
PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) atas laporan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2024.
Laporan tersebut sebelumnya disampaikan oleh advokat Bobson Samsir Simbolon SH pada pertengahan Juni lalu.
Kepada wartawan di Jakarta, Senin, 30 Juni 2025, Bobson mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima surat balasan dari KPK tertanggal 30 Juni 2025.
Dalam surat yang ditandatangani Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Marjono, KPK menyampaikan apresiasi atas peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi serta meminta pelapor untuk melengkapi dokumen pendukung.
“Saya diminta melengkapi uraian fakta peristiwa dan data yang relevan terkait dugaan Tipikor tersebut,” kata Bobson.
Bobson menyebut sejumlah pihak di Riau, termasuk pejabat dan tokoh lokal, menghubungi dirinya pasca pelaporan ke KPK.
“Beberapa meminta bertemu, tapi saya tolak. Ada tekanan, tapi saya tetap pada posisi mendukung penegakan hukum,” ujarnya.
Laporan dugaan korupsi tersebut disampaikan langsung oleh Bobson ke bagian Pengaduan Masyarakat KPK, pada Jumat, 13 Juni 2025.
Melalui surat resmi Law Firm Bellator dengan nomor 21/Peng.Pid/KL/LFB/M/VI/2025, Bobson menyampaikan berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
“Dugaan penyimpangan ini kami dasarkan pada temuan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta regulasi keuangan yang berlaku,” kata Bobson.
Ia menyoroti bahwa Pemprov Riau menyusun pendapatan daerah secara tidak realistis dan tidak terukur.
Hal ini berdampak pada gagalnya penyelesaian kewajiban jangka pendek seperti utang belanja tahun sebelumnya dan dana bagi hasil ke kabupaten/kota (PFK).
Dalam laporan yang diterima redaksi, Bobson merinci bahwa Pemprov Riau pada TA 2024 masih menanggung utang PFK sebesar Rp40,8 miliar dan utang belanja mencapai Rp1,76 triliun.
Selain itu, penggunaan kas daerah untuk menutupi kekurangan dana PFK sebesar Rp39,2 miliar dinilai melanggar ketentuan.
“Terjadi juga ketekoran kas di Sekretariat DPRD Riau sebesar Rp3,3 miliar, serta belanja perjalanan dinas dengan indikasi kerugian daerah sebesar Rp16,9 miliar,” ungkapnya.
Semua temuan tersebut merujuk pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan yang diterbitkan BPK Perwakilan Riau pada 26 Mei 2025.
Laporan itu mengungkap adanya kelemahan serius dalam sistem perencanaan dan pelaksanaan APBD Riau 2024.
Bobson juga menyoroti Nota Kesepakatan Perubahan APBD 2024 antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau yang dinilainya tidak mencerminkan kemampuan keuangan daerah.
Nota itu ditandatangani oleh Ketua TAPD Riau, SF Hariyanto, serta tiga pimpinan Banggar DPRD Provinsi Riau.
Bobson berharap KPK segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan penyelidikan.
Ia menyebut unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi.
“Laporan ini kami lengkapi dengan dokumen pendukung, termasuk salinan hasil audit BPK, rincian alokasi anggaran, dan kronologi proses pengambilan keputusan anggaran,” tegasnya.
Bobson membenarkan bahwa laporan dugaan korupsi Rp1,8 triliun di Riau, gayung bersambut dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditindaklanjuti dan diminta untuk melengkapi data.
Pada 13 Juni 2025 lalu, Bobson melaporkan hal ini ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta.
Di tangan kirinya mengepit map berisikan setumpuk dokumen yang diklaimnya sebagai bukti awal dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2024.
Dokumen itu kini telah membuka pintu awal pemeriksaan KPK.
Dua minggu setelah pelaporan itu, tepat pada Senin, 30 Juni 2025, Bobson menerima surat balasan dari KPK.
Isinya menyebutkan bahwa lembaga antirasuah tersebut sedang melakukan pengumpulan bahan dan keterangan atau pulbaket atas laporan tersebut.
Surat KPK dengan nomor R/2829/PM.00.00/30-35/06/2025 itu ditandatangani Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Marjono.
“Saya diminta melengkapi uraian fakta dan data relevan. Insya Allah dalam dua bulan akan saya serahkan,” ujar Bobson.
Beberapa pihak, pengakuan Bobson mencoba menghubungi dan bahkan mengajak bertemu setelah laporan itu ramai diberitakan.
“Ada tekanan, tapi saya tetap pada posisi mendukung penegakan hukum,” kata Bobson, tanpa menyebut nama.
Laporan yang diajukan Bobson mengandung tudingan cukup serius. Dalam surat resmi Law Firm Bellator bernomor 21/Peng.Pid/KL/LFB/M/VI/2025, ia menyampaikan dugaan penyimpangan pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban keuangan daerah. Angka dugaan kerugian negara yang disebut mencapai Rp1,8 triliun.
Salah satu fokus tuduhannya adalah penyusunan pendapatan daerah yang dinilai tidak realistis, menyebabkan utang belanja menumpuk dan Dana Bagi Hasil (PFK) kepada kabupaten/kota tidak tersalurkan tepat waktu.
“Pemprov Riau masih menanggung utang PFK sebesar Rp40,8 miliar dan utang belanja mencapai Rp1,76 triliun,” sebut Bobson.
Bobson mengungkap penggunaan kas daerah sebesar Rp39,2 miliar untuk menutupi kekurangan PFK yang dianggap melanggar aturan.
Ada pula indikasi kekurangan kas di Sekretariat DPRD Riau sebesar Rp3,3 miliar serta dugaan belanja perjalanan dinas dengan potensi kerugian Rp16,9 miliar.
Seluruh dugaan itu, menurut Bobson, bersumber dari laporan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan yang diterbitkan 26 Mei 2025, BPK menggarisbawahi lemahnya pengelolaan APBD Riau 2024.
Ia juga menyoroti Nota Kesepakatan Perubahan APBD 2024 yang ditandatangani oleh Ketua TAPD Riau S.F. Hariyanto dan pimpinan Banggar DPRD Riau, Yulisman, Agung Nugroho, serta Hardianto.
Nota itu dinilainya tidak merefleksikan kondisi keuangan sebenarnya.
Menurut Bobson, unsur pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terpenuhi.
Ia mengaku telah menyertakan dokumen pendukung seperti salinan audit BPK, rincian alokasi anggaran, hingga kronologi proses penganggaran.
Kini, semua mata menunggu langkah lanjutan KPK. Sementara itu, Bobson menegaskan tidak akan mundur. “Ini bukan soal politik. Ini soal tanggung jawab terhadap hukum dan publik,” katanya mantap. (*)
Tags : dugaan tipikor, audit bpk, sf hariyanto, pulbaket, tahun 2024, advokat, komisi pemberantasan korupsi, kpk, tahun anggaran 2024, bobson samsir simbolon, keuangan pemprov riau, ketua tapd riau, banggar dprd provinsi riau, News,