PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia mengumpulkan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau bersama pelaku usaha, di ruang rapat Melati Kantor Gubernur Riau, Kota Pekanbaru.
"Pertemuan KPK dengan pelaku usaha bertujuan membahas potensi area rawan korupsi dalam kegiatan berusaha di Bumi Lancang Kuning."
“Jadi direktorat kami namanya adalah direktorat Anti Korupsi Badan Usaha (AKBU). Direktorat ini baru dibentuk di akhir tahun 2020 dan baru beroperasi kurang lebih dua tahun. AKBU di bentuk karena data yang ada di KPK itu pelaku tindak pindana korupsi tertinggi berada di sektor pelaku usaha,” kata Kasatgas Satu AKBU KPK RI, Teguh Widodo, Rabu (19/10) kemarin.
Dialog dengan para pelaku usaha membahas terkait permasalahan dan isu strategis dalam melakukan usaha di Provinsi Riau.
Di kesempatan itu, mengenalkan kepada hadirin tentang Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU).
AKBU tersebut dibentuk karena tingginya kasus pidana korupsi yang berkaitan dengan sektor pelaku usaha. Untuk itulah direktorat ini muncul sebagai membendung tindakan tercela.
Teguh menyebutkan, faktor pelaku usaha ini bisa terlibat dalam tindak pidana korupsi tentu saja karena ada regulator penyelenggara negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang masuk di dalamnya.
“Ini terjadi seperti misalkan menyuap penyelenggara negara, hal itu sangat salah sekali. Tentu saja masuk kedalam lingkup tindak pidana korupsi. Walaupun uang suap itu milik pribadi tetapi karena dia memberikannya kepada penyelenggara negara tetap saja akan terjerat kasus korupsi,” jelasnya.
Kehadirannya di Provinsi Riau hingga tanggal 21 Oktober 2022 kemarin. Bertujuan untuk melakukan pemetaan di titik-titik rawan korupsi pada sektor usaha.
“Makanya, kami mengundang para pelaku usaha agar bisa hadir. Gunanya supaya para pelaku usaha swasta ini bercerita tentang permasalahan yang berkaitan terhadap celah korupsi, nanti kami akan melakukan pencegahannya,” ungkapnya.
Selain itu, Kasatgas Satu AKBU ini juga menerangkan bahwa dirinya telah meminta izin kepada Gubernur Riau untuk membentuk Komite Advokasi Daerah (KAD) AntiKorupsi.
Ia tambahkan, komite tersebut nantinya berguna sebagai wadah untuk berdialog antara regulator dan pelaku usaha jika ada yang mengalami kendala dalam perizinannya.
“Oleh karna itu pula, kami di sini juga mau membentuk komite advokasi daerah (KAD) Antikorupsi untuk Provinsi Riau. Fungsinya KAD ini nantinya sebagai wadah pertemuan dialog antara regulator dan pelaku usaha. Tentu saja melibatkan unsur pemerintah dan sektor swasta di dalam kepengurusannya,” terangnya.
Sementara itu, Asisten III Setdaprov Riau, Joni Irwan yang mewakili Gubernur Riau menyambut baik kegiatan terhadap kegiatan ini.
Joni berharap, dengan adanya pertemuan seperti ini Pemerintah Provinsi Riau dapat berkomitmen untuk mencegah korupsi sekaligus mewujudkan iklim bisnis berintegritasi yang anti suap, pungli, dan gratifikasi.
“Ini merupakan masukan untuk kita semua, dengan adanya ini mari perkuat komitmen kita bersama dalam mencegah permasalahan yang berkaitan korupsi,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK sudah menyatakan siap membongkar perkara mafia tambang yang kerap merugikan negara. Sebab, pertambangan merupakan salah satu sektor strategis yang punya potensi besar untuk menopang hajat hidup orang banyak.
"Pertambangan merupakan salah satu sektor strategis nasional, yang punya potensi besar, menopang hajat hidup orang banyak, sumber energi pembangunan, namun sekaligus punya risiko tinggi terjadinya tindak pidana korupsi," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) yang menyebut bakal menggandeng lembaga antirasuah dalam memberantas sejumlah tambang ilegal di Indonesia, Senin (7/11) kemarin.
Ali mengaku bahwa KPK sudah lama menaruh perhatian serius di sektor Sumber Daya Alam (SDA), khususnya pertambangan. Salah satunya, dengan melakukan kajian terkait pengelolaan SDA di Indonesia.
"KPK telah melakukan kajian pengelolaan sumber daya alam agar secara sistemik bisa memperbaiki tata kelolanya dari hulu hingga hilir, dan pemanfaatannya pun optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat," terangnya.
Bahkan, kata Ali, KPK telah menginisiasi dan menjalankan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA). GNPSDA ini, kata Ali, merupakan program KPK bersma dengan kementerian atau lembaga serta melibatkan pemerintah daerah dan stakeholder lain dalam penyelamatan sumber daya alam.
"Khususnya, sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan, kelautan dan perikanan sejak 2015," imbuhnya.
Terbaru, KPK melalui Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perbaikan Tata Kelola Pertambangan. Satgas ini terdiri dari KPK, Kementerian Investasi/Badan Penanaman Modal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Pemerintah Daerah.
"Satgas dibentuk untuk melakukan koordinasi dan evaluasi tata kelola dan perizinan sektor pertambangan di Indonesia," katanya.
Ali menambahkan, satgas tersebut dibentuk karena maraknya praktik korupsi di sektor pertambangan. Di antaranya, sambung Ali, mulai dari banyaknya penerbitan Izin Usaha Pertambangan yang tidak berstatus clean and clear, hingga banyak tumpang tindih hak guna usaha, seperti yang dilansir dari okezone.
"Untuk itu, perlu dilakukan koordinasi dan evaluasi secara menyeluruh dari berbagai pihak di sektor pertambangan, agar risiko korupsi itu bisa dicegah, dan secara simultan memberikan kontribusi pada penerimaan negara secara optimal," pungkasnya. (*)
Tags : Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK Kumpulkan Pelaku Usaha Tambang, Riau 'KPK Cegah Mafia Tambang, News,