PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pemerintah menjalankan skema Gross Split di perusahaan minyak dan gas (Migas) untuk mewujudkan bagi hasil kontrak yang berkeadilan.
"Demi mewujudkan energi yang berkeadilan skema gross split untuk perhitungan bagi hasil kontrak pengelolaan wilayah kerja Minyak dan Gas Bumi (Migas)."
"Skema Gross Split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara Pemerintah dan Kontraktor Migas di perhitungkan dimuka," kata H Darmawi Wardhana Zalik Aris SE, Koordinator Investigation Corruption Indonesian (ICI) dalam bincang-bincangnya belum lama ini.
Menurutnya, melalui skema gross split, negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sehingga penerimaan negara menjadi lebih pasti.
"Negara tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting, serta pembagian hasil masih ditangan negara. Oleh karenanya, penerapan skema ini diyakini akan lebih baik dari skema bagi hasil sebelumnya," kata dia.
Bagaimana perhitungan Skema Gross Split?
Perhitungan gross split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang pasti, terdapat pada presentase Base Split.
"Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur menjadi bagian Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas bumi, bagian Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%," jelasnya.
Disamping presentase base split, baik Negara dan Kontraktor dimungkinkan mendapatkan bagian lebih besar dengan penambahan perhitungan dari 10 Komponen Variabel dan 2 Komponen Progresif lainnya. Hal ini membuat skema Gross Split menarik bagi para investor untuk mengelola wilayah kerja migas, termasuk wilayah kerja non-konvensional yang memiliki tantangan lebih besar.
Lalu apa yang membedakan skema Gross Split dengan skema Cost Recovery yang selama ini berlaku?
Darmawi menilai tren cost recovery relatif meningkat tiap tahun. Cost recovery pada tahun 2010 sekitar US$ 11,7 miliar dan meningkat menjadi US$ 16,2 miliar pada tahun 2014.
Tetapi menurutnya dengan skema gross split, biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor. Tidak seperti kontrak bagi hasil skema cost recovery, dimana biaya operasi (cost) pada akhirnya menjadi tanggungan Pemerintah.
"Kontraktor akan terdorong untuk lebih efisien karena biaya operasi merupakan tanggung jawab Kontraktor. Semakin efisien Kontraktor maka keuntungannya semakin baik," ujarnya.
Seperti diketahui, untuk mendukung penerapan sistem bagi hasil ini, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil Gross Split.
Jadi kontrak wilayah kerja yang menerapkan skema gross split ini diantaranya, Kontrak Wilayah Kerja (WK) Offhore North West Java (ONWJ) yang dikelola oleh Pertamina Hulu Energi (PHE). Penerapan Skema Gross Split akan difokuskan kepada Kontrak WK perpanjangan dan Kontrak WK baru, sehingga kontrak WK yang masih berjalan tetap dihormati hingga waktu kontrak berakhir.
Gross Split atau Cost Recovery
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan keleluasaan bagi investor terkait bentuk kontrak kerja sama minyak dan gas bumi (Migas).
"Investor boleh memilih boleh memakai skema gross split atau cost recovery," kata Darmawi lagi menggambarkan perkembangan terkini.
Tetapi seperti dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif tanggal 15 Juli 2020 lalu.
Permen ini berlaku mulai tanggal diundangkan. Perubahan ini untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan investasi di bidang kegiatan usaha hulu migas.
Beberapa pasal yang diubah adalah Pasal 2 dan 4 yang mengatur mengenai bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Pemerintah juga menghapus ketentuan Pasal 24 yang mengatur mengenai pemberlakuan Kontrak Bagi Hasil Gross Split bagi pengelolaan terhadap wilayah kerja yang akan berakhir jangka waktu kontraknya dan tidak diperpanjang, serta wilayah kerja yang akan berakhir dan diperpanjang.
Selain itu, Permen ini menghapus Pasal 25 huruf b, mengubah huruf d dan menambahkan satu huruf yaitu e.
Ketentuan Pasal 2 mengalami perubahan, sehingga Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Menteri (ESDM) menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama yang akan diberlakukan untuk suatu wilayah kerja dengan mempertimbangkan tingkat resiko, iklim investasi dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara.
Pasal 2 ayat 2 menyatakan, penetapan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama dapat menggunakan bentuk:
a. Kontrak Bagi Hasil Gross Split
b. Kontrak Bagi Hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi, atau
c. Kontrak kerja sama lainnya.
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 3, dalam hal Menteri (ESDM) menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2, paling sedikit memuat persyaratan yaitu kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan, pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas dan modal dan resiko seluruhnya ditanggung Kontraktor.
"Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 2 huruf a, menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif," demikian bunyi Pasal 4 dikutip Minggu, 2 Agustus.
Pasal 25 juga diubah sehingga menjadi:
a. Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
b. Dihapus
c. Kontraktor yang kontrak kerja samanya telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dapat mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja samanya menjadi Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
d. Dalam hal Kontraktor mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, biaya operasi dapat diperhitungkan menjadi tambahan split bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1.
e. Terhadap penunjukan PT Pertamina (Persero) atau afiliasinya sebagai pengelola wilayah kerja baru yang kontrak kerja samanya belum ditandatangani, Menteri menetapkan bentuk kontrak kerja samanya.
Aturan ini menghapus Pasal 25A. (*)
Tags : Gross Split, Skema Gross Split, Perusahaan Migas, Pemerintah Jalankan Skema Gross Split, Gross Split Bagi Hasil Kontrak Berkeadilan,