DAIK LINGGA - Kondisi rumah bersejarah peninggalan Abdurrahman Keling sahabat Sultan Lingga kini semakin memprihatinkan.
"Rumah tua yang terletak di kota Daik itu butuh pemugaran sesegera mungkin."
"Tingkat kerusakan sepertinya secara visual tidak terlihat, tapi lihat usia dan materialnya sedikit mengkhawatirkan," kata Sahrijal, salah satu Anak dari Firdaus yang merupakan cicit Abdurrahman Keling belum lama ini.
Salah satu bangunan peninggalan sejarah masa lampau, rumah Abdurrahman Keling [Tambi] ternyata kondisinya cukup memprihatinkan. Bangunan yang terletak di pinggir jalan itu butuh pemugaran sesegera mungkin.
Renovasi tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. Sebab, rumah tua ini mulai digerogoti kerusakan di beberapa bagiannya [baik luar dan dalam].
"Untuk beberapa kamar sudah tidak bisa dipakai. Kami tidak menjamin kekuatannya," kata Syahrijal lagi.
Walau gejala kerusakan sudah ada, cita-cita memugar rumah Abdurrahman Keling mendapat tantangan besar. Kendala yang dihadapi adalah terkait dana.
"Inginnya (Uyut Abdurrahman Keling) sesegera mungkin (direnovasi). Tapi enggak ada yang bayarin," sambung dia.
Syahrijal menyebut, walau harus dianalisis lagi, dari hasil pendokumentasiannya, bagian rumah yang harus diperbaiki ada pada strukturnya.
"Kerusakan utamanya, kita harus memperbaiki struktur rumah ini. Pada 200 tahun dia (Abdurrahman Keling) pakai konstruksi sangat sederhana dan Uyut Abdurrahman Keling notabene bukan arsitek," papar dia.
Dia menegaskan, nantinya jika pemugaran sudah dimulai, keaslian seluruh bangunan akan dijaga. Sebisa mungkin seluruh bagian bangunan ketika pemugaran, menggunakan material yang sama seperti saat pembangunan rumah dilakukan.
"Jangankan pemugaran penelitian nggak boleh [rusak fondasi]. Keaslian bangunan harus dijaga, tak hanya penampakannya tapi juga material kita coba seasli-aslinya," tuturnya.
Ketika ditanya bagaimana cara mendapatkan dana untuk pemugaran, Syahrijal mengaku, belum begitu memikirkan akan meminta bantuan ke mana. Namun, mereka menyatakan siap mencari sumber dana tersebut.
"Mudah-mudah jalan [pemugaran rumah Abdurrahman Keling] bisa dengan adanya CSR saya akan coba cari," kata Syahrijal.
Terkait beberapa jumlah total biaya, Syahrijal belum bisa memastikan secara rinci. Namun, kemungkinan besar menghabiskan dana ratusan juta rupiah juga.
"Ini memang membutuhkan dana besar sampai ratusan juta kalau kita mau restorasi sampai ke bawah," pungkasnya.
Rumah tua Abdurrahman Keling [Tambi] merupakan objek Cagar Budaya di Kabupaten Lingga yang memiliki nilai historis dan budaya yang berada di lintasan jalan protokol Kabupaten Lingga kini semakin hari kian mengarah ambruk dan kondisinya sangat memprihatinkan.
Terlihat dari depan kondisi bangunan sudah banyak yang mulai rapuh dan atapnya juga terlihat bocor disana sini membuat bangunan ini semakin rawan keruntuhan.
Bahkan tiang penyangga depan teras pun sudah mulai kropos dimakan cuaca dan alam yang terbiarkan tanpa sedikitpun terlihat perhatian pemerintah setempat.
Rumah tua yang diperkirakan berusia 200 tahun itu tetap berdiri kokoh di bagian depan dibangun hanya saja kondisi bangunan pada ruang dalam hampir seluruhnya sudah mulai rusak.
Ruang bangunan dalam hingga kamar Abdurrahman Keling yang memiliki nilai sejarah hampir seluruhnya mulai hancur dimakan usia.
Baik lantai dinding maupun atapnya sudah mulai mengalami kerusakan.
Rumah tua yang bersejarah itu tidak mendapatkan UU perlindungan Cagar Budaya, ini menjadi penyebab belum ditetapkannya dan tidak mendapatkan perhatian khusus untuk memperoleh perawatan dan pemeliharaan serta perlindungan dari pemerintah.
"Memang banguann ini sangat potensial untuk dijadikan salah salah satu destinasi wisata di Kabupaten Lingga, tetapi keluarga belum ingin memberikan untuk dialihkan pada pihak BPCB," kata Syahrijal lagi.
Tetapi salah seorang pengamat cagar budaya Zulkifli Harto pernah mengaku didepan wartawan, menyebutkan sangat prihatin melihat beberapa rumah tua baik yang sudah dilindungi cagar budaya maupun yang belum kondisi bangunannya memprihatnkan.
"Hanya sayangnya potensi yang begitu besar dan banyak di daerah ini sangat minim perhatian dari pemerintah maupun masyarakat setempat," kata dia.
Masa dahulu dan sejarahnya, Tambi Abdurrahman bin Muhammad [Apak] berasal dari negeri Sailon [Sri Lanka], datang ke Lingga berniaga permata dan kain–kain yang di bawa dari negeri asalnya.
Tambi Abudarrahman merupakan Kepala dari orang–orang Keling yang berada di Lingga, di perkirakan semasa Sultan Abdurrahman Muazzamsyah [1884 – 1911], orang-orang Keling yang pada waktu itu sebagian sebagai pekerja.
Atas kepercayaan dari pihak Kerajaan dan Belanda beliau mendapat anugrah dengan Jabatan Letnan, dan ia juga menjabat sebagai anggota ahli Al Mahkamah kerajaan di Lingga, Peninggalan yang dapat di lihat pada masa sekarang ini, adalah Rumah tempat tinggalnya, yang sangat unik yang mempunyai ciri khas tersendiri, seperti ukiran dan kaligrafi. Pengrajinnya orang Bugis yang di datangkan dari Singapura bernama Djumahat.
Penghuni rumah sekarang ini adalah keluarga Abdul Gani, suami dari Almarhumah Aisyah cucu dari pada Letnan Abdurrahman, dan anaknya bernama Topik, Maharani, Fauzi, Zulkifli, Anuar, Hidayat, Firdaus, Elmizan dan Safri.
Pada masa Kesultanan Riau-Lingga, di Daik sudah ada orang–orang India, Cina dan Arab.
Mereka datang selain berdagang, bekerja dan menyebarkan agama. Orang- orang India yang datang kemudian menetap di Daik, lalu membangun pemukiman orang–orang india, kampung itu di kenali dengan Kampung Keling yang bersebelahan dengan Kampung Bugis dan Kampung Cina, namun pada masa kini hanya menyisakan lokasi saja, karena telah banyak berdiri bangunan baru.
Di lokasi dulunya terdapat sebuah Surau dengan nama Surau Keling, di situlah orang–orang India yang ada menunjukkan mayoritas beragama Islam, sekarang surau sudah tidak ada lagi, di lokasi bekas tapak surau telah didirikan rumah masyarakat.
Keturunan India yang ada di Daik sekarang telah menjadi orang–orang Melayu, masih dapat melihat mereka yang masih mempunyai ciri khas berwajah India.
Rumah Abdurrahman memiliki karakteristik rumah melayu.
Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan tiang-tiang untuk menopang bangunan rumah [rumah panggung].
Meskipun Abdurrahman berasal dari Sailon [Srilanka] sang pemilik rumah lebih mengadaptasi arsitektur lokal.
Selain tiang, penggunaan dinding-dinding vertical yang tinggi juga menjadi salah satu unsur dari rumah melayu.
Berdasarkan posisi rumah terhadap jalan raya, rumah Abdurrahman memiliki perabung atap yang sejajar dengan jalan raya sehingga disebut rumah perabung panjang.
Hal ini juga dipengaruhi oleh arsitek rumah sendiri yang berasal dari Bugis. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya unsur pengaruh arsitektur Srilanka [Ornamen hias pada dinding].
Penggunaan arsitektur lokal juga dapat dipahami sebagai cara beradaptasi dengan lingkungan [supaya rumah tidak terendam air pasang]. (*)
Tags : rumah tua, daik lingga, kepri, rumah kediaman abdurrahman keling, sahabat sultan lingga, rumah tua nyaris ambruk, riaupagi.com, News Daerah,