Kesehatan   2021/07/26 21:24 WIB

Kontroversi 'Obat Covid' Diklaim Bisa Menyembuhkan, Tapi Belum Terbukti

Kontroversi 'Obat Covid' Diklaim Bisa Menyembuhkan, Tapi Belum Terbukti

KESEHATAN - Dengan maraknya varian Delta di Indonesia, klaim menyesatkan tentang produk yang dapat menyembuhkan dan mencegah Covid semakin meningkat. Banyak rumah sakit berjuang untuk mengatasi lonjakan jumlah pasien dan kekurangan oksigen, dan orang-orang semakin putus asa untuk mendapatkan bantuan untuk keluarga atau teman yang sakit.

Terlihat beberapa contoh kesalahan informasi kesehatan yang dibagikan.

1. Klaim bahwa obat anti-parasit telah disetujui

Ada semakin banyak orang yang berbagi klaim tentang penggunaan obat anti-parasit, Ivermectin. Minat terhadap obat ini melonjak setelah laporan media lokal dengan keliru mengatakan bahwa pihak berwenang Indonesia telah memberikannya persetujuan darurat. Namun obat tersebut masih menjalani uji coba, dan sejauh ini belum terbukti sebagai obat untuk Covid.

Laporan tersebut didasarkan pada pernyataan 15 Juli yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM). Namun tak lama kemudian, kepala BPOM, Penny Lukito, mengatakan kepada media setempat bahwa tidak ada persetujuan darurat yang diberikan kepada Ivermectin. Kebingungan muncul karena obat itu dimasukkan ke dalam daftar bersama dengan obat lain, dua di antaranya memiliki persetujuan darurat.

Penny Lukito menjelaskan bahwa Ivermectin dimasukkan dalam kelompok itu karena sedang menjalani uji klinis di delapan rumah sakit, tetapi hasilnya mungkin baru keluar pada bulan Oktober. Sampai sekarang, belum ada persetujuan yang diberikan. Ivermectin sudah dipromosikan sebagai pengobatan oleh beberapa tokoh masyarakat, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa obat itu harus digunakan hanya dalam kondisi klinis tertentu.

Praktisi kesehatan Reza Gunawan telah mempromosikan Ivermectin di akun Twitter-nya, yang memiliki lebih dari 350.000 pengikut. Ketika kami bertanya mengapa dia melakukan ini, dia menjawab: "Ivermectin relatif aman, murah, efektif, cepat, mudah diberikan, dan dapat melengkapi program vaksinasi yang sedang berjalan."

Dia menambahkan bahwa dia bukan seorang dokter medis. Produsen obat, Merck, mengatakan bahwa belum ada studi ilmiah yang membuktikan Ivermectin bekerja melawan Covid-19. Dr Dicky Budiman, seorang ahli epidemiologi di Universitas Griffith Australia, mengatakan obat itu tidak boleh digunakan tanpa pengawasan, dan mungkin ada "efek samping yang sangat serius jika tidak digunakan di bawah pengawasan dokter". Ada beberapa negara, termasuk Inggris, yang menyelidikinya sebagai pengobatan yang mungkin.

2. Klaim susu menghasilkan antibodi

Beberapa video yang menunjukkan orang Indonesia bergegas membeli susu Bear Brand Nestle viral. Hal ini terjadi setelah muncul klaim di media sosial dan grup WhatsApp bahwa meminum susu merek ini bisa menghasilkan antibodi Covid. Harga susu melonjak hingga 455%. Tidak jelas dari mana klaim ini berasal, dan tidak ada bukti bahwa minum susu dapat menghasilkan antibodi Covid. Nestle di Indonesia mengatakan bahwa perusahaannya tidak pernah mengklaim produk mereka dapat menghasilkan respons antibodi Covid, yang hanya dapat berasal dari vaksin atau infeksi sebelumnya.

3. 'Peningkat kekebalan' dan obat alami

Unggahan media sosial dibagikan secara luas tentang produk yang disebut propolis, yang digambarkan sebagai penguat kekebalan. Klaim ini beredar di Twitter dan Facebook, dengan banyak yang mengklaim bahwa produk tersebut membantu melindungi Anda dari Covid-19. Propolis adalah zat alami yang diproduksi oleh lebah dan dijual sebagai obat alternatif untuk mengobati peradangan atau luka.

Obat itu telah bersertifikat untuk dijual di Indonesia sejak 2018 sebagai obat tradisional dan suplemen kesehatan oleh regulator makanan dan obat-obatan negara. "British propolis" memiliki akun Instagram resmi yang mengklaim dapat membantu melawan virus, tetapi tidak secara khusus untuk Covid-19. Namun, satu unggahan yang kami lihat di akun resmi mengatakan produk ini adalah tambahan "selain memakai masker" yang mengacu pada "pencegahan dari dalam dengan meningkatkan daya tahan tubuh."

Tidak ada bukti bahwa produk itu bisa melakukan apa pun untuk mencegah infeksi Covid. Kami menghubungi perusahaan yang memasarkan produk di Indonesia untuk menanyakannya, tetapi tidak ada tanggapan saat berita ini dipublikasi. Ada banyak klaim tentang "peningkat kekebalan" selama pandemi, tidak hanya di Indonesia tetapi di banyak negara lain.

Dr Faheem Younus, kepala departemen penyakit menular di University of Maryland di AS dan menangani mitos kesehatan di akun Twitter-nya tentang klaim bahwa Anda dapat mencegah Covid dengan cara ini. Dia mengatakan istilah "peningkat kekebalan" sangat umum, dan tidak ada bukti produk-produk itu bisa bekerja melawan Covid. Kami juga telah melihat klaim yang dibagikan di media sosial seputar penggunaan obat alami lainnya untuk melawan Covid di Indonesia. Misalnya, ada anjuran agar Anda minum atau menghirup minyak kayu putih untuk mencegah virus corona.

Sekali lagi, produk ini tidak terbukti bekerja melawan Covid-19. Minyak ini memiliki sifat yang mirip dengan minyak eucalyptusdan ternyata jika terhirup dapat menyebabkan masalah pernapasan dan terbukti berbahaya. Covid di Indonesia: Lonjakan kasus, paparan hoaks, dan apatisme masyarakat yang 'belum percaya 100%' Sebagian kecil masyarakat Indonesia "menolak menaati protokol kesehatan karena terpapar berita menyesatkan, namun sebagian lainnya bersikap apatis lantaran tidak mendapat keteladanan dari pejabat pemerintah" terkait penanganan Covid-19, kata pengamat.

Windhu Purnomo selaku ahli penyakit menular dari Universitas Airlangga, Surabaya, mengatakan sebagian masyarakat mempercayai informasi Covid-19 yang disampaikan pemerintah jika narasi para pejabat publik tidak saling bertentangan. Dia mencontohkan kebijakan pemerintah tentang larangan mudik Lebaran, namun di sisi tidak melarang kunjungan ke lokasi wisata. "Itu memperburuk persepsi masyarakat, 'loh berarti tidak ada apa-apa, wong piknik boleh kok'," ungkap Windhu, memberikan contoh dirilis BBC News Indonesia, Rabu (16/06).

Sementara, pengamat kebijakan kesehatan dari Universitas Indonesia, Hermawan Saputra, menganggap selain kejenuhan, apatisme itu dilatari pula aspek keteladanan. "Masyarakat tidak bisa kita salahkan. Kejenuhan pasti ada, tetapi keteladanan kebijakan, penegakan hukum itu juga dilihat sebagai faktor pengabaian dan apatisme, karena sudah 15 bulan berlalu," ujarnya, Rabu malam.

Di sisi lain, Windhu dan Hermawan tidak memungkiri bahwa ada sebagian kecil masyarakat di Indonesia yang sejak awal tidak memahami dan termakan oleh hoaks. Sampai Rabu (16/06) malam, permintaan wawancara BBC News Indonesia kepada Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, belum mendapat respons. Namun sebelumnya, seorang pejabat Satuan Tugas Penanganan Covid-19, akhir tahun lalu, pernah menyatakan masih ada sekitar 17% masyarakat Indonesia yang tidak percaya adanya wabah Covid-19.

Karena itulah, mereka membutuhkan kerja sama semua pihak, termasuk tokoh masyarakat, agar bekerja lebih keras lagi, terutama untuk memberikan literasi dan edukasi kepada masyarakat. Pemerintah juga melibatkan tokoh masyarakat, termasuk ulama, untuk mengampanyekan supaya masyarakat menaati protokol kesehatan. Setelah periode liburan lebaran, ada lonjakan kasus covid-19 di Indonesia, yang berkisar dari 100% hingga 2.000% di sejumlah daerah.

Pengamat kesehatan kemudian mengusulkan agar pemerintah menerapkan pembatasan lebih ketat secara lebih luas, namun pemerintah masih memprioritaskan pembatasan dalam skala mikro. (*)

Tags : Kontroversi Obat Covid, Bisa Menyembuhkan, Obat Covid Belum Terbukti,