PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memberikan contoh dalam penanganan perkara Hak Guna Usaha (HGU) yang ada di Riau, tetapi kasusnya tetap marak.
"Selain perkara kasus HGU, KPK juga menangani kasus korupsi pertanahan di Indonesia."
“(Penyebabnya) minim anggaran pengawasan HGU dan tidak dibangun mekanisme pengawasan berbasis risiko dan teknologi. Akibatnya terjadi ketidakpatuhan pelaksanaan kewajiban pemegang HGU dan potensi tumpang tindih tinggi,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, dalam keterangan persnya, Kamis (5/1/2023) kemarin.
Pahala Nainggolan menjelaskan dalam beberapa periode terakhir, KPK juga menangani kasus korupsi pertanahan di Indonesia. Salah duanya, adalah suap hak guna usaha (HGU) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau dan Kalimantan Barat.
Dalam perkara suap pengurusan hak guna usaha lahan di Riau, diketahui pihak swasta bermufakat dengan pihak BPN dalam pengurusan dan perpanjangan HGU. Sehingga telah diduga adanya tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji. KPK pun telah melakukan penahanan kepada para tersangka pada 2022.
Pahala melanjutkan, setelah dilakukan monitoring, konflik HGU disebabkan oleh lemahnya pengawasan. Di mana Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 tidak mengatur sanksi tegas terkait pelanggaran kewajiban HGU. Juga pengawasan atau pemeriksaan kepatisan HGU sejauh ini masih minim karena hanya dilakukan secara sampling satu pemegang HGU/Kantah per tahun.
Di sisi lain, KPK juga menemukan penyimpangan SOP penerbitan HGU masih marak terjadi. Ditemukan 61 persen pelayanan HGU 2021 melebihi SLA. Rata-rata penyimpangan waktu penerbitan dari SLA adalah empat sampai 12 bulan. Penyimpangan waktu layanan paling lama adalah SK Perpanjangan HGU Badan Hukum yakni 269 hari.
Sementara jumlah layanan paling banyak melebihi SLA ialah SK pemberian HGU Badan Hukum sebesar 90 persen. Dari hasil survei, Kantah Kabupaten Kutai Timur paling banyak melebihi SLA (60 persen). Pun, ditemukan penambahan biaya tidak resmi penerbitan HGU mencapai 250 persen.
Berbagai penyimpangan ini disebabkan karena tidak adanya pedoman atau petunjuk teknis penilaian kesesuaian berkas HGU untuk pemeriksa dokumen di BPN. Belum ada integrasi data antar-instansi terkait (KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian) untuk memastikan proses verifikasi atau pemeriksaan akurat.
“Akibatnya proses HGU yang menjadi kewenangan pusat memakan waktu lama dan (terdapat) potensi suap atau pungli untuk mempercepat layanan,” ujar Pahala.
Sementara maraknya kasus HGU ini, Ketua Komisi II DPRD Riau, Zulfi Mursal juga prihatin tentang masalah pertanahan di Riau, khususnya terkait izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang masih menjadi sorotan.
Pengurusan perpanjangan HGU kerap menyeret pejabat ke ranah hukum. Salah satunya kasus korupsi pengurusan dan perpanjangan HGU 3.300 hektare di Kabupaten Kuansing yang berujung penahanan Kepala Kanwil BPN Riau, M Syahrir oleh KPK.
Zulfi mengatakan, tak cuma lembaga vertikal, pemerintah daerah pun bisa jadi terlibat. Menurutnya rekomendasi HGU yang dikeluarkan pemerintah daerah perlu dievaluasi.
"Kita rekomendasikan agar daerah yang mengeluarkan rekomendasi HGU itu dievaluasi," tegas Zulfi, Jumat (20/1/2023).
Dia menuturkan, pemerintah sebaiknya berhati-hati dalam mengeluarkan izin HGU. Jika penggunaan HGU itu tak produktif bagi masyarakat sebaiknya diputus dan diberikan kepada masyarakat lewat program TORA.
"Kalau pemilik HGU itu tak bersahabat dengan masyarakat, kita berharap kepada pemerintah agar HGU itu tak diberikan lagi. Sebaiknya HGU dikembalikan ke masyarakat lewat program TORA," katanya.
Dia juga menilai tak, seharusnya izin HGU diberikan dalam jangka waktu puluhan tahun.
"Kalau bisa, janganlah lama-lama HGU itu untuk korporasi. Korporasi itu kan keuntungannya untuk kelompok golongan, tak sesuai UUD," ujarnya.
Selain itu, Zulfi mengeluhkan minimnya peran daerah dalam mengeluarkan izin HGU sementara pemerintah pusat kerap mengabaikan kondisi eksisting di lapangan.
"Semua kebijakan itu ada di pusat, daerah hanya memberikan rekomendasi. Oleh karena itu, pemerintah pusat lihat-lihat lah dalam memberikan izin HGU," tutup Zulfi.
Diketahui, pasca dikeluarkannya Perppu nomor 2 tahun 2022, masa penggunaan HGU bisa mencapai 180 tahun.
Hal ini seperti termuat di Pasal 150 Ayat (1) yang tertulis Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 149, diberikan untuk jangka waktu paling lama 90 tahun.
Ayat (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi oleh Menteri.
Pasal 159 Ayat (1) Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan dapat diperpanjang 1 (satu) kali. Ayat (2) Permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan harus diajukan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya Perizinan Berusaha. (*)
Tags : Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK Tangani Perkara HGU, Hak Guna Usaha, Kasus HGU Marak di Riau,