kehilangan anak seperti yang saya alami ini, tidak hanya kehilangan orang yang dicintai, tapi juga kehilangan begitu banyak janji yang ingin diwujudkan," kata Yanto yang terlihat tak bisa menahan kesedihannya.
Tetapi Zulkifli AP, paman [almarhum] Firmasnyah juga menanggapi dalam banyak hal tetang keponakannya akhirnya menghembuskan nafas terakhir akibat kecelakaan di pabrik rebusan sawit PT PAS itu.
"Saya bisa merasakan kesedihan yang dirasakan orangtua bisa meninggalkan trauma juga. Hal itu terjadi bersamaan dengan hilangnya kenangan manis dan harapan di kehidupan mendatang yang faktanya sulit dilepaskan," sebutnya.
Proses dukacita akan jauh lebih lama. Begitu pula potensi trauma berulang juga dapat dirasakan ketika orangtua mengalami suatu hal yang mengingatkan pada anaknya yang sudah meninggal dunia.
"Kematian seorang anak membawa berbagai tantangan berbeda bagi setiap orang," sebutnya.
"Ada yang kemudian bisa melanjutkan hidup dan menghadapi kehilangan itu, sementara yang lain masih berjuang menemukan makna dalam hidup."
"Dampak biologis setelah kematian anak pasti ada. Tentunya ada penurunan kondisi kesehatan serta gangguan pemulihan. Kesedihan, trauma kehilangan anak juga berpengaruh pada gejala fisik," terangnya.
Zuhdi Anshari, Humas dari Jemaah Thaeqat Naqsabandiyah Alkolidiyah Jalaliyah [TNAJ] Inhu yang juga abang sepupu dari [Firmansyah] juga memastikan orang tua korban pasangan suami sitri Yanto Efendi dan Sudarmi merasa kehilangan anak pasti sedih.
"Tapi yang perlu diingat keluarga harus ikhlas, tabah dan meyakini sang anak telah meninggal juga membuat banyak orang bersedih."
"Tidak ada orang tua yang tak sedih kehilangan anaknya, bahkan itu terjadi pada Nabi Yakub AS dan Nabi Muhammad SAW."
"Namun, sebagai orang tua harus tetap bangkit dan melihat hari-hari selanjutnya. Bagaimana kita sebagai manusia biasa bisa bangkit ketika kehilangan orang yang dicintai, salah satunya anak," terangnya yang telah mengerahkan seluruh anggota TNAJ Inhu untuk berdoa pada malam ke tujuh hari Thalilan di rumah kediaman.
Semoga Allah memberikan derajat yang tinggi dan istimewa karena keridaan orang tuanya, sebutnya lagi.
"Kita bertanya bagaimana cara mudah mengikhlaskan, meridakan, tentu saja tidak ada cara mudah. Karena yang namanya orang tua kehilangan anak, pasti sedih," sambunya.
Sekelas Nabi Yakub AS, Nabi Yusuf AS, dibawa pergi oleh anak lainnya kemudian dikatakan Nabi Yusuf AS diterkam serigala kemudian wafat,. Nabi Yakub AS menangis hingga buta namanya.
Lihat, sekelas nabi yang ternyata orang yang paling sabar, orang yang diberi kesabaran di atas manusia biasa karena diberikan derajat kenabian, namun ternyata menangis bola mata hitamnya menjadi putih karena tangisan air mata yang telah habis.
Orang tua kehilangan anak tentu saja bersedih setiap hari, bahkan tidak bisa kita menahan-nahannya. Sekelas Baginda Nabi Muhammad SAW menetes air matanya hingga suaranya terdengar ke tetangganya.
Pabrik Kelapa Sawit [PKS] milik PT Persada Agro Sawita [PAS] yang mengabaikan lingkungan dan secara berulang 'makan korban' tempat Muhammad Firmasnyah Panjaitan bekerja.
Tetangganya mengatakan 'Terputuslah keturunan Muhammad,' namun dihibur oleh Allah SWT dengan satu surat singkat:
Innā a'tainākal-kausar
Fa salli lirabbika wan-har
Inna syāni'aka huwal-abtar
Maka surat ini pula mungkin akan menjadi obat bagi orang-orang yang beriman bagi Allah SWT dan hari akhir. Yang beriman bahwa akan ada pertemuan setelah perpisahan, akan ada kehidupan yang abadi, akan ada pertemuan yang abadi yang tak akan pernah ada kesedihan lagi setelahnya.
Sungguh Allah telah memberikanmu Telaga Al Kausar. Sungguh Allah memberikanmu Al Kausar nikmat yang begitu banyak melebihi kesedihan yang Allah SWT berikan kepadamu.
Maka cara yang pertama, ingat-ingatlah nikmat dari Allah SWT. Mungkin berpisah adalah kesedihan yang luar biasa, tapi di luar sana banyak orang yang mendambakan anak pun, Allah belum memberikan kehamilan, Allah belum menitipkan amanah kepadanya. Maka kita bersyukur Allah pernah menitipkannya kepada kita dan kita merawatnya hingga jadi anak saleh di ujung hayat.
Fa salli, dan tetaplah beribadah, salat kepada Allah SWT karena Allah yang maha membolak-balikkan hati. Wahai Yang Maha membolak-balikan hati teguhkan hatiku atas kehilangan ini.
Lirabbika wan-har, kemudian ada yang namanya pengorbanan. Idul Adha juga disebut dengan Idul Qurban. Hari Nahar, hari pengorbanan karena hidup di dunia pasti ada pengorbanan di dalamnya entah itu kehilangan, entah itu merelakan, entah itu mengikhlaskan karena itu masuk dalam pengorbanan.
Kemudian, Inna syāni'aka huwal-abtar, sisanya Allah SWT yang akan memberikannya kepadamu. Allah yang akan mengurusi segalanya kepadamu.
Kita jangan pernah khawatir ketika Allah memberikan satu keputusan kepada kita, karena Allah Al Muhaimin, masih di dalam janin Allah yang menjaganya, sudah lahir Allah yang menjaganya, ketika ia sakit Allah yang menjaganya, ketika di luar rumah Allah yang menjaganya.
"Maka cara mengikhlaskannya bagaimana kita mampu berdoa bagaimana Allah membolak-balikkan hati kita dari sedih menjadi merelakan," terang Zuhdi.
Manusia dianugerahi hak-hak mendasar di dalam HAM
Dalam penjelasan soal manusia dianugerahi hak-hak mendasar seperti disebutkan Kepala Bagian Penyuluhan Hukum Biro Hukum Setjen Kemhan, Ida Siswanti SH MH, menyebutkan, manusia dianugerahi hak-hak yang sangat mendasar dan hak-hak tersebut melekat dalam diri setiap manusia.
Itulah yang dinamakan Hak Asasi Manusia [HAM] seperti tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa Hak Asasi adalah hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa.
"HAM merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang," sebut Ida Siswanti membacakan sambutan tertulis Sekjen Kemhan saat membuka Penyuluhan Hukum UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) di kantor Kemhan, Rabu (18/5).
HAM harus menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
"Setiap orang berkewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain tanpa terkecuali. Kewajiban ini juga berlaku bagi organisasi manapun terutama negara dan pemerintah," terangnya.
"Dengan demikian negara dan pemerintah bertanggungjawab untuk melindungi, menghormati, menjamin dan membela HAM setiap warga negara dan penduduknya," sambungnya.
"Jadi HAM menjadi tanggungjawab kita semua tetapi secara normatif pihak yang paling yang bertanggungjawab secara hukum adalah negara, dalam hal ini pemerintah."
Begitupun Larshen Yunus, Ketua DPD I Komite Nasional Pemuda Indonesia [KNPI] Riau mengemukakan tentang hak pekerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja.
Dia siap melakukan pendampingan hukum bilamana perusahaan mengabaikan tentang terjadinya kecelakaan kerja dilingkungan perusahaan.
"Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, seperti disebut dalam Pasal 61 ayat (5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [UU Ketenagakerjaan]," kataya.
Menurutnya, tanggung jawab perusahaan dalam hal pekerjanya meninggal dunia itu sebenarnya bergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kecelakaan kerja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional [UU SJSN]:
“Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.”
Jadi disini pengertian serupa juga diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja [UU Jamsostek].
"Kami berasumsi bahwa pekerja tersebut [Muhammad Firmasnyah Panjaitan] telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial. Ini karena berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Jamsostek, program jaminan sosial tenaga kerja wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan UU Jamsostek.
Hal ini juga ditegaskan kembali dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja [PP 84/2013]:
“Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 [sepuluh] orang atau lebih, atau membayar upah dan wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).”
Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) UU SJSN, peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia.
Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan (Pasal 31 ayat (2) UU SJSN).
Dalam Pasal 9 UU Jamsostek dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana diubah yang terakhir kalinya dengan PP 84/2013 [PP 14/1993], dikatakan bahwa tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan berhak atas jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian biaya yang meliputi:
Selain penggantian biaya tersebut, kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi:
Muhammad Firmasnyah Panjaitan menghembuskan nafas terakhirnya.
Akan tetapi, jika jumlah santunan kematian dari jaminan kecelakaan kerja lebih kecil dari jaminan Kematian, maka yang didapatkan keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja adalah Jaminan Kematian [Pasal 21 PP 14/1993].
Selain itu, berdasarkan Pasal 166 UU Ketenagakerjaan, dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, jelas Larshen Yunus.
"Jadi kita siap selain mengerahkan anggota KNPI Riau untuk menuju Pabrik Kelapa Sawit [PT PAS] itu kapan saja jika kedua orang tua korban meminta dan kita juga siap memberikan bantuan hukum untuk pendampingan untuk orang tua korban [Muhammad Firmansyah Panjaitan] untuk demi keadilan. Kita menyikapi itu segera lakukan tindakan yang lebih serius lagi," kata Larshen Yunus yang juga sebagai Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana menutupnya. (*)
Tags : muhammad firmansya panjaitan, karyawan pt persada agro wisata, pabrik kelapa sawit, frimansyah korban meledaknya tabung rebusan sawit, inhu, riau, kecelakaan kerja di pt pas, pabrik kelapa sawit pt pas,