"Terhitung sejak awal Oktober 2021 lalu, harga minyak goreng di Indonesia naik secara signifikan, lantas pengamat juga minta pemerintah bisa mengusut mafia dan spekulan minyak goreng ataupun pangan lainnya"
ernyataan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang mengaku tak dapat mengontrol mafia minyak goreng disesalkan sejumlah pihak.
Bahkan, pengamat ekonomi menilai masih banyak yang bisa dilakukan Mendag untuk mengusut kasus-kasus yang terjadi dilapangan mengingat pemerintah punya instrumen untuk penegakan hukum.
"Sebagai pemerintah, sudah sepatutnya Kemendag tidak menyerah mengusut mafia dan spekulan minyak goreng ataupun pangan lainnya," kata Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira dalam siaran persnya di media.
"Sebagai pemerintah seharusnya Kemendag tak boleh menyerah mengusut kasus-kasus yang terjadi."
"Seharusnya pemerintah terus berkoordinasi dengan Satgas Pangan untuk lakukan penangkapan dan jatuhkan sanksi hukum, karena tugas Mendag mengawasi kegiatan perdagangan." ungkapnya.
Pemerintah, kata Yudhistira sebagai pengayom rakyat harus berani melawan mafia-mafia minyak goreng yang sudah membuat sengsara rakyat beberapa bulan belakangan.
"Kalau Menteri Perdagangan gagal menghadapi mafia minyak goreng, itu berarti fungsi sebagai Mendag tidak berjalan. Bila itu terjadi ini sangat memalukan," sebutnya.
KPPU bertindak
Pemerintah bukan tidak berbuat dalam menyikapi kelangkaan minyak goreng ini. Melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Medan kemarin itu menemukan tumpukan 1 juta liter minyak goreng kemasan premium dengan merk Sunco dan 30 ribu liter minyak goreng kemasan sederhana dengan merk M&M di gudang produsen PT Musim Mas di Jalan Kol Yos Sudarso Medan pada Kamis 17 Maret 2022.
Temuan minyak goreng dengan jumlah besar itu mereka dapat dari hasil sidak yang dilakukan KPPU Kanwil I Medan bersama Polrestabes Medan dan Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan.
Sidak dilakukan setelah Pemerintah resmi mencabut ketentuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan.
"Sidak dilakukan untuk mengurai jalur distribusi minyak goreng mulai dari produsen hingga distributor, agar dapat diketahui dimana terjadi hambatan supply minyak goreng ke pasar," kata Kepala Kanwil I KPPU Medan, Ridho Pamungkas.
Ridho menyebutkan kapasitas produksi PT Musim Mas kurang lebih 170 ribu liter per hari untuk premium dan 80 ribu liter per hari untuk kemasan sederhana.
KPPU Kanwil I Medan menemukan keganjilan stok minyak goreng premium di gudang jauh lebih besar daripada kemasan yang sederhana.
"Karena itu, berdasarkan hasil pantauan tersebut, KPPU Kanwil I Medan akan mendalami kembali data dan Informasi yang disampaikan oleh PT Musim Mas karena hasil pantauan di gudang sejalan dengan kondisi di lapangan akhir-akhir ini di mana minyak goreng merek terkenal seperti Sunco susah ditemukan di pasar dibandingkan dengan minyak goreng kemasan sederhana. Bahkan muncul merek-merek baru yang sebelumnya kurang dikenal di masyarakat," pungkasnya.
Berdasarkan keterangan dari PT Musim Mas, tambah Ridho, selama ini mereka tidak mendapatkan pasokan CPO yang dialokasikan dari DMO. Sepekan sebelumnya, PT Musim Mas membeli pasokan CPO dengan harga lelang sebesar Rp15.816/liter.
Satgas Pangan Medan melakukan inspeksi mendadak (sidak) minyak goreng ke gudang milik PT Musim Mas.
Minyak goreng dari PT Musim Mas didistribusikan melalui PT Wahana Tirtasari selaku distributor tunggal. Wahana juga merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT Musim Mas.
Dari PT. Wahana Tirtasari, minyak goreng didistribusikan ke distributor level 2, salah satunya ke PT Andalan Prima Indonesia atau API.
Kemudian tim gabungan tersebut melakukan sidak ke API. Dari sidak tersebut diketahui bahwa API sebagai distributor level 2 mendistribusikan kembali minyak gorengnya ke PT Everbright selaku distributor level 3. API sendiri berada di bawah naungan PT Everbright.
Dari temuan KPPU, terdapat data yang belum sinkron antara catatan dari PT Wahana yang memasok ke API sebanyak 30 ribu liter minyak goreng kemasan sederhana pada 14 Maret 2022 dengan jumlah stok di gudang Everbright yang pada 14 Maret 2022 hanya menerima pasokan sebanyak 7.200 liter atau sebanyak 600 kardus.
"Sampai dengan hari ini diketahui 200 kardus telah didistribusikan dan sisanya 400 kardus masih menunggu pesanan dari ritel. Hasil pantauan di distributor, kami akan pastikan lagi pada pihak API terkait angka 22.800 liter minyak goreng yang tidak sinkron datanya. Selain itu, terdapat keterangan bahwa sejak penetapan HET oleh pemerintah, jumlah pasokan yang diterima Everbright dari Wahana berkurang dan terbatas," tambah Ridho.
Dengan adanya pencabutan HET untuk minyak goreng kemasan dan penetapan HET untuk minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu, Ridho mewanti-wanti kepada para pelaku usaha atau spekulan untuk tidak memanfaatkan situasi adanya disparitas harga tersebut.
"Kami bersama kepolisian akan meningkatkan pengawasan, karena bisa saja minyak goreng curah yang sudah disubsidi dijual ke industry dengan harga pasar, atau akan ada spekulan pada level manapun yang berusaha mendapatkan pasokan curah untuk diubah menjadi kemasan. KPPU juga akan tetap mengawasi perilaku produsen agar tidak seenaknya menjual harga minyak goreng kemasan pasca pencabutan HET," tegasnya.
Gunawan Siregar, General Manager Corporate Affair Musim Mas
Gunawan Siregar, General Manager Corporate Affair Musim Mas diminta penjelasan ke PT Musim Mas melalui nomor telpon/whats app (WA) tetapi tidak menjawab.
Mengapa terjadi kelangkaan migor?
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional dalam Katadata.id, harga minyak goreng pada pada 7 Oktober 2021 lalu telah mencapai Rp15.550,- per kilogram.
Mirisnya, harga minyak goreng di awal Januari 2022 semakin melambung tinggi mencapai angka Rp18.550,- per kilogram nya. Harga minyak goreng kemasan bermerek pun tak mau kalah dan mencetak harga yang lebih tinggi lagi yakni seharga Rp21.150,- per kilogram.
Tingginya permintaan dan turunnya penawaran minyak goreng mengakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di sebagian besar daerah di Indonesia. Sementara itu, minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang paling dibutuhkan oleh masyarakat setiap harinya untuk mencukupi kebutuhan pangan.
Tetapi kelangkaan minyak goreng ini sangat meresahkan masyarakat Indonesia terutama untuk masyarakat dari kelas menengah ke bawah.
Masyarakat mulai bertanya-tanya mengenai penyebab kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng di pasaran.
Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebabnya kelangkaan migor?
1. Kenaikan Harga Minyak Nabati Dunia
Rupanya, kenaikan harga minyak goreng nabati tak hanya terjadi di Indonesia tetapi terjadi juga di seluruh dunia. Saat ini, harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak nabati mentah telah melonjak menjadi US$ 1.340/mT atau setara dengan Rp19.291.243,-. Terjadinya kenaikan harga minyak mentah dalam skala global sangat berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak nabati mentah termasuk minyak goreng di pasaran.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, membeberkan alasan mengapa harga minyak mentah di dunia melonjak tinggi.
Sahat mengatakan bahwa permintaan minyak nabati semakin meningkat setelah kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan protokol kesehatan COVID-19 mulai longgar. Tetapi di sisi lain, produksi minyak nabati dunia anjlok 3,5% di tahun 2021 dan menyebabkan terganggunya suplai minyak mentah untuk olahan minyak lainnya.
2. Penerapan Kebijakan B30
Sejak kuartal pertama tahun 2020 silam, pemerintah telah menerapkan kebijakan B30. Kebijakan ini mewajibkan para perusahaan bahan bakar minyak di Indonesia untuk mencampur bahan bakar minyak jenis solar sebanyak 70% dengan biodiesel sebanyak 30%.
Tujuan dari diadakannya kebijakan ini adalah untuk menghemat bahan bakar fosil yang serba terbatas dengan cara mencampur bahan bakar lain dalam proses pengolahan bahan bakar minyak. Kebijakan mencampurkan BBM jenis solar dengan biodiesel telah dilakukan oleh banyak negara lainnya, akan tetapi dengan kadar biodiesel dibawah 30% yakni tidak setinggi kebijakan B30 yang diterapkan oleh Indonesia.
Awalnya, pemerintah meluncurkan kebijakan B30 untuk mengurangi laju impor BBM sehingga meningkatkan devisa negara. Namun, kebijakan ini berdampak pada bertambahnya permintaan CPO di Indonesia yang kemudian turut berkontribusi sebagai penyebab kelangkaan bahan baku minyak goreng di Indonesia. Untuk menahan laju harga minyak goreng di pasaran, GIMNI mencoba untuk melakukan lobi pada pemerintah agar meringankan kebijakan B30 menjadi B20.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menemukan penumpukan minyak goreng.
Melalui usulan tersebut, harapannya kebijakan B20 dapat menekan jumlah permintaan minyak nabati mentah yang terus meningkat untuk mengurangi angka konsumsi hingga 3 juta ton yang dapat mencukupi jumlah kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.
3. Terganggunya Arus Logistik
Selain dari angka produksi minyak nabati mentah yang anjlok, arus logistik yang berperan dalam distribusi minyak nabati mentah pun ikut macet. Penyebabnya tak lain adalah pandemi COVID-19 yang masih belum kunjung teratasi. Banyak pekerja kasar pada sektor logistik terkena PHK karena dampak dari pandemi COVID-19 yang menyerang stabilitas perusahaan-perusahaan logistik.
Selain itu, kondisi finansial perusahaan logistik yang tak kunjung membaik juga berdampak langsung pada jumlah unit transportasi yang mereka miliki untuk kegiatan distribusi bahan baku.
Macetnya arus logistik selama pandemi COVID-19 mengakibatkan biaya yang harus produsen keluarkan semakin banyak termasuk biaya ekspedisi. Ditambah lagi, biaya ekstra yang dikeluarkan untuk ekspedisi tidak dapat membuat produk mereka sampai dengan segera ke tangan konsumen karena faktor kurangnya tenaga kerja. Alhasil, minyak goreng menjadi semakin langka dan mahal di pasaran.
Terjadinya kelangkaan minyak goreng karena beberapa faktor diatas lantas mendorong pemerintah untuk memberlakukan kebijakan baru. Per tanggal 19 Januari 2022, Kementerian Perdagangan Indonesia telah menetapkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan ritel dan pedagang sembako untuk menjual minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp.14.000,-. per liter.
Pembelian minyak goreng dengan harga spesial ini dibarengi dengan ketentuan lainnya, yakni setiap orang hanya dapat membeli minyak goreng kemasan satu liter sebanyak dua bungkus dengan total sebanyak dua liter per orang. Tetapi apakah kebijakan ini ampuh untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng serta kenaikan harganya?
Kebijakan pemerintah untuk menetapkan harga yang sama untuk penjualan minyak goreng dan membatasi pembeliannya dapat menjadi sebuah pedang bermata dua karena implementasinya yang justru dapat memperparah kelangkaan minyak goreng di tengah masyarakat.
Di satu sisi, kebijakan tersebut dapat mengundang masyarakat untuk menjadi penimbun dengan berbagai strategi.
Salah satu strategi yang paling umum adalah dengan memanfaatkan anggota keluarga yang berada di satu tempat tinggal yang sama untuk membeli minyak goreng ke tempat yang berbeda-beda dan menimbunnya di rumah. Katakan satu pasang suami istri memiliki dua anak di rumahnya, berarti saat setiap orang membeli dua liter minyak, maka di rumah mereka akan terkumpul hingga delapan liter minyak.
Bayangkan jika banyak oknum lain melakukan hal yang sama pada waktu yang bersamaan, hal ini tentu akan berakibat pada minyak goreng yang semakin langka.
Menimbang hal tersebut, formulasi kebijakan yang lebih efektif sangat diperlukan untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng di Indonesia saat ini.
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan pokok yang masyarakat butuhkan sehari-hari dan kelangkaan komoditas tersebut akan berdampak pada tidak tercukupinya kebutuhan pangan dan industri masyarakat.
Masyarakat juga harus turut kooperatif dalam melaksanakan kebijakan pemerintah dan diharapkan dapat menakar kebutuhan masing-masing demi kepentingan bersama. Edukasi terhadap diri sendiri sangatlah penting untuk menambah kepekaan terhadap kondisi perekonomian di dunia.
Perusahaan peduli dan tetap antisipasi kelangkaan migor
Terhitung sejak awal Oktober 2021 lalu, harga minyak goreng di Indonesia naik secara signifikan dan terjadi kelangkaan di tahun 2022, tetapi sebaliknya Musim Mas juga tetap peduli dan ikut antisipasi kelangkaan minyak goreng di daerah-daerah.
Pabrik terbesar pengelolaan minyak goreng di Kabupaten Pelalawan, Riau itu secara aktif mengatasi kelangkan migor.
Seperti dilakukan beberapa hari terakhir, Musim Mas berkolaborasi dengan Koperasi Petani Sawit Merbau Sakti mengelar operasi pasar minyak goreng disejumlah tempat.
"Karena itu, perusahaan (PT MM) hadir sebagai tindak lanjut dari surat pemerintah guna mengantisipasi kelangkaan minyak goreng dalam kemasan," kata Manager Humas PT Musim Mas, Malinton Purba dalam rilisnya.
Di halaman Kantor Koperasi Petani Sawit Merbau Sakti Kelurahan Sorek Satu dan di Desa Batang Kulim Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan, Musim Mas melakukan kegiatan operasi pasar minyak goreng sebagai bentuk kepedulian perusahaan dalam mengantisipasi kelangkaan minyak goreng yang dialami masyarakat.
"Perusahaan mengelontorkan sebanyak 20 ribu liter dengan harga 13.000/Liter di dua titik yaitu di Kelurahan Sorek Satu dan di Desa Batang Kulim Kecamatan Pangkalan Kuras," papar Marlinton Purba saat melakukan operasi pasar Rabu 23 Februari 2023 lalu.
Sementara Ketua Koperasi Petani Sawit Merbau Sakti H Amir Saripudin, melalui Bendahara Bakri mengatakan atas nama pengurus Koperasi Petani Sawit Merbau Sakti Kecamatan Pangkalan Kuras dan masyarakat sekitarnya, mengucapkan ribuan terimakasih kepada pihak manajemen PT Musim Mas atas kepedulian dan kerja samanya atas di gelarnya Operasi pasar minyak goreng ini.
"Dengan kegiatan operasi pasar minyak goreng dengan harga Rp 13.500/Liternya pastinya masyarakat sedikit terbantu," terang Bakri yang juga hadir dalam operasi pasa itu Lurah Sorek Satu Edi Mardianto, Manager Humas PT Musim Mas Marlinton Purba dan staf, Seluruh Pengurus Koperasi Petani Sawit Merbau Sakti. (*)
Tags : komisi pengawas persaingan usaha, kppu temukan 1 juta liter minyak goreng, kppu tertibkan minyak goreng, kppu temukan migor menumpuk, musim mas peduli dan antisipasi kelangkaan migor,