Internasional   2021/09/13 22:11 WIB

Korea Utara Tembakkan Rudal Jelajah Jarak Jauh, Mendapatkan Reaksi PBB

Korea Utara Tembakkan Rudal Jelajah Jarak Jauh, Mendapatkan Reaksi PBB
Media pemerintah Korea Utara merilis foto peluncuran rudal jelajah. (KCNA)

INTERNASIONAL - Korea Utara baru-baru ini menguji coba sebuah rudal jelajah jarak jauh anyar yang diperkirakan dapat menghantam sebagian besar wilayah Jepang, kata media pemerintah Korut pada Senin.

Tes yang dilakukan pada akhir pekan lalu itu menunjukkan rudal tersebut bisa meluncur hingga sejauh 1.500 kilometer, ungkap KCNA. Meski begitu, peluncuran rudal ini tak melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Di masa lalu, pelanggaran sanksi oleh Korea Utara telah menyebabkan sanksi keras terhadap negara ini. Uji coba ini mengisyaratkan bahwa Korut masih mampu mengembangkan persenjataan meski tengah didera kekurangan pangan dan krisis ekonomi.

KCNA juga menyebut bahwa uji coba rudal jelajah ini memberikan "signifikansi strategis untuk memiliki sarana pencegahan efektif lain, untuk menjamin keamanan negara dan secara kuat menahan manuver militer dari pasukan musuh". Ini adalah rudal jelajah jarak jauh pertama negara tersebut yang mungkin mampu membawa hulu ledak nuklir, menurut analis Korea Utara Ankit Panda.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan pemerintahnya "prihatin" dan bekerja sama dengan AS dan Korea Selatan untuk memantau situasi, menurut Reuters. Pasukan militer AS berkata, uji coba yang dilakukan Korea Utara menunjukkan bahwa mereka "terus fokus untuk mengembangkan program militernya dan mengancam negara-negara tetangga serta komunitas internasional".

Pernyataan tersebut juga menambahkan bahwa komitmen AS untuk membela sekutunya, Korea Selatan dan Jepang, "tetap kuat". Sementara itu, militer Korea Selatan mengatakan pihaknya tengah melakukan analisis mendalam dari peluncuran rudal tersebut bersama otoritas intelijen AS, menurut kantor berita Yonhap. Pejabat tingkat tinggi dari AS, Korea Selatan, dan Jepang akan bertemu pada pekan ini untuk membahas proses denuklirisasi Korea Utara.

Apakah peluncuran uji coba rudal ini merupakan masalah besar?

Alasan mengapa beberapa orang menganggap uji coba rudal ini tak berbahaya adalah karena ini merupakan rudal jelajah. Rudal jenis ini tidak termasuk dalam daftar sanksi dari Dewan Keamanan PBB, yang saat ini diberlakukan untuk menghentikan program nuklir Korea Utara. Beberapa mungkin melihatnya sebagai provokasi tingkat rendah dari Pyongyang. Korut mungkin sedang mengetes untuk melihat reaksi seperti apa yang akan mereka dapatkan. Tes rudal ini tak masuk dalam pemberitaan utama di Korea Selatan, juga tidak ada di halaman depan surat kabar Korea Utara.

Permasalahannya, Korea Utara sekali lagi membuktikan bahwa mereka bisa mengembangkan persenjataan baru dan berbahaya, meski tengah disanksi keras oleh internasional. Rudal jelajah seperti ini terbang rendah dan sulit dideteksi. Jarak 1.500 kilometer yang bisa ditempuhnya berarti sebagian besar Jepang bisa terjangkau oleh rudal tersebut.

Media pemerintah juga menyebut rudal ini "strategis", yang biasanya berarti rezim Korea Utara berharap bisa menempatkan hulu ledak nuklir di atasnya. Para analis belum yakin apakah Korea Utara bisa membuat hulu ledak nuklir dengan ukuran kecil sehingga pas untuk ditempatkan pada rudal jelajah. Namun melihat bagaimana kemajuan yang bisa dicapai negara yang penuh rahasia ini, tidak ada yang berani berspekulasi.

Pyongyang mungkin tak banyak bicara sejak dialog antara Donald Trump dan Kim Jong-un gagal di Hanoi pada 2019. Namun bukan berarti para pengembang persenjataan mereka turut diam dan tak bekerja. Sanksi dari Dewan Keamanan PBB melarang Korea Utara melakukan uji coba rudal balistik. PBB menganggap rudal balistik jauh lebih berbahaya ketimbang rudal jelajah karena bisa membawa muatan yang lebih besar dan lebih kuat, memiliki daya jangkau lebih jauh, dan dapat terbang lebih cepat.

Rudal balistik ditenagai oleh roket dan memiliki lintasan balistik yang seperti busur, sementara rudal jelajah ditenagai oleh mesin jet dan tebang pada ketinggian lebih rendah. Pada Maret, Korea Utara menentang sanksi DK PBB dan melakukan uji coba rudal balistik, yang memicu teguran keras dari AS, Jepang, dan Korea Selatan. Peluncuran rudal ini dilakukan hanya beberapa hari setelah parade militer yang tak semegah biasanya diadakan di Pyongyang untuk memperingati berdirinya 75 tahun negara komunis tersebut.

Sebelumnya, dalam parade militer yang terakhir diadakan itu, tidak ada pamer senjata rudal. Sebagai gantinya, foto-foto yang disediakan oleh media pemerintah menampilkan pasukan tentara dan pekerja mengenakan baju hazmat dalam parade yang diselenggarakan malam hari tersebut. Pemimpin negara Kim Jong-un, yang tampak lebih kurus, terlihat di antara kerumunan warga dan memeluk anak-anak.

Korea Utara tengah mengalami kekurangan makanan dan krisis ekonomi yang lebih parah karena pandemi Covid-19. Pada Kamis, media pemerintah juga merilis foto-foto truk pemadam kebakaran, traktor, dan kembang api yang juga ditampilkan dalam parade. Di salah satu bagian parade tersebut, muncul pasukan berpakaian baju hazmat merah terang, lengkap dengan masker gas.

Ini mungkin merupakan pertanda bahwa pasukan khusus telah dibentuk untuk membantu mencegah penyebaran Covid-19. Presiden China Xi Jinping mengirim pesan ucapan selamat untuk Kim Jong-un, menurut laporan media pemerintah China. China adalah sekutu politik dan ekonomi terkuat dan paling setia Korea Utara. Korea Utara juga bergantung pada tetangganya itu untuk mendapatkan makanan, pupuk, dan bahan bakar.

Namun perdagangan di antara kedua negara merosot sejak Korut menutup perbatasan mereka pada Januari 2020 demi mencegah masuknya Covid-19. Di waktu berbeda, Pyongyang juga menolak tiga juta dosis vaksin dari China.Per 19 Agustus, Korea Utara mengatakan tidak ada kasus Covid-19 di negaranya, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), meski banyak kritikus yang meragukannya.

Sebanyak 37.291 orang — termasuk pekerja kesehatan dan mereka yang mengalami gejala seperti flu — telah dites Covid dan semuanya negatif, kata WHO dalam laporan mingguan mereka. Meski begitu, Kim Jong-un sebelumnya mengakui bahwa negaranya tengah menghadapi krisis pangan, di tengah laporan dari lembaga-lembaga bantuan tentang orang-orang yang meninggal karena kelaparan dan perekonomian yang memburuk.

Namun ambisi nuklir Korut belum juga surut. Pada bulan lalu, badan nuklir PBB mengatakan negara tersebut tampaknya telah mengoperasikan kembali sebuah reaktor yang dapat memproduksi plutonium untuk persenjataan nuklir. Perkembangan ini disebut "sangat meresahkan" oleh PBB. (*)

Tags : Korea Utara, Politik, Virus Corona ,